DUNIA Ketiga dianggap kurang dipahami pandangannya. Maka
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kini menolong mempromosikan
gagasan dan pikiran Dunia Ketiga lebih luas. Sedikitnya 15 koran
terkemuka di dunia - termasuk Le Monde (Paris) dan Asahi Shimbun
(Tokyo) -- sudah diminta menyediakan halaman tambahan
masing-masing untuk maksud itu. Tidak secara gratis, tentunya.
Setidaknya sebagai pengganti ongkos cetak, atau biaya kertas,
PBB kemudian menyalurkan US$ 432 ribu kepada 15 koran tersebut
untuk jangka waktu setahun. Dana itu diperoleh PBB dari Ryoichi
Sasakawa, tokoh bisnis konservatif yang berpengaruh di Jepang.
Adalah Genichi Akatani, bekas Wakil Sekjen PBB urusan Penerangan
Umum yang pada mulanya meminta bantuan itu. Sasakawa 81 tahun,
dermawan yang dikenal antikomunis itu, kemudian memberi US$ 1,25
juta.
Program halaman tambahan atau suplemen (bukan sebagai
advertensi) untuk kepentingan Dunia Ketiga itu muncul pertama
kali pertengahan 1979. Pelaksananya ketika itu koran Frankfurter
Rundschau (Jerman Barat) dan Die Presse (Austria). Banyak
artikel yang dimuat dalam suplemen kedua koran itu ditulis oleh
para pejabat PBB dan sejumlah badan di bawahnya. Tapi keduanya
sekarang tak disertakan lagi dalam program PBB tersebut.
Kesempatan kali ini, sebagian besar justru direbut pers Dunia
Ketiga dan komunis -- kecuali, tentu, Le Monde dan Asahi
Sbimbun. Misalnya Politika (Yugoslavia), Zycie Warszawy
(Cekoslowakia) dan Magyar Nemzet (Hongaria), yang masing-masing
menerima US$ 32 ribu, US$ 40 ribu dan US$ 24 ribu.
Tak jelas bagaimana reaksi Sasakawa, yang dikenal antikomunis,
melihat bantuannya justru mengalir ke pers negara komunis
Secara terbuka ia pernah menyatakan bahwa ia tak akan memberikan
uang sesen pun kepada kaum komunis. Pernah pula (1977 ia
mensponsori konvensi antikomunis sedunia di Tokyo. Tapi mungkin
saja ia kini berubah pendapat.
Sebagian kalangan pers Barat mengecam bahwa pemberian subsidi
itu melanggar kode etik pers. Yasushi Akashi, Wakil Sekjen PBB
urusan Penerangan Umum, yang menggantikan Akatani, mengatakan
kesediaan 15 koran itu menyediakan halaman tambahan justru suatu
pengorbanan demi kepentingan hubungan ekonomi Utara (kelompok
negara industri) dan Selatan (kelompok negara berkembang).
Jacques Fauvet, Direktur Le Monde, juga mengemukakan pendapat
serupa. "Tak ada alasan kami buat menolak uang itu," katanya
kepada New York Times. Adalah Le Monde dan Asahi Shimbun, yang
karena mungkin dianggap punya pengaruh kuat, masing-masing
memperoleh US$ 48 ribu, subsidi terbesar.
Sementara itu Walter Fontura, Pemimpin Redaksi Jornal do Brazil
(Brazilia) dari negara Dunia Ketiga justru menolak pemberian
subsidi US$ 24 ribu. "Kami tak merasa patut menerima segala
bentuk subsidi," katanya. "Subsidi itu hanya akan menimbulkan
kecurigaan terhadap materi artikel yang akan diterbitkan. "
Sekalipun menolak subsidi Jornal do Brazil berjanji akan
menyediakan halaman tambahan untuk menyalurkan pandangan Dunia
Ketiga.
Koran Times dan Guardian (Inggris), New York Times dan
Washington Post (AS), konon juga menolak subsidi itu. Pendeknya,
pers AS dan Inggris umumnya menunjukkan sikap berprasangka,
tidak suka terhadap pemberian subsidi itu. Subsidi itu suatu
upaya pembatasan kebebasan, demikian alasannya. "Marilah kita
catat," tulis Le Monde, "itu merupakan bagian kampanye pers AS
dan Inggris yang tidak setuju terhadap rencana PBB menolong
Dunia Ketiga."
Sekalipun pers AS dan Inggris menunjukkan sikap kurang senang,
pemerintah kedua negara itu dan banyak negara Barat lainnya
mendukung program PBB itu. Charles Lichtenstein, jurubicara
wakil delegasi AS di PBB, bahkan menganjurkan penambahan dana
untuk program PBB itu. Tapi dia jelas tidak menyetujui jika
penyaluran bantuan seseorang (Sasakawa dalam hal ini) memakai
nama PBB.
Dipersulit
Kini dana dari Sasakawa itu masih bersisa sekitar US$ 800 ribu.
Sisa itu, menurut Akashi, akan dipakai membiayai perjalanan dan
pertemuan berkala redaktur kelima belas koran tadi. Persoalan
bagi PBB, jika program penerangan Dunia Ketiga ini mau
dilanjutkan, ialah bagaimana mengumpulkan dana.
Sementara itu 60 organisasi pemberitaan (termasuk AP, UPI,
Reuters dan AFP) dari 24 negara, pekan lalu bertemu di
Talloires, Prancis. Pertemuan yang disponsori World Press
Freedom Committee itu kemudian dalam suatu deklarasi menentang
Orde Informasi dan Komunikasi Dunia Baru, suatu produk
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB
(Unesco). Deklarasi Talloires terutama menolak rencana Unesco
yang mengharuskan wartawan memiliki izin kerja (dari pemerintah
setempat). Dan jika sistem izin kerja itu dilaksanakan, menurut
deklarasi tersebut, wartawan akan dipersulit memperoleh fakta,
dan arus informasi akan terhalang.
Orde Informasi dan Komunikasi Dunia Baru Unesco ditelurkan di
Beograd 28 Oktober 1980. Sebagian besar dari 15 3 anggotanya
--kebanyakan dari Dunia Ketiga dan Komunis -- jelas mendukung
orde itu. Tapi pers Barat, terutama yang dari AS dan Jerman
Barat, dengan keras menentangnya. Jadi, tak heran kenapa pers
Barat cenderung menolak, bahkan mencurigai usaha PBB
mempromosikan Dunia Ketiga lewat program subsidi tadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini