DI mulut Gang II di Jalan Peneleh, Surabaya, peristiwa itu
berlangsung. Seseorang, bertubuh gemuk, berteriak: "Minggir! "
Lalu diikuti dua buah tembakan. Dan Sujono Kusumo
terhuyung-huyung sejenak, sebelum terjerembab di gang, sekitar
20 meter dari rumahnya. Punggung dan pelipisnya jadi sasaran
peluru.
Sasaran lain, yang ternyata memang diincar, bungkusan kertas
dalam genggaman Sujono yang berisi uang Rp 10 juta. Si gendut
merebutnya lalu kembali duduk di belakang temannya yang segera
melarikan sepeda motornya, sebuah Yamaha RX, di antara keramaian
lalu-lintas. Pengejarnya, Sunardi, yang barusan mengantar Sujono
mengambil uang dari Bank Buana di Jalan Coklat dengan mobil
Chevrolet Luv, kehilangan jejak.
Kejadian tersebut -- yang tak sampai menewaskan Sujono --
berlangsung hampir tengah hari. Dan sorenya kejadian yang sama
berlangsung di mulut Gang II di Jalan Dupak: Kali ini tak ada
tembakan. Namun tangan si korban, Abdul Rajak, sempat dilukai
dengan pisau sebelum tasnya, yang berisi uang kontrak Rp 7
juta, dilarikan seseorang berkendaraan Yamaha RX. Abdul Rajak,
agen koran dan majalah terbesar di Surabaya (termasuk agen
majalah TEMPO), sore itu baru saja turun dari mobil yang
membawanya pulang dari tokonya di kompleks terminal bis di
Jembatan Merah.
Beberapa persaman bisa ditarik dari kejadian di Peneleh dan
Dupak. Misalnya korban digarap begitu turun dari mobilnya.
Perampoknya selalu mengetahui korbannya tengah membawa uang
dalam jumlah besar. Dan, meskipun tak dipastikan oleh pelaku
yang sama, mereka selalu kabur dan menyelinap dalam keramaian
lalulintas dengan sepeda motor merk Yamaha RX.
Ditarik persamaan dengan lima peristiwa perampokan sebelumnya di
Surabaya yang terjadi dua tahun belakangan ini, ada persamaan
yang aneh: peristiwa-peristiwa tersebut ditambah dua yang
terakhir, berlangsung pada hari-hari Sabtu. Maka cukuplah bagi
masyarakat kota buaya untuk menandai kejahatan tersebut dengan
sebutan Perampokan Hari Sabtu.
Siapakah bandit-bandit Perampokan Hari Sabtu? Kepolisian
Surabaya merasa pernah membongkarnya. Setelah kejadian hari
Sabtu ke lima, Oktober lalu, kepolisian menggulung komplotan
yang terdiri dari Rasyid, Nanang, Arifin dan Aci. Mereka dituduh
merampok beberapa orang yang mengambil uang dari bank pada hari
Sabtu. Bahkan yang disangka sebagai pemimpin perampok, Alikan,
juga telah ditangkap.
Polisi memperkenalkan Alikan kepada khalayak melalui suatu
konperensi pers. Pemuda berumur 25 tahun tersebut, berbaju
coklat dan celana hitam, melirik ke sana ke mari sambil
tersenyum-senyum. Komandan Kepolisian (Danwiltabes) Surabaya,
Kol. Harsono Prijatno, ketika itu berani menjanjikan tak akan
ada lagi perampokan terhadap nsabah bank pada hari Sabtu.
Apalagi -- tanpa alasan dan keterangan yang jelas -- Alikan,
yang disangka memimpin kawan-kawannya, sehari setelah
diperkenalkan, 5 Oktober lalu, mati terantung di jeruji jendela
kamar tahanannya yang dihuni sendirian. (lihat box)
Sejak itu memang tak terjadi lagi Perampokan Hari Sabtu.
Sampai terjadi dua peristiwa pada Sabtu 7 Maret lalu. Sehingga
orang bertanya-tanya benarkah yang tertangkap -- dan yang sahlh
seorang dari mereka telah bunuh diri itu -- pelaku Perampokan
Hari Sabtu?
Kolonel Harsono Prijatno yang sedang bertugas ke Jepang belum
lagi memberi penjelasan. Namun, melalui pemeriksaan terhadap
para tersangka, termasuk Alikan sebelum almarhum, polisi
memperoleh keyakinan: yang digulung Oktober lalu adalah
perampok-perampok yang suka beroperasi pada hari-hari Sabtu.
Mungkin saja ada perampok lain yang suka bekerja pada hari yang
sama. Atau kebetulan saja yang kali ini bekerja juga memilih
Sabtu sebagai hari baik.
Yang Jelas, menurut pandangan Kapolri Jenderal Awaloeddin
Djamin. Ja-Tim teraman dibandingkan kriminalitas, di wilayah
kepolisian lain di Jawa dari segi jumlah. Tapi, katanya, dari
segi kualitas kejahatan dengan senjata api dan perampok
bersepeda motor memang naik secara menyolok. Peristiwa Jember,
huru-hara berdarah dua bulan lalu, mungkinkah dianggap sebagai
peningkatan kualitasnya?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini