Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Obral Jargon Ketahanan Pangan

Visi-misi tiga pasangan calon presiden dianggap tidak menjawab akar masalah ketahanan pangan. Masih berupa jargon-jargon.

12 Januari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petani membajak sawah di Pamulihan, Sumedang, Jawa Barat, 3 Januari 2024. TEMPO/Prima mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejumlah kalangan menilai visi-misi tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden belum menjawab akar permasalahan di sektor pangan dan pertanian.

  • Visi-misi soal food estate Prabowo-Gibran dikritik.

  • Strategi modernisasi pertanian Ganjar disorot, begitu pula dengan strategi contract farming dari Anies Baswedan.

JAKARTA – Sejumlah kalangan menilai visi dan misi tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden belum menjawab akar permasalahan di sektor pangan serta pertanian. Strategi yang ditawarkan para kandidat belum menyentuh masalah riil yang dihadapi masyarakat.

“Sebagian besar visi-misi programnya masih normatif. Tidak ada yang menyinggung masalah pangan secara spesifik, seperti krisis beras,” kata Ketua Umum Komunitas Industri Beras Rakyat (Kibar) Syaiful Bahari, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 
Defisit beras bakal berlanjut pada kuartal pertama 2024 akibat mundurnya panen raya setelah terkena dampak El Nino. Ditambah lagi konsumsi beras diperkirakan naik menjelang Ramadan pada Maret mendatang.

Masalah lain adalah kian berkurangnya lahan subur pertanian di Indonesia. Salah satu indikatornya adalah jumlah petani dengan lahan di bawah 0,5 hektare atau petani gurem yang melonjak drastis. Sensus pertanian Badan Pusat Statistik pada Desember lalu menunjukkan jumlah petani gurem bertambah dari 14,25 juta rumah tangga pada 2013 menjadi 16,89 juta pada 2023. Proporsi rumah tangga petani gurem terhadap rumah tangga petani secara keseluruhan naik dari 55,33 persen pada 2013 menjadi 60,84 persen pada 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain itu, produksi gabah terus turun dari tahun ke tahun. Pada 2018, produksinya berada di kisaran 59,2 juta ton per tahun, lalu turun menjadi 54 juta ton pada 2019. Tahun lalu, produksi gabah ditaksir hanya 53,63 juta ton atau turun dari 54,75 juta ton pada 2022. Penurunan produksi gabah sejalan dengan penurunan luas panen dari 11,38 juta hektare pada 2018 menjadi 10,19 hektare pada 2023.

Tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden mengobral janji untuk mengatasi masalah pangan serta pertanian jika terpilih dalam Pemilu 2024. Berikut ini beberapa visi-misi para kandidat di sektor pangan. 

Food Estate Disorot

Menurut Syaiful, beberapa isu dalam strategi pangan para calon presiden masih bersifat elitis. Seperti food estate atau lumbung pangan yang banyak diperdebatkan. Program food estate muncul dalam dokumen visi dan misi "Bersama Indonesia Maju" pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Komoditas yang akan didorong adalah padi, jagung, singkong, kedelai, dan tebu. Prabowo-Gibran menargetkan minimal 4 juta hektare tambahan luas panen tanaman pangan akan tercapai pada 2029.

Syaiful mengatakan target 4 juta hektare tambahan luas panen tanaman pangan kurang realistis. Pasalnya, luasan tersebut sulit diwujudkan di daerah seperti Jawa yang lahannya makin sempit. Sementara itu, Sumatera telah didominasi perkebunan dan Kalimantan sebagian besar adalah lahan gambut.

Bukan hanya Prabowo-Gibran, Syaiful juga mengkritik visi-misi pangan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Dalam dokumen visi-misi bertajuk "Menuju Indonesia Unggul", pasangan nomor urut tiga ini mendukung petani, peternak, dan nelayan dengan alat modern, benih unggul, serta pupuk berkualitas. Syaiful menganggap program tersebut belum bisa menjawab permasalahan saat ini karena bersifat jangka panjang.

Calon presiden nomor urut 03, Ganjar Pranowo, mengunjungi petani di Desa Kutukan, Blora, Jawa Tengah, 4 Januari 2024. TEMPO/Febri Angga Palguna



Menurut dia, teknologi canggih belum cukup realistis diterapkan di Indonesia. “Pertanian di Jawa saja sekarang masih terbelakang. Jumlah alsintan (alat mesin pertanian) di Jawa masih kurang, apalagi di luar Jawa," katanya. Selain itu, industri penggilingan padi masih sedikit. Ia khawatir isu ini justru nantinya tidak menyentuh petani kecil.

Visi-misi pangan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar juga tak luput dari catatan Kibar. Dalam dokumen visi dan misi bertajuk "Indonesia Adil Makmur untuk Semua", pasangan nomor urut satu ini menawarkan “Revolusi Agromaritim”. Salah satu strateginya adalah pemberian kepastian pembelian hasil panen dengan harga yang menguntungkan petani melalui contract farming.

Syaiful menyoroti soal detail implementasi dan mekanisme contract farming. “Banyak hal yang tidak didetailkan agar masyarakat paham. Itu sebabnya, isunya masih elitis, abstrak, dan belum dipahami petani serta masyarakat di bawah,” ujarnya.

Selain itu, kata Syaiful, ketiga pasangan calon presiden belum ada yang bisa memberikan solusi tepat untuk permasalahan yang kerap dikeluhkan petani, seperti kelangkaan dan mahalnya pupuk. 

Pendapat senada diungkapkan guru besar IPB, Dwi Andreas Santosa. Menurut dia, belum ada pasangan calon presiden yang menawarkan solusi soal murahnya harga gabah di tingkat petani. Selama ini pemerintah hanya memikirkan harga di tingkat konsumen lewat penurunan harga pangan. "Jika terus demikian, program ketahanan pangan dan kesejahteraan petani para kandidat hanya akan menjadi jargon,” ujarnya.

Calon presiden Indonesia nomor urut 01, Anies Baswedan, saat berdiskusi di Gorontalo, 8 Januari 2024. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.

Retorika Masa Kampanye

Menurut Andreas, saat ini sudah terlalu banyak retorika dan wacana dari para pemimpin selama masa kampanye. Namun kenyataannya, saat melewati masa kepemimpinan, program yang digaungkan tidak sesuai dengan harapan. 

Ia mencontohkan beberapa program yang dibuat pemerintah saat ini terkait dengan ketahanan pangan dan pertanian yang dianggap gagal. “Ada berbagai program, seperti swasembada padi, jagung, kedelai, yang gagal,” ujarnya. Buktinya, impor berbagai komoditas pangan masih tinggi. Sementara itu, ketergantungan impor gula saat ini sudah 70 persen. “Dan kita jadi importir gula terbesar, komoditas pangan hampir dua kali lipat,” katanya.

Dalam Dialog Capres Bersama Kamar Dagang dan Industri Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045, kemarin, Ganjar menegaskan modernisasi pertanian dari hulu hingga hilir menjadi kunci untuk mewujudkan kemandirian pangan. Menurut dia, pemanfaatan teknologi dalam praktik pertanian penting dilakukan. Salah satu bentuk modernisasi pertanian tersebut adalah penggunaan alat pertanian ataupun teknik menanam yang baru, khususnya di lahan pertanian yang sempit.

Adapun juru bicara Tim Nasional Pemenangan Anies-Muhaimin, Billy David Nerotumilena, angkat bicara soal kritik tentang belum jelasnya konsep contract farming. Menurut dia, contract farming merupakan bentuk kontrak bisnis pemerintah yang menjanjikan kepastian pendapatan bagi petani sekaligus kepastian pasokan serta keterjangkauan pangan bagi konsumen.

Ada pula konsep cooperative farming yang merupakan bentuk konsolidasi lahan pertanian produktif skala kecil dan banyak. “Ini bentuk institusi produksi pangan sebagai tandingan dari corporate farming atau food estate,” kata Billy kepada Tempo, kemarin.

Tempo berupaya meminta konfirmasi soal sejumlah kritik terhadap food estate yang ada dalam visi-misi Prabowo-Gibran kepada Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Eddy Soeparno. Namun, hingga berita ini diturunkan, Eddy tidak merespons pertanyaan Tempo

Pada 4 Januari lalu, Komandan TKN Prabowo-Gibran, Budisatrio Djiwandono, mengatakan, untuk menjamin pasokan produksi pangan, Prabowo-Gibran akan menyempurnakan program lumbung pangan (food estate) yang sudah ada menjadi lumbung pangan terintegrasi desa, daerah, dan nasional. "Dalam lumbung pangan, harus terjadi industrialisasi pertanian. Kami akan mengubah struktur pertanian tradisional menjadi industri pertanian berbasis teknologi di koperasi dan badan usaha desa," katanya.

Sejumlah petani mengikuti deklarasi mendukung calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto, di Desa Kirig, Mejobo, Kudus, Jawa Tengah, 31 Desember 2023. ANTARA/Yusuf Nugroho

Visi Reforma Agraria

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika mengatakan, jika para kandidat serius ingin mencapai kedaulatan pangan, perombakan penguasaan tanah melalui redistribusi bagi buruh tani seharusnya menjadi prioritas utama.

Dalam dokumen visi dan misinya, pasangan Prabowo-Gibran berkomitmen menjalankan agenda reformasi agraria untuk memperbaiki kesejahteraan petani sembari meningkatkan produksi di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, dan kelautan.

Anies-Muhaimin juga menyebutkan akselerasi program redistribusi tanah yang adil dan partisipatif, khususnya untuk petani tak bertanah, petani gurem dalam skema rumah tangga petani, serta koperasi produksi pertanian.

Dewi mengapresiasi hal itu. Menurut dia, reforma agraria selama ini dianggap bukan isu strategis. Namun, dia mengatakan, belum ada kandidat yang berani menargetkan program reforma agraria dalam bentuk angka.

Adapun Sekretaris Jenderal Serikat Petani Simalingkar Bersatu (SPSB) Sumatera Utara Ardi Surbakti menilai narasi kesejahteraan petani yang dijanjikan para pasangan calon sudah bagus. “Tapi saya belum yakin pelaksanaannya nanti akan berjalan sesuai dengan program yang sudah dijanjikan.”

ILONA ESTERINA PIRI | CAESAR AKBAR | ANTARA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus