Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Nyaris gawat

Kota kandangan, kalimantan selatan, nyaris merana karena kemerosotan produksi kayu yang mengakibatkan pendapatan daerah menurun. kota kandangan diselamatkan oleh dana inpres dan pelita. (kt)

13 Maret 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEROSOTNYA produksi kayu di Kecamatan Daha, Kabupaten ulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, mengakibatkan menciutnya pendapatan daerah setempat dan merananya kota Kandangan. Meskipun sebenarnya kota dengan penduduk sekitar 171.000 jiwa dengan luas 1500 km2 itu, mengandalkan hasil karet dan 20% daerah pertanian itu namun -- seperti banyak kota di Kalimantan -- jadi timbul tenggelam oleh naik dan turunnya harga kayu. Bahkan karena harga karet tak pernah mantap, kota yang sering juga disebut Bumi Antaludin dan Amandit itu pernah nyaris gawat. Sampai-sampai gedung koperasi karet Prika Antaludin, ketimbang tak ada kegiatan dibikin ramai buat Sekolah Tehnik Menengah -- dan karena bersuasana darurat STMnya dijuluki Sekolah Tidak Memuaskan. Untunglah muncul guyuran Pelita dan Inpres. Maka tahun 1976 ini menggelosorlah ke kas Kandangan Rp 66 juta lebih atas nama Inpres No.8/1975. Ditambah uang subsidi Desa SD Negeri Inpres, kredit dan lainnya. Dan berkat Pelita pula dua buah gedung Puskesmas dan tiga buah gedung laboratorium komplit untuk pelajar SMA/SMP sudah rampung. Lalu 39 dari 53 desa sudah pula membangun Balai Desa dengan biaya rata-rata Rp 300 ribu sebuahnya. Juga bangunan Kantor Pemda yang sudah jompo dibongkar, lalu dibangun yang baru. Biayanya lumayan besar -- bahkan terbesar selama Pelita di sana Rp 100 juta tak kurang. Dan 29 madrasahwan pun ketiban anugerah DPD Guppi Kalsel dengan sumbangan lebih 4000 buku. Yang kurang beres tampaknya adalah dalam bab Bimas, Inmas dan kredit. Masa tanam tahun 1975 lalu di Kandangan tercatat peserta Bimas lebih 1000 orang dengan luas target 3500 hektar dan guyuran kredit lebih Rp 6 juta. Ternyata pupuk datang bukan pada waktunya. Tentu saja itu pupuk menumpuk di kios Kepala Kampung. Siapa yang salah? Agaknya diperlukan mawas diri. Sebab mungkin petugas Bimas yang kurang mantap. Asal daftar saja. Sekedar memenuhi target. Dan kabarnya ada yang tak punya sawah sampai 10 hektar dipinjami kredit 40 hektar. Ada yang enggan membayar hutang dengan rupa-rupa alasan. Sementara pegawai negeri peserta Bimas dipotong gajinya, orang kaya enggan membayar hutangnya. Dan si miskin konon menirunya pula. Sementara itu tentunya amat bijaksana bila kredit Bimas palawija diusulkan Komisi C DPRD Hulu Sungai Selatan supaya dipakai menggalakkan produksi cengkeh, kopi, kelapa dan lainnya, untuk menutup kemerosotan penghasilan dari karet. Dengan begitu kota Kandangan diharapkan bisa tetap lancar bernafas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus