Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sejahtera Keluarga Berkat Tanaman Obat

Warga Genteng Candirejo memproduksi minuman herbal menggunakan tanaman obat keluarga. Usaha rumahan kampung kreatif itu sudah memiliki pasar.

2 Januari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kampung Herbal di Genteng Candirejo di Kecamatan Genteng, Kota Surabaya, Jawa Timur, 29 Desember 2021. TEMPO/Kukuh S. Wibowo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Warga Genteng Candirejo memproduksi minuman herbal, seperti beras kencur, temulawak, sinom, kunyit asam, hiingga sari belimbing wuluh, sejak 2009.

  • Produk minuman herbal tersebut mengantongi izin edar dan hak cipta serta memenuhi syarat kesehatan untuk dikonsumsi.

  • Kampung Herbal di Kabupaten Bogor berkolaborasi dengan perusahaan obat.

SUNARTI baru saja mengangkat rebusan bahan jeli dari panci ketika telepon selulernya berdering, Rabu sore lalu. Warga Jalan Genteng Candirejo Nomor 48, RT 02, RW 08, Kelurahan Genteng, Kecamatan Genteng, Surabaya, itu bercakap-cakap dengan seseorang di ujung telepon. “Orang mau mengambil pesanan degan jeli,” katanya kepada Tempo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Degan jeli merek Gentong merupakan produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) buatan Sunarti. Bentuknya berupa minuman air kelapa muda dicampur jeli yang dikemas dalam botol plastik. Perempuan berusia 40 tahun itu memproduksi degan jeli sejak lima tahun lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, Sunarti memproduksi minuman herbal sinom. Bahan bakunya yang berupa daun asam dipetik dari pohon yang ia tanam di pot. Usaha tersebut dirintis sejak 2008. Namun, karena banyak minuman serupa, produk Sunarti sulit berkembang.

Sunarti kemudian membuat degan jeli sebagai sampingan dari produk sinom. Tak dinyana, produk itu justru berkembang karena banyak peminatnya. Sebelum pandemi Covid-19 melanda, dia bisa memproduksi 150 botol degan jeli per hari dan dijual dengan harga Rp 8.000 per biji.

Kampung Herbal di Genteng Candirejo, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya, Jawa Timur, 29 Desember 2021. TEMPO/Kukuh S. Wibowo

Sunarti melayani pembelian degan jeli secara online. Selain itu, produknya dipajang di tempat-tempat yang disediakan Pemerintah Kota Surabaya, seperti di Gedung Siola, Kebun Binatang Surabaya, Terminal Joyoboyo, dan MERR C. Ia memasok degan jeli ke tempat-tempat tersebut setiap hari. “Sinom tidak saya tinggalkan. Kalau ada yang pesan, tetap dilayani,” katanya.

Sunarti merupakan satu dari 16 pelaku UMKM di Genteng Candirejo. Dari jumlah tersebut, sebanyak 12 UMKM memproduksi minuman herbal dan sisanya memproduksi kue. Minuman herbal yang mereka produksi antara lain beras kencur, temulawak, sinom, kunyit asam, sari belimbing wuluh, sari kacang hijau, dan sari jahe. Sebagian bahan bakunya diambil dari tanaman obat keluarga (toga) dalam pot di depan rumah masing-masing. Sisanya dibeli di luar.

Rumah-rumah di sepanjang gang Genteng Candirejo memiliki toga. Tumbuhan itu ditanam dalam pot karena sempitnya lahan. Salah seorang warga Genteng Candirejo, Titin, mempunyai beberapa pot yang ditanami pohon asam berbentuk bonsai. Ia memanfaatkan daun muda asam itu untuk membuat sinom.

Ketua RT 02 RW 08, Kelurahan Genteng, Syahri, menuturkan kini warganya bisa memperoleh penghasilan tambahan sejak usaha minuman herbal tersebut mendapatkan pasar. Namun, menurut Syahril, untuk menyandang status sebagai kampung herbal seperti saat ini tidaklah mudah.

Kampung Herbal di Genteng Candirejo, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya, Jawa Timur, 29 Desember 2021. TEMPO/Kukuh S. Wibowo

Penggagas kampung herbal Genteng Candirejo itu menuturkan, pada 2007, pengurus RT memiliki program satu rumah lima tanaman obat dan satu tanaman lindung. Tujuannya untuk mencukupi kebutuhan obat herbal mandiri bila ada yang terserang penyakit.

Setelah program itu berjalan satu tahun, warga setempat memiliki ide mengembangkan tanaman obat tersebut untuk produk minuman. “Kami merespons permintaan warga itu dengan meminta Dinas Pertanian Pemerintah Kota Surabaya memberi pelatihan pembuatan produk minuman herbal,” kata Syahri saat ditemui di balai pertemuan Genteng Candirejo.

Warga Genteng Candirejo mulai bisa memproduksi minuman herbal pada 2009. Dinas Kesehatan Kota Surabaya menyatakan produk rumahan tersebut memenuhi syarat kesehatan untuk dikonsumsi. Namun persoalan muncul ketika minuman itu akan dipasarkan. Penyebabnya, masyarakat belum mengantongi izin edar dan label halal. Syahri bersama pengurus kelurahan serta kecamatan pun berupaya membantu warga mendapatkan izin edar sekaligus hak cipta dan berhasil.

Masalah berikutnya adalah belum terbukanya pasar bagi minuman herbal rumahan itu. Syahri kemudian menghubungi Dinas Perdagangan Kota Surabaya. Dinas turun membantu memasarkan produk rumahan itu di gerai-gerai UMKM milik pemerintah kota. Bahkan Pemerintah Kota Surabaya juga mencarikan pasar melalui penjualan online. Warga Genteng Candirejo juga menjadikan minuman herbal itu sebagai sajian sekaligus oleh-oleh bagi tamu yang berkunjung.

Masalah lainnya ialah modal. Pelaku usaha kecil baru itu belum memiliki dana cukup untuk mengembangkan produk minuman herbal. “Dengan kolaborasi-kolaborasi, masalah permodalan ini bisa kami pecahkan,” tutur Syahri.

Sebagian besar UMKM kampung herbal Genteng Candirejo mulai berjalan pada 2010. Toga warga setempat juga kian banyak. Pemkot Surabaya kemudian memberi predikat kampung herbal kepada Genteng Candirejo.

Kampung Herbal di Genteng Candirejo, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya, Jawa Timur, 29 Desember 2021. TEMPO/Kukuh S. Wibowo

Syahri menerangkan, semua warga Genteng Candirejo, termasuk yang tidak memiliki usaha minuman herbal, dilibatkan untuk mengelola kampung kreatif tersebut. Walhasil, kampung itu tetap terawat, bersih, indah, dan rapi. “Kami bisa meraih predikat itu karena semua warga terlibat di dalamnya.” 

Sayangnya, Covid-19 sempat memukul penjualan produk minuman herbal kampung itu. Penjualan produk rumahan itu anjlok hingga 60-70 persen lantaran banyak gerai yang biasanya bisa dititipi produk tersebut tutup. Tapi kini usaha mereka pelan-pelan mulai bangkit.

Geliat kampung herbal juga ada di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasinya di Villa Permata Mas, Desa Bojong Nangka, Kecamatan Gunung Putri. Kampung herbal tersebut diresmikan oleh Bupati Bogor Ade Yasin pada 23 November 2021.

Warga setempat menanam beragam tanaman herbal, seperti jahe merah, serai, dan lengkuas. Mereka juga menanam sayuran hidroponik, seperti selada, tomat, dan cabai.

Ade menjelaskan, pengelolaan kampung herbal itu merupakan hasil kerja sama Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Bogor dengan PT Bintang Toedjoe. Perusahaan itu, menurut Ade dalam sebuah siaran pers, memberikan bibit tanaman untuk ditanam oleh warga setempat. Hasil panennya kemudian dijual kembali ke produsen obat-obatan itu. “Ini suatu kolaborasi yang luar biasa.” 

KUKUH S. WIBOWO (Surabaya) | GANGSAR PARIKESIT
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Gangsar Parikesit

Gangsar Parikesit

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014. Liputannya tentang kekerasan seksual online meraih penghargaan dari Uni Eropa pada 2021. Alumnus Universitas Jember ini mendapatkan beasiswa dari PT MRT Jakarta untuk belajar sistem transpotasi di Jepang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus