Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Novel Baswedan: Ini Teror untuk Pemberantasan Korupsi

31 Desember 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMBILAN bulan sudah Novel Baswedan tinggal di Singapura. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ini harus bolak-balik ke General Hospital di dekat Orchard Road untuk memeriksa mata kirinya yang buta total karena disiram air keras oleh orang tak dikenal pada 11 April 2017. Istri dan empat anaknya di Jakarta sesekali saja menengok ke Singapura.

Ia menetap di sebuah rumah kontrakan tak jauh dari rumah sakit. Rutinitas kesehariannya bisa ditebak: jika tak ke rumah sakit atau sesekali ke minimarket, sehari lima kali ia ke Masjid Al-Falah, yang jaraknya sekitar satu kilometer. Lima belas menit sebelum azan, ia tiba di masjid, lalu pulang sejam kemudian setelah membaca Al-Quran.

Novel, 40 tahun, kapok berjalan pelan melintasi Jalan Orchard, pusat belanja di jantung Singapura. Soalnya, pernah beredar video di KPK yang merekam ia jalan dari masjid ke apartemennya. Keterangan video yang menyertainya adalah Novel sedang jalan-jalan. "Belanja ke minimarket kalau sangat terpaksa, untuk menghindari fitnah," katanya kepada Syailendra Persada dan Dhemas Reviyanto dari Tempo, awal November 2017.

Operasi mata Novel tak berjalan sesuai dengan rencana. Seharusnya membran yang ditanam di mata kirinya sudah menutupi permukaan bola mata seluruhnya pada akhir Desember 2017, sehingga dokter akan mengoperasinya pada awal 2018. Namun, hingga awal Desember, membran itu baru menutup 60 persen.

Mata yang sepenuhnya putih itu kini tak bisa melihat sama sekali. Sewaktu belum dipasang membran buatan, mata kirinya masih bisa menangkap pendar cahaya. Praktis penglihatan Novel hanya mengandalkan mata kanan. Untuk membaca Quran, Novel harus memakai kaca pembesar.

Ketika wawancara, tiba-tiba ia meminta tisu dan obat tetes mata. "Rasanya gatal sekali," ujarnya. Mata itu kering sehingga harus sering diberi obat tetes.

Dokter telah memasang membran tambahan agar menutup 100 persen bola mata Novel. Jika penanaman itu berhasil, Novel akan menjalani operasi besar berupa cangkok kornea yang diambil dari gusinya, pada 2018. Mantan polisi yang kini sepenuhnya menjadi karyawan KPK itu menuturkan kehidupannya di Singapura dan penyidikan tentang orang jahat yang menyiramnya.

Hingga kini, polisi belum bisa menangkap orang yang menyiram Anda. Anda masih yakin polisi bisa menangkapnya?

Keyakinan saya makin hari makin tipis. Bagi saya, sembilan bulan sudah terlalu lama. Padahal bisa menangkap pelaku penyiraman tidak hanya untuk saya, tapi juga untuk nama baik institusi polisi. Jika polisi tak bisa menangkapnya, masyarakat akan kehilangan kepercayaan kepada polisi.

Menurut Anda, kenapa polisi tak kunjung menangkapnya?

Saya mendapat informasi dari kalangan internal Polri bahwa penyidik tidak bersungguh-sungguh karena banyak orang yang terlibat dalam kasus ini. Itu yang menjadi problem. Entah bagaimana keterlibatannya, saya kira Tempo sudah tahu siapa saja yang terlibat. Kepolisian memiliki sumber daya yang sangat luas. Mereka memiliki sumber daya manusia yang mumpuni, juga teknologi yang mendukung. Seharusnya mereka bisa lebih cepat menangkap pelaku. Apalagi tetangga-tetangga kompleks saya juga sudah membantu polisi dengan menyerahkan beberapa bukti, seperti foto dan rekaman kamera pengawas.

Polisi sudah memeriksa orang-orang di dalam foto itu, tapi melepasnya lagi dengan alasan alibi mereka kuat….

Saya ini penyidik. Saya tahu bagaimana seharusnya penyidik bekerja. Prinsipnya, jangan langsung percaya alibi, tapi cek benar-benar ke lapangan. Cek ulang kenapa mereka nongkrong di sekitar rumah saya selama berhari-hari.

Polisi sudah mengeluarkan tiga sketsa wajah orang yang diduga pelaku….

Beberapa kerabat saya mengatakan sketsa itu berbeda dengan orang-orang yang mereka lihat. Saya tidak tahu bagaimana polisi membuatnya. Misalnya soal tinggi badan orang yang bertamu ke rumah saya. Perkiraan kerabat saya dengan polisi berbeda. Tamu itu terekam kamera pengawas. Kerabat saya mengukur tinggi orang ini dengan cara membandingkan kepala dia dengan obyek yang ada di rumah. Hasilnya, tinggi orang ini 140-150 sentimeter. Sedangkan polisi mengatakan tinggi orang ini 160 sentimeter.

Apa yang Anda maksud dengan banyak orang terlibat?

Memberantas korupsi ini bukan perkara mudah. Ini bukan soal menghabisi koruptor, melainkan membuat masyarakat sadar bahwa ini perbuatan terlarang. Bagi sebagian orang, korupsi menjadi bagian hidup, sehingga KPK dianggap penghalang.

Jadi Anda berkeyakinan penyerangan ini terkait dengan kasus yang Anda tangani?

Saya penyidik KPK. Masak, saya diserang karena persaingan bisnis busana muslimah istri saya? Ha-ha-ha....

Kasus yang mana?

Terlalu banyak kemungkinan.

Anda sedang memeriksa korupsi kartu tanda penduduk elektronik ketika disiram....

Saya menangani banyak kasus. Para koruptor itu bersatu karena punya musuh bersama, yaitu agenda pemberantasan korupsi oleh KPK.

Serangan itu untuk mematikan Anda atau sekadar meneror?

Serangan subuh itu bukan yang pertama bagi saya. Saya tidak tahu apakah mereka menginginkan saya mati atau hanya menyiksa. Yang jelas, tujuan mereka menyerang saya adalah meruntuhkan mental personel KPK, terutama para penyidik.

Apakah para penyidik KPK jadi takut?

Wajar mereka down. Tapi selalu saya ingatkan kawan-kawan bahwa manusia itu hanya boleh takut kepada Allah. Apa pun agamanya, takutlah hanya kepada Sang Pencipta.

Anda pernah bersitegang dengan Direktur Penyidikan Aris Budiman karena dia ingin mengangkat penyidik KPK dari polisi....

Perdebatan ini konteksnya saya sebagai Ketua Wadah Pegawai, bukan penyidik. Jadi, sebagai ketua serikat pekerja di KPK, saya sebenarnya ingin mengingatkan Direktur Penyidikan bahwa ada aturan yang harus dipenuhi sebelum mengangkat penyidik polisi. Ini bukan soal tidak suka kepada penyidik dari kepolisian. Kalau kebijakan Direktur sesuai dengan peraturan, oke-oke saja.

(Saat memenuhi panggilan Panitia Angket, Aris Budiman mengatakan, "Pengangkatan penyidik polisi ini sudah sesuai dengan aturan dan sudah melalui konsultasi dengan pimpinan KPK.")

Apakah KPK masih butuh penyidik polisi?

Bagi saya, penyidik polisi sangat memudahkan tugas KPK, terutama ketika kami turun ke daerah-daerah. Sebab, polisi punya jaringan luas. Tapi harus diingat bahwa dalam beberapa kasus yang ditangani KPK justru sering terjadi konflik kepentingan. Ada resistansi yang kuat ketika KPK ingin menyidik perkara di kepolisian.

Penyidik polisi tak mau menyidik kasus yang melibatkan polisi?

Dulu, penyidik polisi berkomitmen, siapa pun akan diusut. Belakangan, ada yang mengompori mereka untuk menolak mengusut perkara yang melibatkan polisi. Makanya, ketika berkampanye sebagai Ketua Wadah Pegawai, saya berjanji akan menghilangkan diskriminasi di kalangan internal KPK.

Diskriminasi seperti apa?

Di KPK juga ada jaksa dan auditor negara. Mereka pernah mengeluh, kalau ada oknum dari institusi mereka tertangkap, kok, seperti diinjak-injak, tapi giliran polisi tidak pernah ada penangkapan. Maka saya bilang akan menghapus diskriminasi ini. Apakah dengan begini saya memusuhi polisi? Tidak. Mereka juga harus legawa diperlakukan dengan cara yang sama.

Omong-omong, dari penampilan Anda, banyak yang menuding Anda penganut Islam konservatif….

Saya tidak tahu apa yang dimaksud dengan Islam konservatif. Apakah kalau saya rajin melakukan salat dan mengaji dicap konservatif? Saya hanya menjalankan ajaran agama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus