Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Om TKO Dari Langaleso

DUA bulan setelah gempa hebat mengguncang Sigi, Sulawesi Tengah, Amir Said Mustafa masih tak melepaskan radio.

28 Desember 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Amir di rumahnya di Dusun I Desa Langaleso, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. TEMPO/Rully Kesuma

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski jaringan telepon seluler sudah normal, ia lebih senang berkomunikasi memakai jaringan radio modulasi frekuensi (FM) dengan sesama anggota Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI).

Seperti pada siang akhir November lalu. Amir khusyuk di depan peralatan radio di lantai dua rumahnya, yang berukuran 2 x 3 meter, di Desa Langaleso. Amir menyebut rumah hadiah dari pemerintah lewat program bedah rumah itu sebagai “markas”. Di markas itu, ia menerima dan memberikan informasi seputar perkembangan Sigi setelah gempa. “Di sini tempat favorit saya,” kata laki-laki 50 tahun itu.

Kesibukannya di depan radio meningkat sejak gempa mengguncang Sigi, Donggala, dan Palu pada 28 September 2018. Ia menerima dan memberikan kabar seputar gempa kepada sesama anggota RAPI di seluruh Indonesia.


 

Peralatan radio Amir sangat sederhana. Ia merakit sendiri alat komunikasi itu. Ia memodifikasi radio handy talky agar jangkauannya jauh memakai antena luar setinggi 20 meter. Radio itu disambungkan dengan power 10 ampere untuk menguatkan sinyal. "Jangkauannya bisa sampai Kalimantan," ujarnya.

 


 

Karena tak terlalu banyak mengalami kerusakan akibat gempa dan likuefaksi, Langaleso menjadi tempat penampungan mereka yang selamat. Sebagian besar warga Jono Oge. Amir mengabarkan apa saja yang terjadi di desanya: jumlah pengungsi, logistik, hingga kebutuhan obat-obatan. Karena itu, rumahnya dia buka 24 jam. Beberapa anggota RAPI kerap datang ke sana untuk bergantian menjadi penyiar.

Peralatan radio Amir sangat sederhana. Ia merakit sendiri alat komunikasi itu. Ia memodifikasi radio handy talky agar jangkauannya jauh memakai antena luar setinggi 20 meter. Radio itu disambungkan dengan power 10 ampere untuk menguatkan sinyal. “Jangkauannya bisa sampai Kalimantan,” ujarnya.

Amir mengenal radio sejak dua dekade lalu. Ia menggilai alat komunikasi ini sejak muda. Mula-mula ia ikut tren karena bisa berkenalan dengan banyak orang sesama pemakai radio amatir. Amir mengabarkan apa saja yang terjadi di Sigi, seperti debit air dan peristiwa kejahatan, atau tukar kelakar dengan sesama anggota RAPI. Berkali-kali radionya kena razia karena tak punya izin, hingga ia bergabung dengan RAPI wilayah 09 Sigi dan izin mengudaranya keluar pada 2016. Di udara, Amir dikenal sebagai Om TKO. Panggilan itu merujuk pada nomor anggotanya di RAPI: YJ23TKO.

Selama menjadi relawan gempa, Amir mendapat bantuan dari RAPI pusat sebesar Rp 1,5 juta. Uang itu ia bagi-bagi bersama temannya untuk ongkos operasional selama evakuasi. Untuk menghidupi istri dan dua anaknya, Amir bekerja serabutan. Kadang ia menjadi tukang bangunan yang upahnya hanya Rp 80 ribu sehari. Hingga sekarang pun, ia tak punya pekerjaan tetap. “Semoga segera mendapat pekerjaan,” katanya, mesem-mesem. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus