INGIN bersenang-senang dengan cara gampang, pria 30 tahun itu kini justru harus mendekam di balik terali besi. Kristanto, yang mengontrak rumah di Perumahan Gedang Asri, Ungaran, Jawa Tengah, dibekuk polisi karena terlibat pembuatan dan peredaran uang palsu.
Mengaku pendatang baru di "bisnis" uang palsu, Kristanto belajar secara autodidak dari buku. Tambahan pengalaman sebagai pekerja usaha sablon membuat ia cepat menguasai cara mencetak uang palsu. Dengan modal awal Rp 1 juta, ia membeli kertas HVS 80 gram warna krem, tinta PVC untuk kertas, minyak M3 untuk mengaduk warna, dan ulano untuk afdruk.
"Satu kertas HVS bisa digunakan membuat tiga lembar uang lima puluh ribuan," katanya kepada polisi. Sejauh ini ia telah "memproduksi" uang palsu sebesar Rp 72 juta. Produksi pertama, Rp 12 juta, ia edarkan Mei lalu melalui Sapto, warga Sukoharjo, Jawa Tengah. Pembelinya Rejono, yang membayar Rp 2 juta. Rejono kemudian mengedarkan uang palsu itu di Nganjuk, Jawa Timur.
Tapi peredaran uang palsu model lugu itu tak berlangsung lama. Pekan lalu polisi, yang sudah mengendus praktek itu, menangkap Sapto dan Rejono yang sedang mentransaksikan sisa produksi sebesar Rp 60 juta di dekat pompa bensin di daerah Pilang Sari, Ngrampal, Sragen, Jawa Tengah.
Pada pekan yang sama, pengedar uang palsu juga ditangkap di daerah Gambir, Jakarta Pusat. Dua pekan sebelumnya polisi menangkap Agus Wanto dan Muchlis Wijaya di kawasan Pengadegan, Pancoran, Jakarta Selatan. Dari tangan mereka petugas menyita 62 lembar uang palsu Rp 50 ribu. Belum jelas dari mana mereka mendapat uang palsu itu.
Kristanto, Agus, dan Muchlis adalah pemain baru yang begitu "merintis bisnis" sudah langsung tertangkap. Melihat jumlah dan kualitas produksinya, mereka juga tergolong "amatir". Hari-hari ini, ketika wabah uang palsu berjangkit kembali, para petugas memang lebih getol mengamati para pemain lama.
"Soalnya, banyak pemain lama yang sekarang sudah keluar dari penjara," kata Adysanto Wicaksono, Koordinator Staf Khusus Pemberantasan dan Penanggulangan Uang Palsu di Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal). Adysanto mengatakan, keahlian pemain lama memalsukan uang memang mengagumkan.
Contohnya adalah kelompok Kolonel (Purn.) Soemaryono dan Si'in, yang dulu punya usaha percetakan di daerah Cakung, Jakarta Timur. Mutu produksi kelompok ini nyaris sempurna. Si'in mampu memasang pita perak, mencetak tulisan Bank Indonesia, memasang hologram, dan memilih warna yang tepat.
Bila diamati dengan mata telanjang dan diraba secara awam, uang palsu buatan mereka tak jauh berbeda dengan yang asli. Jumlah uang yang diproduksi kelompok ini juga luar biasa. Ketika jaringan ini terbongkar, polisi menemukan 21 juta lembar uang pecahan Rp 50 ribu, yang nilainya melebihi Rp 1 triliun.
Kini, yang mengkhawatirkan, "Kolonel Soemaryono sudah keluar dari penjara setelah menjalani hukuman empat tahun," kata Adysanto. Keberadaannya tak bisa dilacak. Memang, melacak sindikat uang palsu bukan pekerjaan gampang. Mereka selalu menggunakan sistem sel.
Pembuat dan pengedar uang palsu tak saling mengenal. "Ketika satu tertangkap, yang lain putus," kata Brigjen Pol. Samuel Ismoko, Direktur II Ekonomi Khusus Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian RI. "Polisi kesulitan masuk ke pembuat."
Adysanto berkisah, timnya sempat mengendus tempat mencetak uang pecahan Rp 100 ribu dengan hasil yang cukup bagus di Cilacap, Semarang, Solo, dan Cianjur. Tapi sampai sekarang penyelidikannya belum berujung pada pelaku utama karena rumitnya jaringan sindikat itu.
Satu-satunya kisah sukses datang dari Sumenep, Madura. Di sana tim Botasupal berhasil menggulung sindikat yang telah memproduksi uang palsu sebesar Rp 500 juta pada Februari 2002. "Kami berhasil menangkap pembuat dan penyandang dananya," kata Adysanto.
Sumenep memang dikenal sebagai salah satu "produsen" uang palsu. Setelah Februari itu, masih ada dua kasus uang palsu lagi diungkap di Sumenep pada Desember 2003. Tapi, itu tadi, setiap kali ada jaringan atau pelaku yang tertangkap, setiap kali pula muncul pemain-pemain baru.
Nugroho Dewanto, Y. Tomi Aryanto, Multazam (TNR), Imron Rosyid (Solo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini