Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Oleh-oleh Kornet Australia

25 Agustus 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JUNI 2004, sepekan sebelum pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Siang itu ruang rapat Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dipenuhi anggota dari Komisi Keuangan. Tjahjo Kumolo, Ketua Fraksi, duduk di kepala meja. Di sebelahnya tercagak Panda Nababan, Wakil Ketua Fraksi. Delapan belas anggota lain menyebar di sisi kiri dan kanan meja empat persegi panjang.

Rapat dibuka, Tjahjo memberikan kata pengantar. Intinya: Fraksi memutuskan Miranda Swaray Goeltom naik kelas. Dari Deputi Gubernur Bank Indonesia, ia disokong partai banteng menjadi Deputi Gubernur Senior. Perempuan yang gemar berganti warna rambut ini dinilai memiliki sejumlah kelebihan: punya koneksi internasional dan paham urusan moneter. ”Orangnya memang pintar,” kata Agus Condro Prayitno, 47 tahun, mengenang rapat itu.

Setelah keputusan dibacakan, tidak ada anggota yang bertanya. Nama dua kandidat lain, Budi Rochadi, kala itu Kepala Perwakilan Bank Indonesia di Tokyo, Jepang, dan Hartadi A. Sarwono, Deputi Gubernur, memang tak laku di forum ini. Miranda melenggang mulus menuju proses uji tuntas dan kelayakan yang diakhiri dengan pemilihan pada 8 Juni 2004.

Ditemui di ruang kerjanya, Panda enggan menanggapi rapat empat tahun lalu itu. ”Tanyakan saja ke Tjahjo Kumolo. Dia akan memberikan keterangan pers,” katanya Rabu pekan lalu. Namun, dalam jumpa pers, Tjahjo tidak muncul. Ketika dihubungi, telepon selulernya tidak diangkat.

Seorang pentolan PDI Perjuangan bercerita, sebelum proses uji tuntas dan kelayakan digelar, fraksinya memanggil satu per satu kandidat. ”Untuk menjelaskan visi dan misi,” ujar sumber itu. Suatu ketika, kata dia, ada kandidat yang mengajak mengadakan pertemuan di sebuah hotel. Namun permintaan ini ditolak. ”Ruangan fraksi kan ada,” ujarnya beralasan. ”Buat apa jauh-jauh?”

Sumber Tempo bercerita, dibanding kandidat lain, Miranda lebih punya story dengan kalangan dalam partai banteng. Sudah lama ia dekat dengan Emir Moeis, Ketua Komisi Keuangan saat itu. Keduanya pernah satu sekolah. Di Sekolah Menengah Atas 3 Jakarta, Emir setahun lebih muda dari Miranda.

Karena kedekatan ini, menurut orang dekat Emir, poli­tikus asal Kalimantan Timur ini tak sungkan menitip oleh-oleh jika Miranda ke luar negeri. ”Dia suka pesan ­kornet sapi Australia,” kata seorang petinggi Panitia ­Anggaran Dewan.

Megawati Soekarnoputri juga cocok dengan Miranda. Selain karena sesama perempuan, itu lantaran Miranda dianggap mampu mengamankan tingkat suku bunga dan laju inflasi hingga akhir masa pemerintahan Megawati. Pada tahun itu, Megawati memang berkepentingan meningkatkan citra karena ingin maju lagi sebagai presiden. ”Miranda juga bukan orangnya IMF (Dana Moneter Internasional),” kata sumber itu.

Ada yang unik saat pemungutan suara yang meloloskan Miranda akan digelar. Salah satu pentolan Fraksi Banteng di Komisi Keuangan mengaku mendapat telepon dari Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah. Menurut sumber Tempo, Burhanuddin meyakinkan bahwa Presiden Megawati telah merestui Budi Rochadi sebagai Deputi Gubernur Senior. Budi adalah bekas aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia—organisasi yang berafiliasi pada Partai Nasionalis Indonesia, cikal-bakal PDI Perjuangan.

Akibatnya, menurut sumber ini, Emir Moeis, sebagai pemimpin kelompok Fraksi Banteng, kontan memerintahkan para anak buahnya menunda pemberian suara. Emir lalu mengecek info ini ke Panda Nababan. Panda lantas menghubungi Megawati. Ternyata info itu salah. Kabar palsu itu beredar karena, ”Burhanuddin kurang sreg dengan Miranda karena pernah sama-sama bersaing menjadi Gubernur Bank Indonesia,” kata sumber ini.

Ditanyai mengenai ini, Emir—kini Ketua Panitia Anggaran—hanya sedikit berkomentar. Menurut dia, Miranda pilihan terbaik. Katanya, ”Jangankan dibayar, disuruh membayar agar Miranda terpilih saja kami mau.”

Budi Riza

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus