Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Modal Awal sebagai Pemikat

Pemerintah merangsang masuknya modal asing melalui pemberian modal senilai total Rp 75 triliun kepada LPI.

26 Januari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menko Maritim Luhut Pandjaitan menerima proposal pembentukan Sovereign Wealth Fund dari pemerintah Uni Emirat Arab di Abu Dhabi, 17 September 2019. maritim.go.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemilik modal asing mengapresiasi keberanian pemerintah menyuntikkan dana besar kepada LPI.

  • Kebutuhan investasi di sektor infrastruktur mencapai Rp 6.445 triliun.

  • Ada risiko perebutan dana investasi antara LPI dan swasta lokal yang juga mencari modal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Konsep Lembaga Pengelola Investasi (LPI) yang tengah dibangun pemerintah sekilas mirip dengan lembaga sejenis di beberapa negara. Namun pemerintah melakukan inovasi untuk merangsang masuknya modal asing melalui pemberian modal senilai total Rp 75 triliun kepada LPI. Sebanyak Rp 15 triliun dari modal tersebut akan diberikan dalam bentuk tunai pada 2021.

Mantan Presiden Direktur Lembaga Pembiayaan Investasi Non-Anggaran Pemerintah (PINA), Ekoputro Adijayanto, optimistis modal awal senilai US$ 5 miliar lebih yang disiapkan pemerintah untuk LPI akan mengundang minat pemodal. Pemilik modal asing, kata dia, mengapresiasi keberanian pemerintah melepas uang jumbo untuk lembaga yang baru berdiri. “Investor asing senang karena regulator kita dianggap mau mengambil risiko seperti mereka,” ucapnya kepada Tempo, kemarin. 

Eko, yang sekarang menjabat Staf Khusus Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, menyebutkan langkah pertama LPI akan lebih mudah daripada lembaga yang dipimpinnya dulu. PINA, yang berada di bawah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, hanya bertugas mencari pembiayaan untuk proyek dalam negeri, sedangkan LPI mengantongi dana sendiri.

Perbedaan lainnya adalah PINA tak dibekali modal dan tidak melakukan investasi. Peran sebagai pelobi investasi ini juga dimiliki Badan Koordinasi Penanaman Modal. “Makanya saat PINA mendekati investor, masih ditanya kenapa pemerintah tidak mendanai sendiri proyeknya. Dengan LPI, mereka semakin yakin untuk memodali,” ucap Eko.

Dia menuturkan, badan manajemen investasi alias sovereign wealth fund seperti LPI dibentuk untuk menebar maupun memburu investasi, tergantung kebutuhan negara pemiliknya. Khusus untuk LPI, ujar dia, bertindak sebagai entitas yang memancing pendanaan alternatif agar beban finansial negara tidak semakin berat.

Dalam rapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat, kemarin, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan LPI Indonesia akan mirip dengan National Investment and Infrastructure Fund (NIIF) India. Kemampuan pendanaan yang dikantongi lembaga itu mencapai US$ 3 miliar, baik dari lingkup internal pemerintah maupun penanaman modal asing.

Dengan tujuan menggandeng mitra investasi, operasionalisasi NIIF diawasi oleh komite yang diketuai menteri keuangan India. "Barangkali ada miripnya dengan yang sedang kita bangun," ujar Sri Mulyani.

Sama dengan LPI, NIIF juga menggunakan dua sumber pendanaan, yakni lingkup internal pemerintah dan investasi asing langsung. Dana itu kemudian dibenamkan ke proyek-proyek infrastruktur jangka panjang melalui skema investasi bersama dengan mitra investor. Pola kerja yang sama diterapkan oleh Russian Direct Investment Fund (RDIF). Hingga September 2020, RDIF telah menarik investasi asing senilai US$ 30 miliar. Kemampuan pendanaan lembaga itu pun menembus US$ 10 miliar.

Pekerja pembangunan infrastruktur Jalan Tol Layang Dalam Kota ruas Kelapa Gading-Pulo Gebang di kawasan Kelapa Gading, Jakarta, 15 Oktober 2020. Tempo/Tony Hartawan

Kementerian Keuangan mengestimasi kebutuhan investasi di sektor infrastruktur kini mencapai Rp 6.445 triliun. "Kalau ingin terus meningkatkan infrastruktur dengan hanya bersandar kepada instrumen utang, kita akan mengalami kondisi leverage (tingkat utang) yang semakin tinggi," ucap Sri Mulyani.

Berbeda dengan LPI yang mengumpulkan dana swasta, beberapa lembaga investasi di negara lain menggunakan dana negara untuk menggarap proyek di dalam dan luar negeri. Norwegia, misalnya, melalui Norwegian Oil Fund yang mengelola aset US$ 1 triliun dari hasil produksi minyak bumi, berfokus pada investasi jangka panjang di proyek-proyek internasional.

Negeri jiran, Malaysia, memiliki Khazanah Nasional Malaysia yang memiliki kemampuan pendanaan dari kantong sendiri sebesar US$ 42 miliar. Nama Government of Singapore Investment Corporation, yang dibentuk pemerintah Singapura pada 1981, populer sebagai pemodal asing di berbagai negara tujuan investasi. Aset lembaga permodalan Singapura ini berkisar US$ 440 miliar yang berasal dari dana internal.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira Adhinegara, menyarankan LPI tak menawarkan lagi proyek-proyek kemitraan lama yang sebelumnya pernah dijajakan kepada investor global. “Kalau sama, berpotensi membuat crowding out effect alias perebutan dana investasi antara LPI dan swasta lokal yang juga mencari modal.” 

CAESAR AKBAR | GHOIDA RAHMAH

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus