Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
PPATK melacak transaksi mencurigakan pada lebih dari enam ribu rekening milik caleg DPR, DPRD tingkat I, dan DPRD tingkat II..
Aliran kas janggal itu diduga untuk dana kampanye para politikus aneka partai itu di Pemilu 2024.
Di antara transaksi janggal tersebut adalah aliran uang dari bank perkreditan rakyat di Jawa Tengah kepada pengurus Partai Gerindra di provinsi yang sama.
JAKARTA — Pernyataan Ivan Yustiavandana pada Kamis, 14 Desember lalu, sudah cukup menambah pekerjaan rumah bagi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) itu mengungkapkan bahwa lembaganya mengendus lonjakan transaksi mencurigakan yang ditengarai mengalir ke dana kampanye peserta Pemilihan Umum 2024. Namun pemberitaan Tempo pada Sabtu lalu, dua hari setelah Ivan menyampaikan woro-woro ke awak media, bikin para pejabat di Bawaslu tambah pusing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Temuan aliran dana dari BPR itu isu sensitif. Rencananya Ketua (Bawaslu) akan menggelar konferensi pers besok sore (hari ini)," kata seorang pejabat Bawaslu kepada Tempo pada Ahad, 17 Desember 2023.
BPR yang dimaksudkan merupakan sebuah bank perkreditan rakyat di Jawa Tengah. Pemberitaan Tempo pada Sabtu lalu mengungkap dugaan aliran dana pinjaman dari bank tersebut kepada sekelompok debitor. Duit kredit itu belakangan diduga dikumpulkan ke seorang pengusaha untuk kemudian dialirkan lagi ke sejumlah korporasi dan koperasi.
Persoalannya, korporasi dan koperasi di hilir aliran duit tersebut ditengarai terafiliasi dengan sejumlah pentolan Partai Gerindra di daerah. Kepada Tempo, pejabat Bawaslu membenarkan bahwa lembaganya telah menerima laporan dari PPATK. Namun dia belum bersedia menjabarkan detailnya.
Dia hanya memastikan bahwa laporan PPATK yang diterima Bawaslu tak hanya memuat transaksi mencurigakan di pusaran politikus Gerindra, tapi juga banyak dari partai politik lainnya. "Kami sedang memeriksanya secara hati-hati. Sekali lagi, tahu sendiri, ini sensitif," kata sumber Tempo itu seraya menyarankan agar menunggu penjelasan lebih lanjut dari pimpinannya hari ini.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana di kantor PPATK, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Transaksi janggal yang berhulu dari pinjaman BPR di Jawa Tengah itu memang hanya sebagian dari temuan PPATK yang tengah memantau dana kampanye peserta Pemilu 2024. Kamis pekan lalu, Ketua PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan bahwa lembaganya telah menemukan triliunan rupiah aliran dana janggal yang diduga untuk kampanye pemilu.
Kepada Tempo, Ivan mengatakan transaksi mencurigakan tersebut terlacak pada lebih dari 6.000 rekening peserta pemilu dan pengurus partai politik. “Temuan aliran transaksi keuangan yang janggal itu besar sekali dan sangat signifikan,” ujarnya pada Jumat, 15 Desember lalu. “Kami masih terus mendalami.”
Ivan mengaku telah menyampaikan temuan ini kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu. "Jika terkait pidana, akan kami sampaikan kepada aparat penegak hukum."
Indikasi Politik Uang dan Pencucian Uang
Pelaksana tugas Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hantono, mengungkapkan bahwa temuan ini merupakan hasil proses penelusuran lembaganya setahun terakhir. PPATK menelusuri transaksi pada rekening khusus dana kampanye (RKDK) partai politik, rekening pengurus partai, dan rekening para calon anggota DPR maupun DPRD yang terdata di Daftar Calon Tetap (DCT) KPU.
PPATK menemukan anomali lonjakan transaksi di ribuan rekening tersebut. “Dari beberapa kasus yang ditemukan memang kami duga dana itu diberikan untuk persiapan kontestasi pemilu yang sekarang,” kata Danang.
Danang mengatakan, aliran dana di rekening para pengurus partai dan caleg menembus Rp 1 triliun. Hal ini janggal, bukan hanya karena melonjak tiba-tiba, tapi juga jauh melampaui besaran dana dalam RKDK partai. Rendahnya saldo RKDK partai itu tak sebanding pula dengan mulai maraknya penyebaran alat peraga kampanye dan penyelenggaraan pertemuan yang mendatangkan banyak orang. “Jadi aneh. Di RKDK saldonya kecil, tapi kalau mau dibandingkan antara spanduk yang telah terpasang, pengerahan massa yang telah dilakukan, tidak sesuai,” ujarnya.
Menurut dia, besaran transaksi mencurigakan di setiap rekening yang kali ini menjadi sorotan lembaganya berbeda-beda. Sebagian bisa mencapai puluhan miliar rupiah per individu. Ada pula yang berkisar Rp 1 miliar atau bahkan kurang. Transaksi yang terpantau juga berupa penukaran mata uang rupiah ke denominasi yang lebih kecil. "Yang dipecah jadi kecil-kecil ini kami duga untuk politik uang," kata Danang.
Karena itu, PPATK melaporkan temuan ini kepada KPU dan Bawaslu. Danang berharap lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu tersebut mengantisipasi praktik-praktik yang mencederai pesta demokrasi. "KPU sebenarnya bisa mulai menunjuk kantor akuntan publik untuk memantau kewajaran pergerakan uang di dana kampanye pemilu kali ini," kata dia. "Bawaslu jelas harus mengantisipasi potensi politik uang itu."
Pekerja menyelesaikan produksi kalender bergambar calon legislator dalam Pemilu 2024 di sentra percetakan Bungur, Senen, Jakarta, 11 Desember 2023. ANTARA/Aditya Pradana Putra
Di sisi lain, Danang menjelaskan, penelusuran lembaganya juga mengendus indikasi transaksi yang bersumber dari tindak kejahatan. Dana dari praktik pertambangan ilegal hanya satu di antaranya. Beberapa aliran dana juga ditengarai beririsan dengan praktik perdagangan satwa liar, perambahan hutan, korupsi, dan pencucian uang atas tindak pidana lainnya. "Hingga pengumpulan dana kredit dari bank negara. Macam-macam," ujarnya. "Undang-Undang Pemilu clear, peserta pemilu tidak boleh menerima sumbangan dari hasil tindak pidana."
Danang menolak menjabarkan lebih detail hasil temuan lembaganya, termasuk ketika disinggung ihwal dugaan aliran dana dari sebuah BPR di Jawa Tengah yang bermuara ke sejumlah perusahaan afiliasi politikus Gerindra. Dia juga enggan berkomentar ketika ditanyai soal potensi kejanggalan serupa pada pendanaan kampanye pemilihan presiden. "Kami tidak mau masuk ke urusan politik," kata dia. "Pemeriksaan ini pure melihat transaksi keuangan dan mendeteksi dugaan tindak pidananya saja."
Dari Pinjaman Bank ke Perusahaan Politikus
Seorang penegak hukum dan seorang penyelenggara pemilu yang mengetahui detail laporan PPATK itu membenarkan soal pemberitaan awal Tempo, Sabtu lalu. Bank perkreditan rakyat yang menjadi salah satu sorotan dalam laporan tersebut adalah PT BPR Bank Jepara Artha (Perseroda). BPR milik Pemerintah Kabupaten Jepara ini, kata dua sumber Tempo, tercatat mengalokasikan plafon kredit sekitar Rp 102 miliar untuk 27 debitor dalam kurun waktu 2022-2023.
Plafon kredit tersebut mulai terendus sebagai transaksi mencurigakan karena dicairkan tunai dalam waktu berdekatan. Dana pinjaman ini belakangan terdeteksi disetorkan kembali ke rekening seseorang dengan inisial MIA, yang diduga sebagai simpatisan sebuah partai. Nilai uang yang masuk ke rekening MIA itu mencapai Rp 94 miliar.
Dana yang bersumber dari kredit BPR Jepara Artha tak berhenti di sana. MIA terdeteksi mengirim duit di rekeningnya ke sejumlah individu, perusahaan, dan koperasi. Setidaknya tiga korporasi tercatat menerima dana MIA, yaitu PT Boga Halal Nusantara, PT Panganjaya Halal Nusantara, dan PT Bumi Manfaat Gemilang. Sedangkan badan hukum koperasi yang ditengarai ikut menerima aliran dana adalah Koperasi Garudayaksa Nusantara. "Cek saja koperasi itu, sudah jelas ke mana arahnya," kata seorang penegak hukum.
Bank Perkreditan Rakyat Jepara Artha. Dok. BPR Jepara Artha
Akta perusahaan PT Boga Halal Nusantara dan PT Panganjaya Halal Nusantara, yang disahkan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, mencatat dua nama pemegang saham yang sama. Seorang di antaranya adalah Sudaryono, pria kelahiran Grobogan, 23 Januari 1985, yang tercatat sebagai komisaris. Dia adalah mantan Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra yang baru didapuk menjadi Ketua DPD Gerindra Jawa Tengah pada Oktober lalu. Sudaryono juga tercatat sebagai Sekretaris Umum Koperasi Garudayaksa Nusantara, koperasi primer nasional yang juga diprakarsai oleh Prabowo Subianto.
Sedangkan sebagian saham lain di kedua perusahaan tersebut dikempit oleh FOS, seorang politikus Gerindra di Nusa Tenggara Timur. Keberadaan MIA muncul di Panganjaya sebagai direktur tanpa kepemilikan saham. MIA juga adalah pemegang saham mayoritas di PT Bumi Manfaat Gemilang. FOS dan MIA ditulis dalam inisial dalam pemberitaan ini karena belum dapat dimintakan klarifikasi.
Seorang penegak hukum mengatakan transaksi mencurigakan itu masuk dalam laporan PPATK karena kredit dari BPR Jepara Jaya diduga bermasalah. “Intinya, ini semula seperti kredit macet dari BPR,” kata dia.
Menurut dia, hasil penelusuran PPATK menemukan duit dari rekening-rekening penerima dana telah ditukarkan ke pecahan kecil. Sebagian dana terdeteksi dipakai untuk pembelian sembako. "Diduga sembako itu untuk kepentingan kampanye," ujarnya.
Kantor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan di Jakarta Pusat. ppatk.go.id
Sudaryono tak merespons upaya Tempo untuk memberi klarifikasi ihwal dugaan aliran dana ke dua perusahaannya dan Koperasi Garudayaksa Nusantara yang berasal dari penyaluran kredit BPR Bank Jepara Artha. Dia tidak mengangkat telepon dan tidak menjawab pesan yang berisi pertanyaan rinci ihwal temuan PPATK ini. Begitu pula Direktur Utama PT BPR Bank Jepara Artha, Jhendik Handoko, tak merespons panggilan dan pesan Tempo soal kredit bermasalah di bank yang ia pimpin.
Sementara itu, upaya Tempo meminta konfirmasi perihal temuan PPATK tersebut ke sejumlah pengurus teras Partai Gerindra juga tak membuahkan hasil. Mereka, seperti Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon dan Budi Djiwadono, Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani, serta anggota Dewan Pembina Gerindra Andre Rosiade, kompak tak menjawab pertanyaan Tempo.
Sedangkan Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Rosan Roeslani, enggan berkomentar ihwal temuan PPATK itu. "Itu tanya saja ke bendahara parpolnya," kata Rosan ketika ditemui di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, kemarin. Dia menyatakan hanya berfokus dalam urusan kampanye.
Desakan ke Penyelenggara dan Pengawas Pemilu
Sejumlah kalangan mendesak Bawaslu segera menindaklanjuti temuan PPATK itu. Bawaslu juga diharapkan bisa membuka laporan tersebut ke publik. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. ikut bersuara. Calon wakil presiden yang mendampingi Ganjar Pranowo itu meminta Bawaslu menyelidiki laporan dana kampanye ilegal temuan PPATK. “Bawaslu harus menyelidiki itu dan mengungkap itu uang apa,” kata dia, kemarin.
Menurut Mahfud, duit haram semacam itu biasanya berasal dari tindak pidana pencucian uang. Untuk menelusuri dugaan transaksi janggal dana kampanye itu, kata dia, Bawaslu bisa memeriksa rekening dari penerima aliran duit yang tidak sah dalam penerimaan dana politik. “Jadi, jangan diam Bawaslu-nya. Saya giring itu untuk diperiksa.”
Kapten Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Muhammad Syaugi, juga menyatakan hal serupa. Dia berharap temuan PPATK itu segera ditelusuri dan diproses hukum. “Selama itu ada bukti dan faktanya, silakan diproses hukum, tak ada masalah bagi kami,” kata Syaugi.
Komisioner Bawaslu Puadi menyatakan belum bisa berkomentar banyak. Dia hanya membenarkan bahwa lembaganya telah menerima dokumen laporan dari PPATK. "Sedang kami pelajari karena baru kami terima,” ujar Puadi.
Adapun Komisioner KPU Idham Holik menyatakan lembaganya telah menerima segepok data dalam bentuk salinan fisik dari PPATK soal transaksi keuangan mencurigakan. Dalam dokumen yang diterima KPU pada 12 Oktober lalu tersebut, PPATK mengungkapkan adanya aliran dana ratusan miliar rupiah pada rekening bendahara salah satu partai politik pada periode April-Oktober 2023. “PPATK menjelaskan bahwa transaksi keuangan tersebut berpotensi akan digunakan untuk penggalangan suara yang akan merusak demokrasi Indonesia,” kata Idham. “Transaksi tersebut bernilai lebih dari setengah triliun rupiah.”
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idham Holik menggelar konferensi pers ihwal Pendaftaran Partai Politik Peserta Pemilu 2024, di Gedung KPU RI, Jakarta, 1 Agustus 2022. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Meski demikian, menurut Idham, laporan aliran dana janggal yang diserahkan kepada KPU itu hanya bersifat gelondongan. PPATK tidak memberikan rincian sumber dan penerima transaksi keuangan tersebut. “PPATK hanya memberikan jumlah total data transaksi keuangan perbankan,” ujarnya. “Jadi, kami tidak bisa memberikan komentar lebih lanjut.”
Kendati demikian, Idham mengingatkan peserta pemilu agar mematuhi regulasi pemilu soal sumbangan dana kampanye. Bagi peserta pemilu yang menggunakan dana kampanye melampaui batas maksimal atau berasal dari sumber terlarang bakal dikenakan sanksi pidana. “Tapi soal temuan ini memenuhi unsur dugaan pelanggaran aturan dana kampanye atau tidak, Bawaslu-lah yang otoritatif," kata dia.
Pola Berlanjut Karena Dibiarkan
Peneliti Transparency International Indonesia, Sahel Al Habsyi, mengatakan temuan PPATK muncul karena lemahnya komitmen negara dalam pemberantasan korupsi. Sebab, temuan PPATK itu sebenarnya bukan persoalan baru, melainkan telah muncul pada pemilu dan pemilihan kepala daerah sebelumnya. “Hanya, negara enggan merespons dengan melakukan perbaikan. Artinya, banyak di antara mereka yang sebenarnya menikmati situasi ini,” ujarnya.
Sahel mendesak Bawaslu, KPU, dan aparat penegak hukum bergerak cepat menindaklanjuti temuan PPATK itu. Dia berharap penyelenggara pemilu transparan dalam menangani persoalan ini. “Transparansi dana kampanye ini tidak lagi boleh ditawar-tawar. Biarkan seluruh masyarakat ikut mengawasi," kata dia. Amat disayangkan, menurut Sahel, sampai dengan saat ini hanya laporan awal dana kampanye (LADK) pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dapat diamati oleh publik. Sedangkan peserta pemilu lainnya belum dipublikasikan.
Dosen hukum kepemiluan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menduga data yang dikeluarkan PPATK pasti mencakup dana-dana yang beredar sebelum dimulainya masa kampanye. Sebab, faktanya, calon anggota legislatif atau peserta pemilu sudah melakukan kerja-kerja pemenangan elektoral jauh-jauh hari sebelum masa kampanye dimulai. “Namun dana tersebut tidak ditempatkan dalam RKDK, melainkan dalam rekening pribadi yang tidak terdaftar di KPU.”
Rekening khusus dana kampanye untuk pemilu legislatif di Indonesia adalah berbasis partai. Calon anggota legislatif yang berkontestasi dalam sistem pemilu serentak tidak diatur untuk membuat rekening khusus dana kampanye. Dana kampanye mereka dikonsolidasikan oleh partai politik, yang kemudian melaporkan ke KPU untuk diaudit.
Permasalahannya, menurut Titi, selama ini caleg menerima, mengelola, dan membelanjakan uang tanpa melalui RKDK. Walhasil, pelaporan RKDK sebatas formalitas. “Jadi, pengaturan dana kampanye di Indonesia memang secara sistemik dibuat untuk tidak mampu menjangkau akuntabilitas dan kebenaran dari penerimaan dan pengeluaran dana kampanye,” ujarnya.
IMAM HAMDI | LINDA TRIANITA | AGOENG WIJAYA | HAN REVANDA PUTRA | SULTAN ABDURRAHMAN | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo