Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bagaimana Rabithah Alawiyah Melacak Keturunan Nabi Muhammad

Wawancara Ketua Rabithah Alawiyah yang menjadi lembaga pencatat keturunan Nabi Muhammad. Bagaimana memverifikasinya?

7 April 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMA organisasi Rabithah Alawiyah mencuat lagi awal tahun ini. Gara-garanya, Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya menangkap Janes Meliawan Wibowo, 24 tahun, pada 28 Februari 2024. Ia dituduh mencomot dan menggunakan logo Rabithah Alawiyah dalam situsnya. Lewat situs itu, pemuda yang mengaku bernama Habib Ahmad Jans Assegaf tersebut mengklaim sebagai bagian dari Rabithah Alawiyah yang bisa mencatatkan nasab lalu menyatakan seseorang sebagai keturunan Nabi Muhammad.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Umum Rabithah Alawiyah, Taufiq bin Abdul Qadir bin Hussein Assegaf, mengatakan ini bukan kejadian pertama lembaganya dicatut dalam kasus penipuan. Tapi baru kali ini mereka melapor ke polisi. “Karena yang sekarang merugikan orang secara materi,” ujarnya. Pria yang biasa disapa Habib Taufiq itu menerima wartawan Tempo, Hanaa Septiana, di kediamannya di Kota Pasuruan, Jawa Timur, pada Jumat, 29 Maret 2024. Ia menceritakan riwayat Rabithah Alawiyah dan menjawab pertanyaan tentang adanya nasab lain yang selama ini dipegang teguh lembaganya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bagaimana cara Rabithah Alawiyah memverifikasi keturunan Nabi Muhammad?

Lembaga kami memiliki lembaga otonom yang bertugas mengawal pendataan nasab, namanya Maktab Daimi. Untuk mengawal nasab ini, ada prosedurnya. Kami tidak bisa menetapkan nasab kecuali betul-betul terbukti.

Bagaimana Rabithah Alawiyah meyakini pemohon adalah seorang habib atau sayid?

Catatan itu ada. Ketika ada orang yang mengajukan, harus kami teliti dulu apakah benar leluhur pemohon masih dalam garis keturunan Nabi. Kalau data pemohon sesuai dengan catatan dan ada bukti, baru kami resmikan. Kami tidak menyatakan ini palsu sampai ada bukti. Kami tidak boleh menetapkan orang sebagai keturunan Nabi sebelum ada kejelasan.

Apa perbedaan habib dengan sayid?

Dulu tidak ada yang menyebut sayid, tapi imam. Misalnya Imam Ali Zainal Abidin. Lalu sayid ada Sayid Muhajir Ahmad bin Isa. Sampai muncul Syekh Abdullah al-Aydrus. Umar al-Athos memakai istilah habib. Itu sebetulnya julukan dari orang-orang yang mencintai para tokoh. Tokoh yang dianggap memenuhi syarat dan bisa menjadi contoh. Bukan kami yang membuat julukan tersebut.

Adakah cara khusus untuk membuktikan nasab itu?

Kami akan menelusuri keturunan pemohon dan siapa yang bisa menjadi saksi. Misalnya ada orang yang mengaku sebagai keturunan Abdurrahman, lalu bisa atau tidak dia memberikan bukti garis leluhurnya. Itu yang kami teliti.

Setelah ada bukti, baru diterbitkan dokumen nasab?

Iya, tapi kadang setelah penerbitan dokumen ada saja yang protes. Ada juga nasab yang kami cabut. Memang tidak semudah itu bisa tercatat dalam nasab. Kami tidak boleh menisbatkan orang yang bukan ayahnya.

Berapa banyak yang datang untuk memohon nasab?

Dulu tidak ada pendataan, tapi sekarang berbeda. Kami sudah menetapkan jadwal mengingat ada 200-300 permohonan pembuatan nasab. Ada yang sudah kami lakukan khitbah, ada yang masih dalam penelitian, ada yang persyaratannya masih kurang.

Apa saja syaratnya?

Mengajukan permohonan dengan mengisi biodata lengkap, membubuhkan nama kakek dan keturunan di atasnya hingga generasi kelima, dan memberikan nama saudara. Jika ayah pemohon memiliki buku nasab, harus dilampirkan fotokopinya. Formulir permohonan ini harus ditandatangani dua orang yang dapat mempertanggungjawabkan kesaksiannya tentang kesahihan nasab pemohon.

Mengapa ahlul bait dari garis keturunan Wali Sanga tidak ikut didata?

Kami tidak diberi data apa pun. Kami juga tidak pernah menyatakan bahwa keluarga Wali Sanga bukan keturunan Nabi Muhammad. Namun, untuk menetapkan nasab, kami harus memiliki data yang lengkap. Kalau tidak ada komunikasi kan repot.

Muncul anggapan ini permintaan Belanda karena banyak di antara mereka yang menjadi pembangkang....

Tidak ada hubungannya dengan Belanda. Catatan ini sudah ada 600-700 tahun yang lalu.

Apakah tujuh kitab milik Rabithah berasal dari Yaman?

Asal-usul pembuatan kitab sebetulnya karena famili nabi menyebar luas. Pencatatan pertama diteruskan hingga saat ini. Kepedulian untuk mengawal nasab memang sangat besar dari orang tua kita.

Jadi kitab itu bukan asli dari Yaman?

Dulu tidak ada yang namanya fotokopi atau percetakan, semua catatan ditulis secara manual. Jadi tulisan tangan itu diwariskan. Ibaratnya dicatat kembali sampai akhirnya masuk ke Indonesia.

Apakah Rabithah hanya berfokus pada nasab Ba'alawi (Bani Alawi)?

Ada sebagian pencatatan keturunan Al-Imam Hasan, tapi tidak sedikit juga yang masih dalam pencarian. Kami tidak mau main-main menetapkan seseorang keturunan Rasulullah jika tidak ada buktinya. Kalau saya mengeluarkan nasab, berarti harus dijamin kebenarannya.

Termasuk garis keturunan Hasan?

Hasan itu ada hubungan dengan Yusuf bin Abid, Al-Andhowi, Al-Barakwan, dan beberapa lainnya yang menyebar ke mana-mana. Ada catatan yang belum kami temukan.

Artinya pencatatan nasab oleh Rabithah tidak bermuatan politis?

Tidak, ini dalam rangka menjaga kebenaran. Misalnya ada yang mengaku sebagai bagian keluarga saya, akan kami cek sampai ke domisili dan keturunannya.

Mengapa syarif dan syarifah harus menikah dengan sesama nasab?

Pada dasarnya nasab itu adalah suatu kenikmatan dari Allah. Mempertahankan nasab juga dalam rangka mensyukuri nikmat Allah.

Apakah ada lembaga sejenis Rabithah di luar negeri?

Banyak, seperti di Mesir dan Irak. Perbedaannya, Rabithah Indonesia berasal dari Hadramaut. Beberapa Al-Hasaniy juga berhubungan dengan kami.

Bagaimana jika organisasi Anda menemukan habib yang berperilaku tidak baik?

Kami memberikan nasihat kepada semua orang. Saat ceramah, misalnya, kami menyampaikan bahwa ahlul bait bukan untuk membanggakan diri sendiri. Justru ia dituntut bisa mengikuti akhlak nabi.

Berapa jumlah ahlul bait di Indonesia?

Tidak begitu banyak yang sudah tercatat, masih puluhan ribu yang tersebar dan tidak hanya di Indonesia, sebagian di Malaysia dan Singapura. Lebih banyak yang tidak kelihatan karena kepedulian nasab sudah sangat menurun.

Mufti dari Bani Houti di Yaman membatalkan 21 klan ahlul bait, salah satunya Bani Alawi. Bagaimana pendapat Anda?

Kita harus melihat isi pernyataan dan siapa yang memberikan statement itu. Kalau dia tidak memiliki kapasitas untuk berbicara mengenai ahlul bait, untuk apa kami meladeni. Ibaratnya, jika seorang dokter berbicara tentang masalah obat, masih bisa kami pertimbangkan. Kalau pakar nasab berbicara, baru kami dengarkan. Ini penggiringan opini saja supaya orang tidak percaya.

Garis nasab Bani Alawi juga pernah menjadi polemik karena adanya penelitian Imaduddin Utsman....

Memang siapa yang mengakui penelitian dia? Dia hanya ingin diakui. Buat apa kami mempelajari catatan orang yang tidak tahu ilmu? Hanya buang-buang waktu membaca penelitian dia.

Muncul anggapan habib ingin menggeser peran ulama Nusantara. Apa tanggapan Anda?

Itu keliru. Kami bukan pesaing, melainkan mitra dakwah. Ada beberapa orang yang memang berambisi tampil sehingga kadang-kadang mencaci sana-sini. Memang ada kesengajaan menyerang kami dengan masalah ini. Tidak ada kewajiban orang harus mencintai saya, dan hak dia tidak menyukai saya. Tapi dia wajib cinta kepada Allah dan Rasulullah.

Apa yang hendak Anda sampaikan setelah banyak hal dihadapi Rabithah Alawiyah?

Rabithah Alawiyah bukan organisasi eksklusif untuk habib, tapi tentu mengikuti Thariqah ‘Alawiyah. Maktab Daimi ada untuk mengawal nasab. Jadi insyaallah kami makin berkembang. Rabithah Alawiyah ingin berfokus menjadi bermanfaat bagi umat Nabi Muhammad.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Rabithah Alawiyah Bukan Organisasi Eksklusif"

Lani Diana

Lani Diana

Menjadi wartawan Tempo sejak 2017 dan meliput isu perkotaan hingga kriminalitas. Alumni Universitas Multimedia Nusantara (UMN) bidang jurnalistik. Mengikuti program Executive Leadership Program yang diselenggarakan Asian American Journalists Association (AAJA) Asia pada 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus