SECARA mendadak Departemen Perindustrian di Bangkok membatalkan
kontrak pembangunan pipa gas alam antara Perusahaan minyak
Negara Thailand (PTT) dan Fluor Corp., AS. Kalangan dalam Fluor,
demikian majalah Time (18 Mei), menduga bahwa kesempatan itu
hilang sesudah saingannya menyerahkan di bawah tangan dana US$ 5
juta dalam pembukaan kembali tawarmenawar. Sekalipun di situ tak
disebut penerima dana tersebut, kabinet PM Prem Tinsulanonda
sangat gusar menanggapinya. Buktinya, pekan lalu Menteri
Perindustrian Chatichai Choonhavan mengumumkan pemerintahnya
akan menuntut Time sebesar US$ 10 juta sehubungan dengan cerita
Fluor tadi.
Apa alasannya? Tulisan Time itu dituduhnya "menyesatkan dan
merupakan kekeliruan yang menonjol." Fluor, demikian PTT itu,
dipakai oleh PTT hanya sebagai konsultan proyek pipa gas alam --
bukan kontraktor pembangun. Dari situ Fluor kemudian juga
memohon agar dipakai sebagai konsultan untuk konstruksi pabrik
pemisahan gas alam di Sattahip yang akan menelan US$ 120 juta.
Karena tertarik dengan permohonan itu, PTT kemudian menyatakan
minatnya bekerjasama dengan perusahaan tersebut.
Tapi Fluor, menurut PTT, selanjutnya menaksir pembangunan pabrik
pemisahan gas, jetty, dan fasilitas penyimpanan di Laem Chabang
itu akan menelan US$ 370 juta. Biaya tersebut lebih tinggi US$
250 juta dibanding dengan taksiran semula. PTT tentu saja
menganggap penawaran itu kelewat mahal. Kontrak konsulusi dengan
Fluor -- sebesar US$ 60,2 juta -- juga dinilainya kelewat mahal.
Apa boleh buat, PTT pun tak ingin memperpanjang kontraknya
dengan perusahaan itu yang berakhir 31 Maret.
Tapi sikap itu dikecam pedas oleh Mayor Jenderal Ravee Wanphen,
Ketua Kelompok Demokrasi Militer di Parlemen. "Siapa yang mau
menanam modal dalam keadaan begini?" katanya.
Perekonomian Thailand sedang tidak menggembirakan. Tingkat
pertumbuhan ekonominya turun dari 7,7% (1979) ke 5,3% (1980).
Sementara inflasi berada pada tingkat 22%, harga-harga di
Bangkok diramalkan akan meloncat 30%.
Situasi politik Thailand masih belum stabil, sesudah awal April
lalu Prem menggagalkan usaha kudeta. Dalam keadaan serba tak
menyenangkannya, Prem tentu saja gampang tersinggung, semenura
ia juga tak menginginkan - karena kasus Fluor itu --
pemerintahannya dianggap korup. Maka pemerintahnya menuntut
Time ke pengadilan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini