Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
DKI Jakarta mengklaim ingin mengkampanyekan kendaraan ramah lingkungan melalui Formula E.
Monas dipilih karena merupakan ikon Jakarta.
Panitia mengklaim penggemar Formula E di Jakarta sebanyak 3,4 juta orang.
PRO-kontra mewarnai rencana balapan Formula E di Jakarta pada 6 Juni 2020. Sejumlah pihak mempersoalkan lintasan balap di kawasan Monumen Nasional yang berstatus cagar budaya. Ada juga yang menilai hajatan ini tak sesuai dengan kebutuhan warga DKI Jakarta. Direktur Utama PT Jakarta Propertindo Dwi Wahyu Daryoto menjawab polemik tersebut di kantornya, di kawasan M.H. Thamrin, pada Kamis, 20 Februari lalu. Dwi didampingi juru bicara panitia Formula E, Husain Abdullah, dan Sekretaris Perusahaan Jakpro Hani Sumarno.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa tujuan membawa Formula E ke Jakarta?
Jakarta memiliki program Langit Biru saat ramai isu polusi udara. Lalu ada program untuk menarik pariwisata dari ekonomi kreatif. Ndilalah ada juga Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang percepatan industri mobil listrik. FEO (Formula E Operations) Indonesia, sesuai dengan visi FEO, ingin mengkampanyekan mobil masa depan yang ramah lingkungan.
Bagaimana Jakarta memutuskan ingin menjadi tuan rumah?
Keputusan itu diambil kemungkinan besar saat kunjungan Gubernur ke Amerika Serikat. Gubernur melihat bagaimana creating opportunity untuk ekonomi lewat pariwisata yang ramah lingkungan dan mempromosikan energi terbarukan.
Mengapa Jakpro yang ditunjuk, bukan Jaktour (PT Jakarta Tourisindo), mengingat ini event pariwisata?
Dilihat dari bidangnya, ya, infrastruktur. Kami akan berdiskusi dan berkolaborasi dengan Dinas Pariwisata, Dinas UMKM, dan Pasar Jaya.
Kenapa lokasinya di Monas?
Itu sebetulnya pilihan FEO, bukan usul Anies Baswedan dan Jakarta. Mereka mengatakan ini ikon Jakarta, salah satu dari tiga tempat yang ikonik, dengan Menara Eiffel di Paris dan Colosseum di Roma.
DKI Jakarta menyodorkan opsi lokasi selain Monas?
Tidak. Itu keputusan mereka. Mereka survei tempat.
Di mana saja mereka melakukan survei?
Ada banyak: Gelora Bung Karno, Kemayoran, Tugu Tani sampai masuk Jalan Diponegoro, dan SCBD. Mereka bilang SCBD terlalu metropolitan. Mereka sudah dapat di New York dan Berlin.
Apakah Pemerintah Provinsi DKI memberikan peringatan terkait dengan status Monas sebagai cagar budaya?
Iya, kami mendiskusikan itu. Mereka juga memberikan contoh. Lokasi di Paris dan Roma juga cagar budaya. Mungkin ini dari pandangan internasional, selama tidak merusak tapi malah memperbaiki dan memperkenalkan secara internasional. Mereka optimistis saja.
Apakah revitalisasi Monas dilakukan demi penyelenggaraan Formula E?
Tidak ada hubungannya. Revitalisasi itu tidak satu bagian saja, tapi semua (kawasan Monas).
Laporan keuangan FEO menunjukkan, dalam lima tahun, penyelenggaraan acara ini selalu rugi....
Dampak ekonomi yang menikmati bukan FEO. Yang menikmati, ya, pengusaha hotel dan pengusaha restoran.
Publik menilai, dengan anggaran sedemikian besar, pendapatan yang diperoleh tak sebanding....
Kalau hosting fee enggak bisalah dibandingkan kayak event apa pun. Mereka melakukan sesuatu untuk kita. Dari sisi infrastruktur, nilainya kurang-lebih Rp 344 miliar. Bayangkan, beton itu bisa dipakai selama lima tahun atau sepuluh tahun. Itu juga bukan hanya bisa dipakai oleh event Jakpro. Kami sudah menjadi corporate member Ikatan Motor Indonesia (IMI). Jadi nanti ini bisa dipakai untuk event IMI juga.
Bagaimana Jakpro menghitung keuntungan dari hajatan ini?
Bukan keuntungan, tapi dampak ekonomi. Dari tiket dan sponsor sekitar Rp 60 miliar. Dari sisi ekonomi, kami mendiskusikan dengan Bank Indonesia, pada hari itu kurang-lebih 0,02 dari GDP (produk domestik bruto) Jakarta. Hitungan kami, dampak ekonomi sekitar Rp 600 miliar. Itu belum termasuk media coverage dan public relation value. Ini kan enggak bisa dihitung karena intangible.
Target penontonnya siapa saja?
Kami menganalisis, market Formula E seperti apa, karakteristik fannya bagaimana. Data ini kami dapat dari CSM (organisasi riset olahraga yang berbasis di London). Dari data mereka, jumlah fan Formula E di Indonesia ada 3,4 juta orang dan 54 persen berada di Jabodetabek.
Angka 3,4 juta itu angka yang besar. Apa masuk akal?
Mungkin mereka anak-anak muda yang melihat Fox Sports. Sekarang tinggal dilihat lagi kredibilitas CSM itu.
Dari mana orang Jakarta mendapatkan eksposur Formula E?
Saya enggak tahu. CSM yang membuat data itu.
Metodologi risetnya bagaimana?
Saya tidak tahu metodologinya bikin survei kayak apa. Kenapa meragukan? Mereka juga membandingkannya dengan Formula 1 dan MotoGP.
Anda pernah menonton Formula E?
Pernah sekali... beberapa kalilah. Biasanya berdempetan dengan Formula 1. Sabtu Formula 1, kemudian Minggu Formula E. Event ini umurnya baru lima tahun.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo