Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Merapi Tak Ingkar Janji

Gunung Merapi sudah tiga kali menyemburkan awan panas pekan lalu. Ada kemungkinan masih tersimpan energi sangat besar di perutnya.

1 November 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ginem sama sekali tak risau ketika status Gunung Merapi dinaikkan menjadi siaga dari waspada, Kamis dua pekan lalu. Seolah tak ada gunung berapi yang sedang mengancam, seperti hari biasa, warga Desa Babadan, Magelang, ini mencari kayu bakar di hutan lereng Merapi.

”Orang di sini sudah biasa, tak ada apa-apa,” kata Ginem, 40 tahun. Padahal Babadan hanya berjarak 4,4 kilometer arah barat laut Gunung Merapi. Dia dan juga rata-rata warga Babadan lainnya meyakini letusan atau awan panas Merapi tak akan mampir ke kampungnya. Ginem percaya ”Mbah Petruk” akan melindungi desanya. Menurut dia, penjaga gunung berapi paling aktif di Indonesia ini merupakan penjelmaan tokoh dalam pewayangan, Petruk.

Rejo, 60 tahun, yang tinggal di Desa Mangunsuko, tak jauh dari Babadan, juga adem ayem saja. Desa ini hanya berjarak enam kilometer dari mulut kawah Merapi. Dia dan warga lainnya juga tak terlalu paham apa makna perubahan status dari waspada ke siaga dan kemudian berubah lagi menjadi awas. ”Warga tahu gunung memanas, tapi kami yakin tidak akan ada apa-apa,” ujar Rejo, Jumat dua pekan lalu.

Sedari kecil tinggal di lereng gunung yang sangat aktif seperti Merapi membuat Ginem, Rejo, dan juga Mas Penewu Surakso Hargo atau Mbah Maridjan yang tinggal di Dusun Kinahrejo kebal dengan segala perilaku Merapi. ”Lha, saya ini kerasan tinggal di sini,” kata Mbah Maridjan kepada Tempo, Senin pekan lalu. Dia memilih banyak berdoa di masjid ketimbang meninggalkan dusun di lereng selatan Merapi itu. Padahal Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sudah menetapkan status tertinggi, awas, dan meminta warga di kawasan rawan bencana Merapi segera mengungsi.

Namun, seperti kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Surono, Merapi tak pernah ingkar janji. ”Setelah peningkatan aktivitas, pasti diakhiri dengan letusan yang dapat berbentuk guguran kubah dan awan panas,” kata Surono. Tiga puluh lima jam setelah ditetapkan status awas, Merapi melunaskan janjinya. Gunung itu terus-menerus menyemburkan awan panas sejak pukul 17.02, Selasa pekan lalu.

Selama hampir dua jam, awan sangat panas dengan suhu mendekati 1.000 derajat Celsius menyembur dari kepundan. Semula wedhus gembel yang membawa uap air, debu, dan pasir itu kelihatan bertiup ke arah barat. Namun angin dan faktor morfologi lereng gunung mengubah arah gumpalan awan panas besar ke selatan. Dalam hitungan menit, awan mendidih menyapu lereng selatan Merapi, membakar apa pun yang dilewatinya, termasuk Dusun Kinahrejo, tempat tinggal Mbah Maridjan.

Dusun di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, yang selama seabad terakhir luput dari amuk Merapi, lumat oleh panas. Ada 32 orang meninggal, termasuk Mbah Maridjan. Dengan kecepatan luncuran wedhus gembel 300 kilometer per jam, menurut IGM Agung Nandaka, Kepala Seksi Metode dan Teknologi Mitigasi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta, kemungkinan warga yang tinggal dalam radius lima kilometer dari puncak bisa melarikan diri hampir tak ada.

l l l

Sepanjang Senin dan Selasa pekan lalu, aktivitas di perut Merapi melonjak berlipat (lihat infografis). Laju deformasi atau penggelembungan volume puncak Merapi yang sebelum 21 Oktober masih 10,5 sentimeter per hari, sejak 24 Oktober menjadi 42,3 sentimeter per hari. Ini menunjukkan ada desakan energi dari magma di perut Merapi ke permukaan. Klimaksnya adalah semburan awan panas pada Selasa sore itu. Setelah memuntahkan awan panas, Merapi seperti tertidur kembali. Frekuensi gempa dan guguran material menurun drastis.

Tapi, ”Jangan main-main. Aktivitas Merapi turun, bukan berarti berhenti,” Surono, Kepala Pusat Vulkanologi, memperingatkan. Terbukti, Kamis petang dan Jumat pagi, kepundan Merapi kembali menyemburkan awan panas ke arah selatan. Diamnya Merapi bisa diartikan dua kemungkinan: ia sedang mengumpulkan energi atau di dalam dapur magmanya energi sudah berkurang. ”Saya tidak akan buru-buru menurunkan status awas,” kata Surono.

Kemungkinan Merapi sedang menghimpun energi sepertinya lebih besar. Menurut Surono, energi yang dikumpulkan Merapi kali ini jauh lebih besar dibanding saat letusan pada 1997, 2001, ataupun 2006. Menjelang ditetapkan status awas, tim Pusat Vulkanologi menghitung energi seismik Merapi 878.000 x 1012 erg. ”Biasanya 300 ribu saja sudah meletus,” katanya. Pada 1997, 2001, dan 2006, energi yang dibutuhkan Merapi untuk menyemburkan awan panas bahkan kurang dari 300.000 x 1012 erg.

Kini Surono dan anak buahnya sedang berhitung apakah sebagian besar energi itu sudah dilepas saat wedhus gembel menyembur. Repotnya, belum ada satu pun teknologi dan metode yang bisa dengan tepat menghitung energi dalam perut bumi ini.

Amuk Merapi kali ini memang terhitung istimewa dibanding kebiasaannya di masa lampau. Aktivitasnya berubah sangat cepat. Subandriyo, Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta, mengatakan hal seperti ini belum pernah terjadi di Merapi. Awan panas menyembur langsung (direct blast) dari perut gunung itu, tanpa diawali terbentuknya kubah lava. Biasanya awan panas muncul mengikuti longsoran kubah lava.

Karena awan panas kali ini hanya membawa debu dan pasir, bisa dipastikan kubah lava lama hasil akumulasi letusan-letusan sebelumnya yang ada di puncak Merapi masih utuh. Di bagian selatan, misalnya, geger boyo atau punggung lereng, yang tergeser tiga meter akibat letusan pada 2006, sekarang kembali bergeser dua meter. Volume punggung lereng Merapi ini diperkirakan 3 juta meter kubik. Akibat panas dan tekanan, Subandriyo memperkirakan kondisi punggung buaya ini tak lagi stabil dan setiap saat bisa runtuh ke arah Kali Gendol atau Kali Kuning.

Bala Merapi sepertinya belum akan usai. Surono, yang sudah lebih dari sepekan tinggal di Yogyakarta memelototi Merapi, juga belum tahu kapan bisa pulang ke rumahnya di Bandung.

Sapto Pradityo, Bernada Rurit, Pito Agustin, M. Syaifullah (Yogyakarta)

Begitu Cepat Merapi Meletus

Kamis, 21 Oktober

pukul 18.00
Status Gunung Merapi naik dari waspada menjadi siaga.

Senin, 25 Oktober

pukul 06.00.
Status siaga dicabut, naik menjadi awas. Warga di zona rawan bencana diminta mengungsi.

Selasa, 26 Oktober

pukul 17.02
Merapi mulai menyemburkan awan panas selama 9 menit.

Pukul 17.18
terjadi awan panas selama 4 menit.

Pukul 17.23
terjadi awan panas selama 5 menit.

Pukul 17.42
terjadi awan panas besar selama 33 menit.

Pukul 18.00-18.45
terdengar gemuruh dari pos pengamatan Jrakah dan Selo.

Pukul 18.10, 18.15, dan 18.25
Terdengar suara dentuman sebanyak tiga kali.

Pukul 18.21
terjadi awan panas besar selama 33 menit. Dari pos pengamatan Selo terlihat nyala api bersama kolom asap membubung ke atas setinggi 1,5 kilometer dari puncak Merapi.

Pukul 18.54
aktivitas awan panas mulai mereda.

Kamis, 28 Oktober

pukul 16.16
Merapi kembali menyemburkan awan panas sejauh 3,5 km selama 3 menit ke arah Kali Gendol (tenggara).

Jumat, 29 Oktober

pukul 06.10
Awan panas menyembur dari puncak Merapi sejauh 3 km.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus