JOHN BOYD tak pernah menyelidlki kecelakaan udara. Ia jarang terbang. Ia hanyalah kepala reserse di distrik kecil Dumries dan Galloway di barat daya Skotlandia. Pekerjaannya selama ini lebih banyak berkeliling melacak domba-domba yang diduga berpenyakit antraks. Namun, pada malam 21 Desember 1988, sewaktu ia berdiri di kursi untuk memasang wallpaper buat dapur rumahnya di Dumfries, semuanya berubah. Kabar buruk nongol dari pesawat televisi di ruang keluarga: Sebuah Boeing 747 milik Panam, yang terbang dari London menuju New York, jatuh di Lockerbie. Boyd tersentak. "Ya, Tuhan, ada yang nggak beres. Pasti ada yang nggak beres." Semenit kemudian, telepon berdering. Markas besar memberitahukan kecelakaan itu. Tubuh-tubuh berjatuhan di atap-atap rumah di Lockerbie. Bola api pun membubung memangsa banyak rumah, menewaskan 11 orang warga desa yang berpenduduk 3.000 jiwa itu. Tiba-tiba saja polisi Skotlandia harus memecahkan kasus 270 pembunuhan. Lockerbie menjadi ajang investigasi antiterorisme terbesar yang pernah dilakukan. Beberapa jam setelah tragedi itu, Boyd mengontak seluruh armada angkatan darat dan udara. Ia juga mengerahkan semua helikopter pribadi di bandara Glasgow. Lockerbie segera diserbu 1.100 polisi, 600 pasukan angkatan udara Inggris. Puluhan penyidik dari Amerika sibuk. FBI, CIA, Badan Keselamatan Transportasi Nasional, Lembaga Penerbangan Federal, dan Boeing, serta Pratt & Whitney. Para pelacak menyisir areal seluas 845 mil persen. Perkampungan, lapangan terbuka, dan hutan dikebitkan untuk mendapatkan setiap keping plastik, logam, maupun serat. Satelit mata-mata Amerika pun diposisikan ke wilayah selatan Skotlandia -- untuk memantau areal pencarian dari ketinggian. Para penyidik Lockerbie mencatat 14.181 pernyataan dari saksi mata, para kerabat, serta mereka yang mungkin menjadi terdakwa. Mereka mengidentifikasi dan mendaftar 16 ribu serpihan barang-barang, dan -- demi penyelidikan -- melakukan perjalanan ke 52 negara. Di Farnborough -- Hampshire, hampir 85 persen kepingan pesawat bernama Maid of the Seas itu dirakit kembali di sebuah hanggar khusus. Beberapa hari setelah kejadian, para penyelidik berhasil memastikan dua hal. Pertama, sebuah bom yang disembunyikan di kotak bagasi 14-L -- persis di bawah huruf P pada tulisan Panam -- telah meledakkan pesawat. Kedua, pengeboman dilakukan oleh PFLP, sebuah organisasi garis keras Palestina yang dipimpin oleh Ahmed Jibril. Mereka hendak membalas penembakan pesawat Airbus Iran oleh kapal USS Vincennes pada 3 Juli 1988. Dua bulan kemudian, penyidik menyatakan bahwa bom dimasukkan dalam kopor Samsonite. Mereka yakin, kopor itu dinaikkan dari Frankfurt, Jerman Barat, tempat Panam 103 itu bertolak. Kesimpulan ini membuat mereka berpaling pada sebuah investigasi polisi Jerman yang bersandi Autumn Leaves. Menurut mereka, jika Jerman Barat menangani pemeriksaan penumpang lebih cermat, mungkin saja Panam 103 dapat mendarat selamat di New York. *** Pada tanggal 5 Oktober 1988, agen polisi federal Jerman Barat -- Bundeskriminalamt (BKA) -- tengah mengamati sebuah flat di Isarstrasse 16 di Kota Neuss, seberang Sungai Rhein dari Dusseldorf. Seorang penjual sayur bernama Hashem Abassi tinggal di sana bersama istri dan bayinya yang baru berumur 13 bulan. Sasaran polisi bukan Abassi, melainkan seorang tamu yang sekaligus abang iparnya, Hafez Dalkimoni. Dalkimoni adalah seorang teroris dengan sejumlah kasus. Ia lahir pada 1946 di Andor, Yordania. Pada 1969, sebuah geng kecil teroris yang dipimpinnya menyeberangi Sungai Yordan tepat tengah malam, untuk memasang bom di Galilea. Namun, bom yang mereka bawa meledak terlalu dini. Kawan-kawannya tewas. Sedangkan menurut saksi mata tentara Israel -- yang melakukan penyelidikan keesokan harinya -- mendapati Dalkimoni tergeletak di bawah berdarah dan berdebu, serta berteriak "balas dendam, balas dendam."- Lalu, pihak Israel mengangkut Dalkimoni ke rumah sakit. Kemudian dokter mengamputasi separuh lengan kirinya. Ia diadili dan didakwa merencanakan teror, dan kemudian divonis seumur hidup. Namun, pada 1979, Dalkimoni dibebaskan, sebagai imbalan dibebaskannya orang Israel yang ditahan Ahmed Jibril, pemimpin PFLP. Sebuah organisasi gelap yang bertujuan untuk menghancurkan Israel (lihat: Pembelotan Jibril). Dalkimoni segera menjadi tangan kanan Jibril. Menurut petugas Amerika, Pemerintah Jerman Barat secara berkala mengawasi Dalkimoni sejak Januari 1988. Namun, pihak Jerman cenderung mengabaikannya sampai awal September, tatkala operasi penyelidikan yang dinamai Autumn Leaves dimulai. Sejumlah petugas intelijen Israel dan Barat menyimpulkan bahwa penyidikan itu setengah-setengah. Mereka yakin bahwa Pemerintah Jerman mengikat persetujuan dengan Dalkimoni: Jerman akan membiarkannya selama Dalkimoni tak menjadikan Jerman sebagai sasaran. Seandainya benar ada perjanjian, maka segera ada yang melanggar. Akhir September 1988, beberapa orang bersenjata mencoba membantai Hans Tietmayer -- pejabat penting di Departemen Keuangan Jerman Barat. Beberapa saat kemudian, seseorang menelepon sebuah kantor berita di Bonn dan mengatakan bahwa Brigade Khaled Aker-lah yang bertanggung jawab. Khaled Aker adalah anggota PFLP yang tewas sewaktu menyerang pos Israel dengan menggunakan gantole tahun sebelumnya. Setelah peristiwa itu, Bonn melacak apa yang sebenarnya tengah diperbuat Dalkimoni dan kawan-kawannya di Jerman Barat. Operasi Autumn Leaves segera dipacu dengan gigi tinggi. Lebih dari 70 agen BKA yang diperkuat oleh petugas Bundesamt fur Verfassungsschutz (BfV) -- lembaga intelijen dalam negeri Jerman Barat -- serta Bundesnachrichtendienst (BND) -- lembaga intelijen yang menyangkut perbatasan Jerman -- segera dikerahkan. Dalkimoni dan 33 terdakwa lain di enam negara bagian Jerman Barat terus-menerus diawasi. Konon, BfV telah membuat ratusan jam kesaksian dan video. Apa yang didengar dan dilihat agen-agen itu ternyata menyeramkan. Dari seberang jalan, agen BKA melihat Dalkimoni bergerak ke flat Hashem Abassi pada 5 Oktober, setelah tiba dari rumah persembunyian PFLP di Krusevac, Yugoslavia. Beberapa hari kemudian, ia kedatangan tamu pertama. Yakni Ahmed Abassi -- adik Hashem Abassi -- yang datang dari Swedia. Ahmed fasih berbahasa Jerman. Sedangkan Dalkimoni tidak. Selama beberapa hari, keduanya selalu pergi bersama. Abassi yang menjadi penerjemah. Kemudian datang tamu lain. Apartemen di Isarstrasse 16 menjadi penuh. Pada 13 Oktober 1988, muncul sebuah Volvo putih berpelat nomor Swedia. Tiga orang keluar dari mobil itu. Semuanya nampak Arab. Mereka menurunkan sebuah bungkusan dari mobil, dan membawanya masuk. Pada hari kedatangan Volvo, para agen juga melihat hadirnya tamu lain. Dari pemeriksaan diketahui bahwa laki-laki itu baru tiba dari Frankfurt, setelah terbang dari Amman, Yordania. Dari catatan permohonan visa, ia diketahui bernama Marwan Kreeshat. Di kalangan intelijen Barat, Kreeshat dikenal sebagai teknisi pembuat bom bagi Ahmed Jibril. Hampir dapat dipastikan bahwa dialah perancang barometer pemicu bom yang meruntuhkan pesawat Swissair Zurich-Tel Aviv pada 1970 yang menewaskan 47 penumpang dan awak. Pada 16 Oktober, polisi menguntit Dalkimoni yang tengah mengemudikan mobil menuju Kota Hockenheim. Ia membawa beberapa kantung plastik dan kotak. Menurut polisi, ia nampak hati-hati, dan meletakkan sebuah kantung terpisah dengan yang lain di bagian belakang kursi. Pada 19 Oktober, di aparteman Hashem Abassi, Dalkimoni menelepon ke berbagai tempat. Ke restoran di Nicosia, Siprus, dan ke Damaskus. Waktu sedang kontak ke Damaskus, Khreeshat nebeng bicara. Ia bilang sedang "mengubah obat-obatan" yang akan menjadikan "lebih baik dan lebih kuat ketimbang sebelumnya." Selama beberapa hari, polisi mengikuti Dalkimoni dan Kreeshat, sewaktu keduanya membeli komponen elektronik di Frankfurt, serta mengunjungi sebuah apartemen di Sanddweg 28 -- dekat kebun binatang -- yang dihuni oleh seseorang tak dikenal. Pada 24 Oktober, Dalkimoni dan Khreeshat masuk department store Huma-Mark, membeli tiga jam mekanis beralarem dan sebuah jam digital. Lalu mereka ke Kaufhalle, toko yang lain, membeli 16 baterai 1,5 volt, sejumlah saklar, serta lem. Ketika keesokan harinya menelepon Amman, Khreeshat mengatakan bahwa ia "sudah mulai bekerja". Ia akan kembali hanya dalam waktu "dua atau tiga hari." Kemudian, para polisi dan agen intelijen senior di Jerman mencapai kata sepakat: Inilah saatnya Autumn Leaves beraksi. Sejumlah terdakwa, seperti Dalkimoni dan Khreeshat, ditangkap (lihat: Skandal Kepolisian Jerman Barat). Jelas sekali, mereka terlibat aksi teror. Yang mengejutkan adalah kesimpulan para penyidik kasus Lokcerbie. Mereka percaya bahwa tangan para tersangka dalam operasi Autumn Leaves itulah yang merontokkan Panam 103. Mereka tak meragukan bahwa Ahmed Jibril dengan PFLP-nya bertanggung jawab penuh. Peristiwa yang, kabarnya, merupakan "pesanan" Iran itu. Entah siapa yang membawa bom ke dalam pesawat tersebut. Yang pasti, bom itu adalah hasil karya Marwan Khreeshat. Para teknisi forensik Inggris menyimpulkan: ada hubungan erat antara sepotong lelehan residu plastik dari puing pesawat dan bagian luar weker yang dibeli Dalkimoni. Para penyidik juga berhasil melacak sumber bahan peledak. Bahan itu -- Semtex -- diselundupkan dari Iran ke Beograd (Yugoslavia) dengan memakai kantung diplomatik Iran. Dari Beograd benda itu diangkut dengan mobil ke sebuah rumah persembunyian di Krusevac dekat perbatasan Bulgaria. Dalkimoni pernah datang ke rumah itu awal Oktober. Ketika polisi Yugoslavia menyerbu ke sana, mereka menemukan 7,5 kg Semtex. Dengan bahan peledak itulah Khreeshat membuat sejumlah bom. Operasi Autumn Leaves tak berhasil memantau semua bom itu. Bom yang meledakkan Panam 103 masih lolos. Para penyidik Inggris dan Amerika yakin bahwa bom yang meledakkan Panam 103 keluar dari flat Abassi pada 26 Oktober, hari ketika Operasi Autumn Leaves melakukan penangkapan. Israel percaya, bom itu diambil oleh salah satu teroris yang dilepaskan Jerman pada 27 Oktober. Kemudian dimasukkan ke dalam tas Samsonite. Menurut dugaan, tas tadi diberikan kepada Khalid Jaafar, 20 tahun, seorang Amerika keturunan Libanon yang kembali dari Frankfurt ke Michigan. Ia tak sadar bahwa tas itu berisi bom dan dibawanya ke dalam pesawat Panam 103. Soal "pembungkus" bom, para detektif meyakini telah dibeli di Malta oleh Mohammed Abu Talb. Orang itulah yang ditahan oleh polisi Swedia dalam suatu pembersihan pada Mei 1989. Abu Talb bersama dengan Martin Imandi -- si pemilik Volvo -- dewasa ini sedang menjalani hukuman seumur hidup di Swedia. Keduanya dipersalahkan melakukan beberapa kali pengeboman atas sasaran-sasaran di Copenhagen dan Stockholm. Kemudian, pejabat-pejabat intel juga percaya bahwa informasi yang lebih rinci sebenarnya bisa datang dari Hafez Dalkimoni dan Abdel Ghadanfar yang masih ada di penjara Jerman. Dalkimoni hampir dipastikan akan diajukan ke muka hakim atas tuduhan pembunuhan terhadap Hans Juger Sonntag, ahli penjinak bom Jerman. Keduanya tak menunjukkan kesediaan untuk berbicara tentang Panam 103, sedangkan Marwan Khreeshat ada di suatu tempat di Yordania. Lima belas bulan setelah jatuhnya Panam 103, penyidikan tetap berjalan. Debu dan potongan forensik terus-menerus menumpuk. Tapi, pada dasarnya, penyidikan masih juga ada di tangan para pakar intelijen. Mereka telah berhasil menarik beberapa kesimpulan yang kuat. Tapi, karena beberapa aspek dari kasus tersebut, kesimpulan tersebut masih saja tetap teori. ZUC, A. Dahana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini