KARYAWAN judi bekerja tujuh hari dalam seminggu. Seluruhnya
menjadi 42 jam yang berarti dua jam lebih dari jam kerja
yang diakui pada umumnya. Hari libur yang mereka kenal
hanyalah hari kemerdekaan 17 Agustus (libur 12 jam) dan hari
raya Idulfitri (libur 24 jam).
Sugiman yang bekerja di Lotto Senn lebih buruk nasibnya.
Lulusan SMP ini sama sekali tidak mengenal hari libur. Lebaran
atau Natal kerja terus. Dan yang diperolehnya hanya Rp 7000
perbulan ditambah uang makan Rp 1600 perhari.
Uang ganti cuti tahunan tidak ada, uang obat apalagi. Masih
untung ia belum berkeluarga. Tapi Tony yang bekerja di Lotto
Krekot dengan masa dinas delapan tahun memperoleh Rp 15.000
perbulan dan uang makan Rp 1900 perhari. Ia menanggung seorang
istri, dua anak dan rumah kontrakan yang sewanya setahun Rp
90.000.
Tonny sangat mengharapkan pesangon untuk menyambung hidupnya
sekeluarga. Apa yang akan dilakukannya nanti, entahlah, "yang
penting pesangon dulu." Ia mengharapkan dari masa kerja delapan
tahun, bisa terkumpul pesangon Rp 2.304.000.
Apa yang dipikul Netty sehari-hari sebagai petugas meja black
jack di Copacabana, lebih dari sekedar kerja keras. Pertama
kali tentu saja ia merasa canggung, karena "pergaulan terlalu
rusuh, omongan tetamu sering yang kotor-kotor." Malahan, tambah
Netty, ada yang sampai mencolek-colek. Tiap malam ia harus
menebalkan telinga dan mengurut dada.
Tamu memang selalu menganggap petugas wanita di tempat judi
sebagai "murahan". "Andaikata saya tidak main di sini, kamu
tidak makan," begitu kata mereka kepada Netty. Sebaliknya pihak
bandar mengharuskan Netty untuk tetap bermanis muka meskipun
pemain membuat onar, marah-marah, mengumpat-umpat. Sebab bila
meladeni umpatan itu, Netty bisa kena skorsing, setengah bulan
tak boleh kerja. Ini berarti tidak dapar premi hadir dan uang
peranysang kena porong.
Supaya bandar menang banyak, Netty harus konsentrasi penuh kalau
membagi kartu. Tidak boleh alpa, karena bisa terjadi
macam-macam di atas meja. Misalnya kartu ditukar-tukar pemain,
atau jumlah penjudi tiba-tiba bertambah.
Bagi suami Netty, dinas malam istrinya adalah hal yang rutin.
Sebaliknya bagi tetangga dan hansip. Supaya "aman" Netty selalu
didampingi petugas keamanan perusahaan bila pulang jam 2
dinihari atau bila dijemput jam malam. Pandangan negatif banyak
dilontarkan dari kiri kanan, sementara pemuda yang suka
begadang tanpa segan minta duit atau rokok pada Netty.
Teka-Teki
Dan tidak hanya itu. Di rumah judi, hampir tiap hari ia
menghadapi orang yang shock, malah sudah dua orang meninggal di
sana. Jangan ditanya, mereka yang lusuh dekil karena dua tiga
hari tidak pulang-pulang ke rumah. Bagi Netty ini pemandangan
yang tidak aneh lagi. Dia pun terbiasa dengan nasi bungkus
"warteg" yang merupakan makan malam bagi petugas. Apa rasanya?
"Kalau anda tahu pasti sedih." Seorang teman Netty nyeletuk:
"Kayak makanan kuli bangunan."
Netty sadar sesudah judi dihapuskan nanti, masa depannya
bagaikan teka-teki "Kepandaian saya cuma bagi kartu dan hitung
duit orang," ucapnya. Ia mengaku sangat mengharapkan pesangon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini