Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya mempersoalkan penempatan seorang perwira Tentara Nasional Indonesia dan dua perwira Kepolisian RI di jabatan struktural pada PT Transportasi Jakarta (Transjakarta). Menurut Ombudsman, penempatan anggota TNI dan polisi di perusahaan daerah itu berpotensi melanggar sejumlah peraturan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, Teguh Nugroho, menuturkan lembaganya tengah menyelidiki dugaan maladministrasi atas penempatan perwira TNI dan polisi itu. "Kami sudah memanggil Transjakarta untuk meminta keterangan," ujarnya kepada Tempo, Rabu lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perwira TNI yang dimaksud Teguh adalah Letnan Kolonel Deri Anton yang menjabat Kepala Departemen Pengamanan Operasi Transjakarta. Adapun kedua perwira Polri itu adalah Ajun Komisaris Besar Titik Setiowati (Kepala Departemen Sterilisasi Koridor Transjakarta) dan Ajun Komisaris Miyarsih (Kepala Departemen Pembinaan Sumber Daya Manusia Transjakarta).
Kepada Ombudsman, menurut Teguh, manajemen Transjakarta menjelaskan bahwa Deri diangkat sebagai Kepala Departemen Pengamanan Operasi demi kepentingan pengamanan operasi perusahaan daerah itu. Alasannya, banyak jalur bus Transjakarta yang bersinggungan dengan jalur angkutan umum lain. "Untuk menghindari gangguan dari pihak yang menguasai jalur itu," kata Teguh.
Masalahnya, menurut Teguh, penempatan anggota TNI Angkatan Laut itu berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasal 47 ayat 1 undang-undang itu menyebutkan prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif.
Ombudsman juga mempertanyakan penempatan Titik sebagai Kepala Departemen Sterilisasi Koridor serta Miyarsih sebagai Kepala Departemen Pembinaan Sumber Daya Manusia. Menurut Teguh, jika ingin mengamankan dan mensterilkan jalur bus, Transjakarta cukup bekerja sama dengan kepolisian. "Perbantuan saja, jangan masuk jabatan struktural," ujarnya.
Teguh menerangkan, penempatan Titik dan Miyarsih berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 28 ayat 3 undang-undang itu menyebutkan anggota polisi dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Sejumlah sumber Tempo di PT Transportasi Jakarta menuturkan, awalnya, Deri, Titik, dan Miyarsih hanya diperbantukan. Sifatnya bantuan kendali operasi (BKO) untuk pengamanan operasional perusahaan daerah itu. Namun pada 2016 Transjakarta memberikan jabatan struktural kepada tiga orang tersebut.
Deri, menurut seorang sumber, dianggap bisa mencegah konflik antara petugas sterilisasi jalur Transjakarta dan anggota TNI yang kerap menerobos jalur khusus bus Transjakarta. Beberapa waktu lalu, sumber itu mencontohkan, orang yang ditengarai sebagai anggota TNI pernah menganiaya petugas sterilisasi jalur bus Transjakarta di Manggarai, Jakarta Selatan. "Dia marah karena dilarang masuk jalur Transjakarta," ujarnya.
Ketika dimintai konfirmasi, Deri enggan menjelaskan ihwal penempatan dirinya di Transjakarta. "Terus kenapa?" ucapnya melalui sambungan telepon. Sedangkan Miyarsih belum memberikan penjelasan tentang jabatannya di Transjakarta. Pertanyaan Tempo melalui telepon dan pesan elektronik tak kunjung dijawab hingga tenggat tulisan.
Adapun Titik membenarkan dirinya menjabat Kepala Departemen Sterilisasi Koridor Transjakarta. Namun dia pun tak bersedia menjelaskan secara rinci alasan penugasannya di Transjakarta. "Silakan tanya ke bagian HRD," tuturnya.
Direktur Operasional Transjakarta, Daud Joseph, mengatakan hal yang sama. "HRD yang lebih tahu," kata dia, yang merupakan atasan Deri dan Titik.
Sementara itu, Deputi Direktur Sumber Daya Manusia Transjakarta, Peppy Fachrial, membenarkan bahwa Ombudsman tengah menyelidiki penempatan perwira TNI dan polisi di perusahaan daerah itu. "Kami sudah bahas juga," ujarnya. Namun Peppy pun tidak menjelaskan lebih lanjut alasan penempatan anggota TNI dan polisi tersebut. "Ini saya lagi rapat sama direksi."
GANGSAR PARIKESIT
Aparat di Transjakarta
Penempatan anggota TNI dan Polri di PT Transportasi Jakarta dianggap menghambat karier pegawai perusahaan daerah itu. Apalagi posisi yang dijabat Deri Anton, Titik Setiowati, dan Miyarsih termasuk jabatan strategis.
Menurut Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, Teguh Nugroho, penempatan tiga orang tersebut menunjukkan bahwa Transjakarta tidak percaya pada pegawainya yang merintis karier dari bawah. "Jadi, anggapannya adalah pegawai Transjakarta tidak mampu menduduki jabatan itu," ujarnya, kemarin.
Berikut ini sejumlah aturan yang dilanggar akibat penempatan anggota TNI dan Polri di Transjakarta.
#Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI
Ë— Pasal 47 ayat 1
Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif.
Ë— Pasal 47 ayat 2
Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik Nasional, dan Mahkamah Agung.
#Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Ë— Pasal 28 ayat 3
Anggota polisi dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
SUMBER: WAWANCARA | UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2004 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 | GANGSAR PARIKESIT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo