Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBELUM menyatakan mendukung Prabowo Subianto, Kiai Muhammad Hasib Wahab menanyakan sebuah hal kepada calon presiden nomor urut dua itu. Pengasuh Pondok Pesantren Tambakberas di Jombang, Jawa Timur, ini ingin mengetahui keislaman Prabowo dan Islam seperti apa yang dianutnya. “Prabowo menjawab dia penganut Islam moderat, bukan radikal,” kata Kiai Hasib, Rabu pekan lalu.
Hasib menanyakan hal tersebut pada September tahun lalu, ketika Prabowo mengunjungi pesantrennya. Waktu itu tersiar kabar bahwa di belakang Prabowo ada kelompok Islam garis keras yang berseberangan dengan Nahdlatul Ulama. Hasib perlu memastikan Prabowo bukan dari golongan yang dikhawatirkannya. Menurut Hasib, Prabowo juga berjanji, jika dia menang, kursi Menteri Agama bakal diberikan kepada NU.
Sebelum berada di kubu Prabowo, Kiai Hasib mengklaim sebagai pendukung Joko Widodo, lawan Prabowo. Ia bahkan datang dari Jombang ke Jakarta sebulan sekali untuk mengikuti acara mendaras Al-Quran sampai khatam di Masjid Baiturrahim di Istana Negara, Jakarta. Mangkel karena suatu hal, ia mundur teratur dari barisan pendukung Jokowi.
Kekecewaan putra salah satu pendiri NU, Kiai Abdul Wahab Hasbullah, itu disambut kubu lawan. Ketua Badan Pemenangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Jawa Timur, Anwar Sadat, mengatakan kubunya memang memepet sejumlah kiai yang mendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla pada pemilihan presiden 2014. “Ada beberapa yang sudah bergabung. Salah satunya Kiai Hasib dari Tambakberas,” ujar Anwar.
Menurut Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak, upaya merangkul kiai NU di Jawa Timur menggunakan cara khusus. “Pak Prabowo dan Pak Sandi turun langsung, bukan lewat tim sukses,” kata Dahnil.
Dengan bergabungnya Hasib dan kiai NU yang lain, Anwar Sadat dan Dahnil meyakini suara dari kalangan nahdliyin bakal terkerek. Ini untuk menggerus suara di daerah, yang hampir pasti jatuh ke tangan lawan. Misalnya di wilayah Mataraman, yang meliputi Ngawi, Blitar, hingga Kediri, yang merupakan daerah merah. “Paling tidak, suara dari hijau masuk ke Prabowo,” ujar Anwar.
Muhammad Hasib Wahab bersama Sandiaga Uno di Jakarta, 2018. Indra Komara/detikcom
Daerah tersebut merupakan basis Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Pada pemilihan presiden 2014, Prabowo, yang saat itu berpasangan dengan Hatta Rajasa, keok di sana. Di Ngawi, Prabowo-Hatta cuma mendapat suara 39,84 persen, sedangkan Jokowi-Kalla 60,12 persen. Suara Prabowo-Hatta di Blitar lebih kecil lagi, yakni 28,44 persen, berbanding 71,56 persen suara Jokowi-Kalla.
Sigi lembaga Surabaya Survey Center yang dirilis pada Januari lalu menunjukkan daerah Mataraman masih menjadi kantong Jokowi. Berdasarkan survei, Jokowi-Ma’ruf unggul dengan 59,1 persen suara atas Prabowo-Sandi, yang menangguk 32,5 persen. Tapi Anwar mengklaim, berdasarkan survei internal bulan ini, Prabowo-Sandiaga hampir menyaingi lawannya. “Karena dukungan para kiai NU telah menambah kekuatan,” katanya.
Sebaliknya, kubu Jokowi-Ma’ruf juga berusaha menggaet pendukung Prabowo. Dalam wawancara khusus dengan Tempo pada Desember tahun lalu, Ma’ruf mengklaim telah didukung pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat di Lamongan, Kiai Abdul Ghofur. “Kiai yang dulu ke Prabowo sekarang mendukung kami. Contohnya Kiai Abdul Ghofur,” ujar Ma’ruf.
Namun Ghofur membantah klaim tersebut. “Saya loyal ke Prabowo,” kata Ghofur, yang sudah lama dekat dengan Prabowo. Di pondok pesantren miliknya, menurut Ghofur, Prabowo merintis Partai Gerindra pada 2008. Anak Ghofur, Gudfan Arif, pernah menjadi Ketua Gerindra Jawa Timur.
Meskipun Ghofur dan sejumlah kiai NU di Jawa Timur berada di kutub Prabowo, di provinsi itu Jokowi-Ma’ruf lebih banyak didukung kalangan nahdliyin. Sigi Surabaya Survey Center yang dirilis pada Januari lalu menunjukkan pasangan Jokowi-Ma’ruf mendapat dukungan dari nahdliyin sebesar 64,2 persen, sedangkan Prabowo-Sandiaga cuma 26,2 persen. Sisanya belum menentukan pilihan.
Menurut Manajer Riset Surabaya Survey Center Edy Marzuki, besarnya dukungan kaum nahdliyin kepada Jokowi-Ma’ruf itu berkat kerja politik Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, yang juga Ketua Muslimat NU, organisasi sayap perempuan NU. Dan tentu saja Ma’ruf Amin, mantan Rais Am Pengurus Besar NU, menjadi magnet utamanya.
Ketua Tim Kampanye Daerah Jokowi-Ma’ruf Jawa Timur Machfud Arifin mengatakan Khofifah menggerakkan Jaringan Kiai-Santri Nasional untuk mengumpulkan dukungan. Pada November 2018, misalnya, Khofifah hadir dalam deklarasi dukungan organisasi tersebut se-Tapal Kuda di Lapangan Desa Balet Baru, Jember.
Dua bulan sebelumnya, saat acara syukuran relawan Khofifah-Emil Dardak di Surabaya, Khofifah menyatakan akan membahas pemberian dukungan pada pemilihan presiden bersama organisasinya, Muslimat NU. “Relasi dan afiliasi Muslimat NU yang telah mendukung pilkada akan diinteraksikan secara intensif terkait dengan pemberian dukungan di pilpres,” ujar Khofifah saat itu.
Meskipun Ghofur dan sejumlah kiai NU di Jawa Timur berada di kutub Prabowo, di provinsi itu Jokowi-Ma’ruf lebih banyak didukung kalangan nahdliyin. Sigi Surabaya Survey Center yang dirilis pada Januari lalu menunjukkan pasangan Jokowi-Ma’ruf mendapat dukungan dari nahdliyin sebesar 64,2 persen, sedangkan Prabowo-Sandiaga cuma 26,2 persen. Sisanya belum menentukan pilihan.
Dengan jumlah pemilih terbesar kedua, setelah Jawa Barat, Jawa Timur dianggap sebagai ladang suara. Juru bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Misbakhun, mengatakan Jokowi mengincar 75 persen pemilih dari provinsi ini. Hal itu disampaikan Jokowi dalam pertemuan dengan sejumlah pengurus Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia atau SOKSI di Istana pada Januari lalu.
Untuk mencapai target itu, tiga orang di Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf mengatakan kubunya telah merangkul Fuad Amin Imron, bekas Bupati Bangkalan yang kini menjadi terpidana korupsi, untuk menggunakan pengaruhnya di wilayah Madura. Dua bulan lalu, Fuad dipindahkan dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin di Bandung ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Surabaya di Porong, Sidoarjo. Menurut ketiga narasumber itu, ajakan kepada Fuad Amin mula-mula diulurkan Setya Novanto, terpidana korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik, saat masih di Sukamiskin.
Eko Wiratmoko, Sekretaris Jenderal Cakra 19—organisasi penyokong Jokowi—mengatakan Fuad Amin melalui anaknya sudah menyatakan dukungan kepada Jokowi-Ma’ruf. “Fuad Amin dulu ke 02, sekarang 01,” ujar Eko. Menurut dia, Fuad masih berpengaruh di Bangkalan. Ia berharap bergabungnya Fuad bisa mendongkrak suara Jokowi, yang kalah telak di sana pada 2014.
Abdul Latief Amin Imron, adik Fuad, yang menjabat Bupati Bangkalan, mengaku mendukung Jokowi-Ma’ruf. Tapi dia mengatakan tak tahu-menahu ihwal dukungan abangnya yang dulu anggota tim sukses Prabowo-Hatta itu. “Dukungan saya murni karena saya kader PPP, bukan perintah dari beliau,” ujarnya. Makmun Ibnu, anak Fuad, kata Abdul Latief, juga mendukung Jokowi-Ma’ruf. Bekas Bupati Bangkalan itu menjadi Ketua Barisan Relawan Jokowi-Ma’ruf Bangkalan, sayap organisasi Barisan Relawan Jokowi Presiden atau Bara JP.
Setya Novanto menyanggah melobi Fuad agar mendukung Jokowi-Ma’ruf. “Waduh, enggaklah,” ucap Setya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa pekan lalu. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan pemindahan Fuad tak terkait dengan pemenangan Jokowi-Ma’ruf. “Itu karena dia sakit. Dipindahkan supaya dekat dengan keluarga,” ujarnya.
SUJATMIKO (LAMONGAN), MUSTHOFA BISRI (MADURA), PRAMONO, ROSSENO AJI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo