AHMED Jibril Lahir pada 1937 di sebuah desa dekat Jaffa, di tanah Palestina. Pria tegap ini senang memakai pakaian olahraga yang menyala. Setelah perang Arab-Israel 1948, ia memboyong keluarganya ke Syria. Di Damaskus ia masuk sekolah tinggi militer dan menjadi ahli bahan peledak. Pada 1960-an, bersama dengan para perwira Palestina lainnya ia membentuk Front Nasional Pembebasan Palestina. Menurut sumber Israel, organisasi ini sebuah gerakan di bawah tanah dengan tujuan tunggal: merontokkan negara Israel. Pada 1967, tak lama setelah peran Arab-Israel, Jibril bergabung dengan George Habbash -- pemuka Front Populer untuk Pembebasan Palestina. Tapi tak lama kemudian ia memisahkan diri dan membentuk organisasi yang lebih radikal lagi, Komando Umum Front Populer Fron Pembebasan Palestina. Banyak analis yakin, Jibril sangat berambisi untuk dipandang sebagai pemuka utama gerakan pembebasan rakyat Palestina. Karenanya, ia tak sudi apabila hanya menyandang peranan sebagai pelengkap penyerta. Sejak awal Jibril adalah pelopor terorisme dengan menggunakan teknologi tinggi. Organisasi yang dipimpinnya terbilang yang pertama menggunakan walki talki dalam menjalankan misi-misinya. Pejuang-pejuangnya juga yang pertama mengenakan sabuk yang diperlengkapi ranjau dalam penyerbuan ke Israel. Selain melancarkan serangan-serangan komando ke Israel, kelompok Jibril memegang rekor tertinggi pada beberapa pengeboman atas kapal-kapal terbang. Kegiatan itu dimulai dengan jatuhnya pesawat Swissair bernomor penerbangan 330 pada 21 Februari 1970. Pesawat itu meluncur ke bumi setelah sebuah bom yang sumbunya digerakkan oleh barometer meledak. Akibatnya, 47 penumpang dan awak pesawat tewas. Pada hari yang sama, bom serupa meledak di dalam pesawat maskapai penerbangan Austria yang sedang dalam perjalanan dari Frankfurt ke Wina. Untunglah, pilotnya berhasil kembali ke Frankfurt dan mendaratkan pesawat itu dengan selamat. Dua tahun kemudian, seorang penumpang membawa sebuah bom ke dalam pesawat El Al yang terbang dari Roma ke Tel Aviv. Tapi pilotnya kembali berhasil mendaratkan pesawat tanpa cedera. Pada 1982 dalam suatu penyerbuan ke Israel anak buah Jibril berhasil menangkap tiga serdadu pasukan cadangan Israel. Mereka lalu ditukar dengan tahanan bangsa Palestina di penjara-penjara Israel. Israel setuju, seperti pada 1979 ketika Hafez Dalkimoni dilepaskan. Kali ini Dalkimonilah yang melakukan perundingan. Ia menuntut pelepasan 1.150 tahanan Palestina. Israel setuju dan tukar-menukar tawanan dilaksanakan pada 20 Mei 1985. Puncak kampanye kekerasan Jibril terhadap Israel terjadi pada November 1987. Dua anak buahnya terbang dari Libanon ke Israel dengan menggunakan gantole bermesin. Mereka berhasil menerobos ke dalam sebuah tangsi musuh di kota perbatasan Qiryar Shemona lalu membunuh enam tentara serta melukai tujuh lainnya. Yang terakhir, kelompok Jibril dituding bertanggung jawab atas penyerangan sebuah bis yang penuh dengan wisatawan Israel di Mesir. Penyerangan 4 Februari 1990 itu mengakibatkan sembilan tewas dan 17 luka berat. Namun, Jibril sebegitu jauh tidak atau belum berhasil menarik banyak pengikut di kalangan rakyat Palestina yang tinggal di wilayah-wilayah yang diduduki. Bahkan juga tidak di Libanon. Umumnya orang Palestina curiga terhadap Syria yang ada di belakang kelompok tersebut. Jibril tinggal di Damaskus dan menyelenggarakan kamp latihan yang terletak sekitar 14 mil dari sana. Hingga sekarang ini, sponsornya yang paling getol adalah Libya. Setiap tahun Libya membayar Front Populer, US$ 20 juta untuk penggunaan pasukan-pasukan komando yang terlatih baik, dalam perang melawan Chad. Juga -- walaupun hubungan antara faksi-faksi di kalangan PLO sangat buruk, terutama antara Yasser Arafat dan Jibril -- PLO masih menggaji para anggota Populer dan membiayai segala aktivitas mereka. Tapi jangan lupa, cerita-cerita itu berasal dari sumber Israel. Pada pertengahan 1980-an, karena perang dengan Chad mereda, Libya memotong sumbangannya kepada Front Populer. Presiden Hafez al-Assad dari Syria yang mendapat tekanan dari Amerika dan negara-negara Eropa, telah mengusir tokoh teroris terkenal Abu Nidal, sekutu Jibril. Karenanya, Jibril mulai merasa terlalu riskan tinggal di Damaskus. Ia mulai mencari-cari sponsor baru dan menemukan di Iran. Tak lama setelah peristiwa "salah tembak" Amerika atas Airbus Iran, dengan sekuat tenaga Jibril melobi para Pemimpin Iran. Ia mengusulkan untuk melakukan pembalasan atas dasar bayaran yang tak diketahui jumlahnya. Melalui Hafez Dalkinomi dan orangnya yang bernama Abdel Fatah Ghadanfar, yang bertindak sebagai "kasir"-nya, Jibril telah berhasil melebarkan sayapnya sampai ke Eropa Barat dan Timur. Dalkimoni, yang secara teratur keluar masuk Jerman Timur untuk mengobati kakinya, bisa berkeliaran bebas di Eropa. Ratusan teroris bermunculan diatur oleh Dalkimoni. Setahun kemudian Jibril memanfaatkannya dengan membentuk bermacam jaringan yang terdiri dari para operatif dan agen penyusup yang bekerja penuh di rumah-rumah rahasia di Eropa Barat dan Timur. Rekrutan baru didatangkan ke Damaskus untuk mendapat latihan intel dan terorisme. Seluruh ongkos perjalanan dan biaya-biaya lain ditanggung oleh organisasi Jibril. Setelah itu mereka akan kembali ke Eropa dan tinggal di sana sebagai penetap atau mencari perlindungan politik. Menjelang awal 1988 Jibril sudah punya orang di Frankfurt, Stockholm, Bonn, Berlin, Copenhagen, Roma, Nikosia, Athena, dan Barcelona. Juga di Malta dan Yugoslavia. Pembelotan Jibril ke Iran telah menyebabkan organisasinya terpecah. Banyak dari pengikutnya yang tetap setia pada Syria, negeri tempat mereka mendapat latihan. Laporan intel mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir ini Front Populer tengah mengalami perpecahan hebat. Di Syria banyak anggotanya yang ditahan. Di Libanon terjadi konflik senjata di antara mereka sendiri. Jibril sendiri sudah menjadi Muslim "baru": ia rajin salat lima waktu. Itu, konon, untuk memenuhi selera sponsor barunya, Iran. DHN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini