Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Selangkah lagi keluar, Erric Permana harus mundur dan mengulang antre lantaran mesin pada pintu penumpang di Stasiun MRT Jakarta Lebak Bulus Grab galat. Padahal penumpang di depannya mulus keluar begitu saja sesaat menempelkan kartu uang elektronik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai warga Pamulang, Tangerang Selatan, Erric rutin menggunakan MRT Jakarta untuk menuju ke kantornya di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat. Moda transportasi ini ia pilih lantaran cepat dan bebas dari kemacetan Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, gangguan pada mesin pembaca tiket MRT Jakarta seperti yang ia rasakan sekitar bulan lalu itu kerap terjadi. Terkadang solusinya cukup dengan tap ulang atau dibantu petugas yang berjaga. “Tapi kalau petugasnya gak ada, kita harus mundur lagi dari antrean. Untuk minta (bantuan) petugas jika gak ada,” kata Erric saat dihubungi Tempo, Rabu, 8 Mei 2024.
Erric berujar gangguan pada mesin pembaca tiket kerap menyebabkan antrean yang panjang terlebih jika penumpang MRT Jakarta sedang ramai. Panjang antrean, kata dia, bahkan bisa lebih dari 6 meter, seperti yang ia alami di Stasiun MRT Bundaran HI ketika sedang mengajak keluarganya jalan-jalan saat akhir pekan beberapa bulan lalu.
Pengalaman serupa dirasakan Uji Sukma. Antrean panjang penumpang selalu ia rasakan saat jam sibuk di Stasiun MRT Dukuh Atas BNI atau di jam-jam makan siang di Stasiun MRT Blok M BCA. “Karena tap out-nya suka ada yang bermasalah,” ucap karyawan swasta ini.
Jika penumpang MRT Jakarta sedang membludak dan mesin tiket eror, ia biasa menghabiskan 10 menit untuk sampai di gate. “Sederhana, tapi membuat pekerja commuting marah,” ujar dia.
Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta (Perseroda) Mega Indahwati Natangsa Tarigan mengakui jika mesin di pintu masuk atau keluar kerap eror dalam membaca kartu uang elektronik penumpang. Hal ini karena ada perbedaan teknologi yang digunakan antara mesin dan cip di kartu uang elektronik keluaran bank.
Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta (Perseroda) Mega Indahwati Natangsa Tarigan. Foto: TEMPO/Ahmad Faiz
Mega menjelaskan salah satu kesepakatan antara Indonesia dan Jepang saat membangun proyek MRT Jakarta adalah standar teknologi yang digunakan di sistem kartu uang elektronik. Jepang selaku kontraktor memilih teknologi yang menggunakan chip tipe C. Mesin tiket di stasiun-stasiun pun diset untuk membaca kartu yang terpasang cip serupa.
Sebabnya, ucap Mega, MRT Jakarta menjadi salah satu moda transportasi publik yang mengantongi izin dari Bank Indonesia untuk mengeluarkan uang elektronik, yaitu kartu MRTJ Multi Trip (MTT). Perbedaan chip yang dipakai membuat MTT bersifat closed loop atau hanya bisa dipakai untuk bertransaksi pembelian tiket MRT.
Kondisi ini berbeda dengan kartu uang elektronik yang diterbitkan oleh bank-bank di Indonesia, yang kata Mega, menggunakan chip model B. Kelebihannya, kartu keluaran bank bisa dipakai untuk bermacam-macam transaksi.
Perbedaan teknologi ini lah yang menyebabkan penumpang pengguna kartu uang elektronik keluaran perbankan sering bermasalah saat tap in atau tap out. “Karena dari awal beda standar, reader-nya harus mengenali kartu yang berbeda,” ujar Mega dalam diskusi Tranformasi Digital Media Pembayaran MRT Jakarta, di Gedung Transport Hub- Dukuh Atas, Senin, 29 April 2024.
Rencana Tranformasi Sistem Pembayaran MRT Jakarta
Mega menuturkan ke depan PT MRT Jakarta menargetkan model pembayaran berbasis server atau digital yang dinilai lebih murah dan mudah. Langkah pertama dengan menonaktifkan kartu MRTJ Multi Trip atau MRTJ Single Trip di akhir tahun ini dan mengoptimalkan aplikasi MyMRTJ. “Kecepatan transaksi harus terus menerus kami upayakan,” katanya.
Mega berujar aplikasi MyMRTJ dibuat sekaligus untuk mendampingi mobilitas para pelanggan yang dilengkapi dengan berbagai menu penunjang gaya hidup. “Tidak hanya kemampuan dasar tiket transportasi,” katanya.
Menurut Mega ada sejumlah manfaat ekstra yang bisa dirasakan pengguna aplikasi MyMRTJ mulai dari informasi, hiburan, hingga promo. Sementara bagi perusahaan, penggunaan aplikasi ini akan memudahkan mereka lebih mengenali profil para pelanggan karena sistemnya yang berbasis akun. “Mempermudah dalam melakukan penawaran dan program promosi yang tepat sasaran,” ucap dia.
Selain itu, penggunaan aplikasi ini diharapkan bisa mengoptimalkan ekosistem bisnis TOD yang menjadi salah satu dari tiga mandat PT MRT Jakarta.
Mega juga menjanjikan tranformasi sistem pembayaran MRT Jakarta ke depan akan lebih inklusif dengan menjalin kerja sama pada banyak pihak di sektor keuangan.
Selain itu, di tahun ini pula MRT Jakarta menargetkan pembayaran dengan metode near field communication (NFC) yang saat ini teknologi tersebut sudah banyak ditemukan di ponsel-ponsel yang beredar. “Tinggal tap HP aja,” katanya.
Meski akan mengedepankan berbasis digital, PT MRT Jakarta tetap menyediakan model pembayaran konservatif, khususnya untuk mempermudah pengguna yang hanya sesekali menggunakan MRT. Caranya lewat print QR Code. Pelanggan akan diarahkan ke vending machine untuk membeli tiket dan nanti akan keluar kertas berisi kode QR untuk diarahkan ke pemindai di pintu penumpang.
Pilihan Editor: Update Proyek MRT Jakarta Fase 2A CP 201, Berjalan Sesuai Jadwal