Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mereka berumah di tengah laut

Pemda kodya sibolga bertekad akan menggusur sebagian rumah-rumah di tengah laut. karena dianggap mengganggu lalu lintas kapal. (kt)

13 Juni 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENDUDUK Kota Sibolga ternyata tak takut dilanggar pasang. Buktinya, sebagian mendirikan rumah di tengah laut. Sayang, tanpa mengurangi penghargaan akan keberanian mereka menantang laut, Pemda Kodya Sibolga berketetapan akan menggusur sebagian rumah itu. Karena areal kota yang memang sempit, dalam 2 - 3 tahun belakangan ini tak kurang dari 1.000 buah rumah telah berdiri di tengah laut, di lepas pantai Sibolga. Namun belakangan ini disadari, rumah-rumah itu tak saja kurang menyedapkan pemandangan, tapi juga mengganggu lalulintas kapal. Lebih-lebih lagi, 23 Mei lalu Dirjen Perhubungan Laut, meresmikan Pelabuhan Pulau Herek, sebagai pelabuhan tambahan yang diharapkan akan menghubungkan pantai barat Sumatera Utara dengan dunia luar. Karena itu Pemda Kodya Sibolga sudah memutuskan dalam waktu dekat ini akan menggusur 50 buah rumah yang tepat berada di jalur lalu-lintas kapal. Tentu saja reaksi timbul. Terutama bila dilihat arus lalu-lintas di sekitar pelabuhan itu dalam beberapa tahun belakangan ini. Sejak 1973 Sibolga boleh dikatakan tidak mengekspor sama sekali -- kecuali 371.375 m3 log pada 1980. Memang pada akhir Mei 1981, pelabuhan Sibolga ditetapkan Menteri Perhubungan sebagai pelabuhan singgah kapal nusantara. Tapi kapal semacam itu ternyata belum ada yang singgah. Beberapa kapal yang secara tetap berkunjung ke sini, juga lebih banyak yang tanpa muatan. Pendangkalan Melihat gelagat semacam ini, tidak heran jika penduduk sempat bertanyatanya tentang lalu-lintas kapal yang dikatakan terganggu itu. "Setahu kami tak ada kapal lintas di laut dekat perumahan kami ini, kecuali kapal-kapal nonpukat harimau yang berbobot lima ton," ucap Anwar Gae, seorang penghuni rumah di atas laut yang akan tergusur. Dia, seperti juga tetangganya Halimah Harahap, menyatakan laut di situ sudah dangkal, bahkan kalau pasang surut, daerah perumahan itu berubah jadi daratan. Soal kedangkalan ini juga disebut Walikota Sibolga dalam pertemuan Muspida pertengahan Mei silam. "Terjadi pendangkalan laut di kawasan pelabuhan Sibolga setinggi 30 cm," ujarnya. Menurut pendapatnya hal ini karena banyak perumahan menyerbu tepi pantai dan terus mendesak laut.(TEMPO, 5 Juni 1980). Pendangkalan itu rupanya terjadi cukup cepat. Karena 1000 rumah yang tahun lalu masih terpancang di tengah laut, sekarang sebagian besar nampak berada di "darat". Apalagi sejak Pemda membangun jalan yang menghubungkan perumahan itu dengan daratan Sibolga, penduduk pun seperti terangsang beramai-ramai menguruk air laut yang akhirnya menjadi kolong dan pekarangan rumah mereka. Sekarang mereka merasa lebih tenang, karena Pemda juga bermaksud mengeluarkan sertifikat untuk kapling lepas pantai itu, berikut surat izin mendirikan bangunan. Tapi 50 rumah yang dikatakan mengganggu lalulintas kapal tadi, akan tetap digusur. Peringatan Pemda tentang penggusuran itu telah dikeluarkan bertubi-tubi. Bahkan menurut Risda, 25 tahun, sudah lima kali ia menerima surat peringatan dari kantor walikota sejak Februari lalu. Menurut istri pengemudi becak itu ia dan kawan-kawan senasibnya dianjurkan pindah ke luar kota. Tapi sulitnya, katanya, harga tanah yang sama dengan 2« gram emas per mÿFD itu, tidak terjangkau oleh mereka. Karena itu rumah-rumah mereka ditengah laut itu sebagian besar terdiri dari buruh pelabuhan dan pengemudi becak. Namun "kalau pemerintah sudah memerlukan laut ini, kami rela pindah," ujar Halimah yang mendengar bahwa areal laut tempat pemukiman mereka akan dikeruk Pemda. "Tapi," kata Halimah pula, "kalau masih dua tahun lagi baru dikeruk, biarlah kami tinggal di sini selama dua tahun lagi." Kepastian kapan dikeruk tidak disebutkan oleh Kurdi Sudjatmika, Kakanwil Perla I Belawan. Pejabat ini berkata: "Prinsip kami, mereka tak boleh berumah di situ dengan dalih apa pun." Sementara itu menurut Tengku Anwar, Humas Pemda Sibolga, penduduk yang tergusur tidak akan memperoleh penampungan ataupun ganti rugi. Alasan Pemda: 50 rumah itu liar dan sudah lima kali diperingatkan. Lagi pula menurut Tengku Anwar, 50 penghuni rumah di laut itu juga punya rumah di darat. Ini, katanya, berdasarkan penelitian bersama Pemda dan Polri. Tapi Risda membantah keterangan itu. "Kalau kami digusur, berarti kami menjadi gelandangan," tutur Risda. Sebegitu jauh belum nampak tandatanda bahwa Pemda akan segera melakukan penggusuran. Jika pun dilaksanakan kelak, menurut Tengku Anwar akan dilakukan hati-hati. Letak Sibolga yang terjepit antara pantai dan Bukit Barisan memang tidak menguntungkan. Kota yang terletak di perbatasan antara Provinsi Sumatera Utara dan Sumatera Barat itu, luasnya 27 kmÿFD, tapi tanah yang bisa dijadikan tempat permukiman lebih dari 2,8 kmÿFD. Di atas tanah yang tidak seberapa ini berdesak-desak 59.000 jiwa, hingga Sibolga dinyatakan sebagai kota terpadat di Sum-Ut. "Kecuali dua lapangan bola, tanah kosong nyaris tidak ada," ungkap Tengku Anwar. Bukan tidak terpikir untuk memperluas wilayah kota itu. Usul tentang itu bahkan sudah diajukan ke Pusat. Tapi sayang, usaha perluasan Sibolga terbentur pada usaha perluasan Kabupaten Tapanuli Tengah. Menurut Tengku Anwar, "realisasinya butuh waktu lama."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus