Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penusukan pada novelis Salman Rushdie, 75 tahun, pada Jumat, 12 Agustus 2022, membuat geger dunia penulisan. Kondisi Rushdie sekarang terus membaik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rushdie adalah penulis yang membuat buku ‘the Satanic Verses’ pada 1988. Bukunya mengundang kontroversi karena banyak Muslim yang menganggap novel tersebut menghina Islam. Salah satunya, mereka keberatan karena ada dua pelacur dalam buku itu diberi nama seperti istri Nabi Muhammad SAW.
Rushdie diserang di atas panggung ketika akan mengisi sebuah acara sastra di Institusi Chatauqa New York. Pelaku penusukan merupakan seorang laki-laki asal New Jersey, Hadi Matar, 24 tahun.
Mengutip Insider, Salman Rushdie diklaim ditikam sebanyak 10 kali oleh sang pelaku. Polisi mengatakan, pengarang novel Ayat-ayat Setan itu ditikam di leher serta perut.
Sebelum perkara penusukan kemarin, Salman Rushdie sejatinya telah sering menerima ancaman semenjak menelurkan buku The Satanic Verses atau diterjemahkan Ayat-ayat Setan. Karyanya yang terbit pada 1988 tersebut dianggap menghina Islam dan Nabi Muhammad oleh sejumlah ulama.
Penerbit pertama The Satanic Verses, Viking Penguin, ditekan untuk menyetop distribusi novel. Pelarangan buku ini menyebar ke sejumah negara, terutama yang sebagian besar berpenduduk muslim seperti Bangladesh, Sudan, Sri Lanka, hingga Indonesia. Unjuk rasa anti-Rushdie pun menjalar ke berbagai penjuru, salah satunya terjadi di Inggris.
Selain Rushdi, berikut tiga kasus terkait protes atas nama penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW, ada yang sampai memakan korban jiwa.
1.Nedim Gursel
Gursel adalah penulis asal Turki yang dibawa ke persidangan di Istanbul pada 2009 setelah menerbitkan sebuah novel tentang kelahiran Islam. Kendati sudah menekankan novelnya itu fiksi dan hasil penelitian yang ekstensif serta konsultasi dengan para pemuka agama kalau yang dilakukan Gursel tidak termasuk penghujatan, Gursel tetap dituduh novelnya menghasut kebencian agama.
Gursel menulis novel berjudul ‘The Daughters of Allah’, yang diterbitkan pada 2008. Dia mengatakan novel itu mempertanyakan sejumlah gagasan dan kekerasan dalam Islam, tanpa niat mempermalukan nilai-nilai agama.
Kasus ini dibawa ke meja hijau setelah seorang warga Turki mengkomplain kalau Gursel telah menggunakan bahasa yang tidak sepatutnya untuk menyerang Nabi Muhammad SAW, istri-istrinya dari Quran.
Seniman Swedia, Lars Vilks, yang pernah membuat karikatur Nabi Muhammad, ambil bagian dalam diskusi kebebasan berbicara di Helsinki, 14 April 2015. Umat Muslim di sejumlah negara yang keberatan dengan kartun Lars sempat membuat menggelar aksi protes. REUTERS/Vesa Moilanen
2.Lars Vilks
Vilks adalah seniman asal Swedia, yang telah memicu kontroversi di dunia pada 2007 silam. Dia dituduh melakukan penistaan agama kerena gambar Nabi Muhammad yang dibuatnya.
Nama Vilks mencuat ketika ia membuat kartun menghina Nabi Muhammad yang digambarnya sebagai kepala dengan tubuh seekor anjing. Dia adalah teman lama kartunis Denmark yang pernah menghebohkan dengan sebuah kartun Nabi pada 2005.
Vilks, 75 tahun, tewas dalam sebuah sebuah kecelakaan mobil di wilayah selatan Kota Markaryd. Vilks hidup dalam perlindungan kepolisian sejak mempublikasi gambar Nabi SAW.
Di rumahnya di Swedia, Lars Vilks, dijaga satu regu polisi bersenjata lengkap selama 24 jam. Saat berada di Denmark, dia diikuti pengawal dari dinas rahasia Swedia.
Dia meninggal saat melakukan perjalanan dengan sebuah mobil polisi, yang kemudian bertabrakan dengan sebuah truk. Dalam musibah itu, dua aparat Kepolisian Swedia juga tewas.
“Ini adalah sebuah kecelakaan tragis. Penting bagi kami agar melakukan apa pun yang bisa dilakukan untuk menginvestigasi apa yang terjadi dan apa yang menyebabkan kecelakaan. Kecurigaan awal, tidak ada orang yang dijadikan tersangka karena terlibat dalam kecelakaan ini,” demikian keterangan Kepolisian Swedia.
Halaman depan Charlie Hebdo terlihat di kios surat kabar di Paris pada hari pembukaan persidangan serangan pria bersenjata di kantor tersebut, di Paris, Prancis, 2 September 2020. Sidang berlangsung dari 2 September hingga 10 November. REUTERS/Christian Hartmann
3.Majalah Charlie Hebdo
Ekstrimis yang terafiliasi dengan jaringan Al Qaeda menyerbu kantor majalah mingguan asal Prancis, Charlie Hebdo pada Januari 2015 gara-gara membuat kartun Nabi Muhammad dengan gambar melecehkan. Di luar Prancis, tak banyak faham dengan publikasi Charlie Hebdo meski pun sudah berdiri sejak 1970-an.
Sekitar 12 staf majalah itu, tewas dalam penyerangan tersebut. Kejadian ini pun menggemparkan dunia.
Setelah kejadian pembantaian tersebut, ada banyak hal berubah. Warga Prancis turun ke jalan dengan menuliskan jargon ‘Je suis Charlie’ (saya Charlie) untuk menunjukkan rasa soliaritas.
Pada September 2020, majalah mingguan asal Prancis Charlie Hebdo kembali menjadi sorotan setelah mencetak ulang parodi kartun Nabi Muhammad SAW untuk memperingati dimulainya persidangan 14 pelaku teror pada media itu. Tindakan Charlie Hebdo itu menuai protes dan kecaman.
Di Pakistan sudah dua kali unjuk rasa memprotes tindakan Charlie Hebdo mencetak ulang kartun Nabi Muhammad SAW. Pada unjuk rasa Senin, 7 September 2020, ada puluhan ribu orang turun ke jalan memenuhi kota Peshwar. Sedangkan di Iran, Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyebut ada kemunculan kembali dosa yang tak termaafkan menyindir tindakan majalah Charlie Hebdo.
Sumber: www.nytimes.com | www.dawn.com | washingtonpost.com
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.