Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ngarai Yang Makin Teraniaya

Tebing Ngarai Sianok Bukittinggi kian longsor, diakibatkan oleh pengerukan pasir di dasar lembah. dpu sum-bar sedang melakukan survei untuk mengkaji kemungkinan meluruskan aliran air batang sianok.

15 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NGARAI Sianok di tepi barat Kota Bukittinggi itu nampak masih molek, meski di musim hujan sekarang ini juga mencemaskan. Tebingnya kian banyak yang longsor. Tak cuma lembah yang terkenal itu yang teraniaya, melainkan juga tampang Kota Bukittinggi sendiri ikut terancam. Longsoran di seantero ngarai itu terjadi karena bawaan alamiah, di samping juga kemungkinan akibat penambangan pasir di dasar lembah. Pengerukan pasir di Sungai Batang Sianok yang meliuk liuk itu bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di Bukittinggi dan Kabupaten Agam. Tapi juga untuk keperluan Kabupaten Pasaman dan sebagian Kabupaten 50-Kota. Walhasil, seperti diakui Sekwilda Bukittinggi, Drs. Hawari Sidik "Penduduk dirangsang karena meningkatnya kebutuhan pasir." Lagipula penghasilan dari bermain pasir ini terbilang basah. Nian, 50 tahun, penduduk Atas Ngarai yang sudah seperempat abad bergelimang pasir mengungkapkan penghasilannya sehari bisa sekitar Rp 2.000. Jumlah itu lebih lumayan ketimbang memburuh di bangunan pasar. "Dulu kami cuma 10 orang, kini 5 kali lipat," kata Nian. Di antara mereka kini ada beberapa tenaga anak-anak yang berusia 13 tahun. Mereka ini bekerja selepas jam sekolah. "Bisa beli pakaian dan jajan hari-hari," tutur Ismail yang rupanya menjadi pimpinan kelompok anak-anak itu. Penambangan pasir ini dilakukan di areal seluas sekitar 5 ha. Tiap hari ada 25 truk yang menggotong pasir dengan muatan masing-masing 4 m3. Ini berarti tiap tahun sekirar 36.000 m3 dasar sungai yang terkuras. Narnun para pengeruk pasir itu menampik dakwaan kalau mereka ikut menyumbang keruntuhan tebing di Ngarai Sianok itu. "Ini soal hidup mati kami," jawab salah seorang dari mereka. Dikatakannya bahwa kegiatan penambangan pasir ini toh sudah berlangsung sejak 50 tahun yang lampau. Kalangan DPU Sumatera sarat kini sedang melakukan survei untuk mengkaji kemungkinan meluruskan aliran air di Batang Sianok itu. Seperti diungkapkan Ir Martin Ars, Kepala DPU Bukittinggi "Kali yang berlikuliku itu juga mendorong keruntuhan ngarai dengan cepat." Akan halnya para penambang pasir itu, tentu tak mudah melarangnya karena menyangkut urusan sekian puluh periuk pasi. Namun menurut Martin perlu membatasi jumlah penambang serta pembatasan lokasinya. Di samping itu perlu dibuat sejumlah empang untuk menjaga agar reruntuhan tebing tidak hanyut, sehingga bisa menjadi penahan runtuhan tebing berikutnya. Langkah lain adalah di tiap tikungan air dilengkapi dengan empangan batu, yang diperkirakan bakal menghentikan hanyutnya pasir. Dan itu semua baru rencana. Akibat erosi yang panjang itu runtuh pula satu-satunya jembatan yang biasa dilalui penduduk Desa Kotagedang -desa asal Menteri PPLH Emil Salim. Jembatan itu kini diganti dalam bentuknya yang darurat, hanya sekedar orang bisa melintasi Batang Sianok tanpa harus basah kuyup. Di sudut lain Kota Bukittinggi keadaannya lain lagi. Stadion Gelora Atas Ngarai tinggal 20 meter lagi dari bibir ngarai. Untuk main bola di sini perlu berpikir dua kali, sebab sekali salah tendang, bola bakal nyelonong ke jurang dan tak bisa dipungut lagi. Ini berarti kebutuhan bola tak bakal bisa dipenuhi kesebelasan mana pun di Bukittinggi, sebab sebap kali salah tendang harus diheli bola baru. Padahal selama ini Ngarai Sianok sudah "terjual" sebagai umpan bagi kaum wisatawan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus