Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LELAKI itu datang lima menit setelah pertandingan dimulai. Di lapangan, petenis putri dari Slovakia, Daniela Hantuchova, bertanding melawan Yanina Wickmayer asal Belgia. Commonwealth Bank Tournament of Champions di Nusa Dua, Bali, memasuki babak perempat final pada Jumat dua pekan lalu itu.
Ia duduk di stand B, di baris keempat dari bawah, kursi nomor empat. Rambut palsu sang lelaki terlihat aneh, menumpang begitu saja di kepalanya. Belahan tengahnya tebal. Meski mengenakan kacamata, penampilannya menarik perhatian seorang petugas penunjuk tempat duduk di pintu 6 turnamen tenis berhadiah total US$ 600 ribu itu.
Petugas itu melihat sang pria mirip betul dengan Gayus Halomoan Tambunan. Pegawai golongan IIIa Direktorat Pajak itu sangat populer sepanjang tahun ini. Diduga kuat memainkan kasus-kasus pajak, ia memiliki rekening berisi ratusan miliar rupiah. Ia pun didakwa melakukan korupsi, menyuap aparat, dan memberikan keterangan palsu. Persidangannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pun hampir selalu ditayangkan langsung di televisi. Oo, kamu ketahuan…, petugas lapangan mengenali garis wajahnya.
Si Rambut Palsu tampak sangat menikmati pertandingan. Beberapa kali dia bertepuk tangan atau memotret dengan kamera telepon selulernya. ”Tapi ia tak nyaman dengan rambut palsunya, yang sering menutup dahinya,” kata petugas yang menolak disebutkan namanya, kepada Tempo. ”Dia berulang kali membetulkan rambut palsunya dan mengusap mata.”
Di tengah pertandingan, ia meninggalkan tempat duduknya sekitar sepuluh menit. ”Saya sempat berpapasan dengannya di lorong,” kata petugas lapangan yang lain. ”Dia sempat tertahan di pintu 5.”
Di sudut lain, pewarta foto harian Kompas, Agus Susanto, mendapat informasi dari salah satu penjaga tiket tentang adanya seseorang mirip Gayus. Sambil tetap memotret pertandingan, ia berusaha mencari lelaki mirip Gayus di antara penonton. ”Akhirnya ketemu. Saya foto, ada 113 frame foto dia,” katanya, yang menggunakan lensa panjang 300 milimeter.
Pewarta foto harian berbahasa Inggris, Jakarta Globe, memperoleh informasi sama. Ia tersentak ketika berserobok mata dengan lelaki itu. Gayus bukan orang asing bagi sang fotografer. Ia temannya di SMA 13 Jakarta Utara, tiga belas tahun lalu. Tak mau kehilangan momen, lensa kamera pun dibidikkan ke lelaki itu.
Keesokan harinya, foto lelaki mirip Gayus di baris penonton sedang bersedekap dimuat di Jakarta Globe. Setelah itu, dua hari berturut-turut keluar di harian Kompas. Sayangnya, sang juru foto bekas teman SMA Gayus ini menolak berkomentar.
Tempo membandingkan foto-foto Gayus sebelum 5 November dengan foto di Bali. Dengan membuang rambut palsunya, hampir semua titik wajah Gayus identik dengan pria di Bali. Bedanya, gigi tengah Gayus berongga cukup lebar. Si pria rambut palsu gigi tengahnya rapi. Tapi, eureka, gigi Gayus kini memang sudah rapi, seperti terlihat pada foto sidang pada Rabu pekan lalu. Artinya, pria di Bali itu dipastikan Gayus.
Gayus, yang ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu pekan lalu, membantah pergi ke Bali. ”Ke Thailand,” jawabnya sambil tertawa, ketika ditanya soal perjalanannya akhir pekan lalu.
Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia gaduh setelah foto lelaki mirip Gayus terbit di harian Jakarta Globe. Sekitar pukul 16.00, puluhan anggota satuan Profesi dan Pengamanan sudah memenuhi rumah tahanan Markas Komando Brimob di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Menurut Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S. Pane, dari informasi yang dia dapatkan, para petinggi polisi panik karena kehilangan kontak dengan Gayus. Tiga polisi yang disebutkan bertugas mengawal Gayus juga tidak bisa dihubungi. ”Telepon seluler mereka mati,” katanya.
Seorang penghuni tahanan Markas Komando Brimob yang menolak disebut namanya mengatakan, menjelang malam suasana semakin tegang. Tak hanya Gayus, kata dia, Komandan Korps Brigade Mobil Brigadir Jenderal Syafei Aksal, yang memeriksa ruang tahanan, juga tidak mendapati Komisaris Besar Williardi Wizar, terpidana kasus pembunuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, Nasruddin Zulkarnaen. ”Hanya Susno Duadji yang ada di tahanan,” katanya. ”Sel Gayus dan Williardi kosong melompong.”
Tak lama kemudian, Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi juga datang. Sembilan penjaga rumah tahanan dikumpulkan di satu ruangan. ”Mereka diinterogasi soal perginya Gayus,” kata seorang penyidik polisi.
Menjelang tengah malam, polisi mendeteksi keberadaan Gayus. Satu jam kemudian sejumlah petugas mendatangi rumah lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara itu di Kelapa Gading, Jakarta Utara. ”Di sana mereka menjumpai Gayus yang baru pulang dari satu pesta kerabatnya di Ancol,” kata sumber itu. ”Gayus langsung dibawa ke Kelapa Dua.”
Sesampai di tahanan Markas Komando Brimob, Gayus langsung diperiksa intensif. ”Namun dia tetap santai,” kata sumber Tempo. Tak hanya oleh polisi, keesokan harinya, Gayus dimarahi Susno Duadji karena kehebohan yang dibuatnya. ”Kamu ini tidak bersyukur sudah enak-enak di sini,” kata sumber tadi menirukan Susno.
Kepala Tahanan Komisaris Iwan Siswanto dan delapan anak buahnya diperiksa. Dua hari kemudian, mereka dijadikan tersangka. ”Mereka sebagai tersangka,” kata Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Dikdik Mulyana Arif.
Rabu dua pekan lalu, Gayus menjalani persidangan kasusnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Seusai sidang, ia menelepon Komisaris Iwan Siswanto. Ia mengatakan sedang dalam perjalanan kembali ke rumah tahanan di Kelapa Dua. ”Saat itu dia minta izin meninggalkan tahanan,” kata seorang penyidik.
Gayus hanya mampir sebentar di tahanan. Menurut Iwan Siswanto kepada penyidik Divisi Profesi dan Pengamanan, Gayus meninggalkan tahanan pada pukul 19.00. ”Gayus beralasan ingin pulang ke rumah,” katanya kepada penyidik.
Dalam dokumen pemeriksaan yang salinannya diperoleh Tempo, Iwan mengatakan tidak ada pengawalan khusus buat Gayus. Miliarder itu hanya diantarkan ke luar kompleks Markas Komando Brimob dengan mobil pribadi Iwan. Di luar sudah ada penjemput Gayus.
Sebuah pengakuan penting juga diungkapkan Iwan. Dia mengaku mendapat Rp 368 juta dari Gayus. Perinciannya: upeti Rp 50 juta pada Juli lalu dan setiap pekan ada tambahan Rp 5 juta. Bulan berikutnya, setoran Gayus naik menjadi Rp 100 juta. ”Namun jatah mingguan turun menjadi Rp 3,5 juta,” tutur Iwan kepada penyidik.
Bekas anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri ini mengatakan Gayus mulai sering minta izin keluar tahanan sejak berkas perkaranya dilimpahkan ke pengadilan. Brigadir Satu Angoco Duto, penjaga yang juga diperiksa penyidik Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, mengaku bahwa sejak Juli lalu Gayus sudah keluar 68 kali. ”Izin keluar Gayus datang dari kepala tahanan,” katanya dalam dokumen pemeriksaan.
Dalam pengakuannya kepada penyidik, Angoco membantah ditugasi mengawal Gayus keluar tahanan pada 3 November—seperti disebutkan Iwan. Dia menyebutkan namanya hanya dicatut Iwan ketika menjawab pertanyaan Brigadir Jenderal Syafei Aksal yang memeriksa sel Gayus. Angoco juga mengaku mendapat upeti Rp 1,5 juta dari Gayus setiap pekan. Kata dia, Gayus biasanya keluar dari sel C5 sekitar pukul 15.00. ”Beberapa kali pukul 20.00,” katanya.
Selain membuka pintu sel, Angoco mengaku sering mengantarkan Gayus keluar dari kompleks Markas Komando Brimob dengan menggunakan sepeda motor Honda Revo miliknya. Biasanya, Gayus minta diantarkan sampai pompa bensin atau Bank Mandiri di jalan akses Universitas Indonesia, Depok. ”Di sana sudah menunggu sopir atau istrinya yang menggunakan mobil Ford Everest hitam B-926-GM,” kata Angoco kepada penyidik.
Demikian juga ketika Gayus ingin kembali ke tahanan Markas Komando Brimob. ”Saya menjemput pakai sepeda motor di tempat tadi dan membawanya pulang,” ujar dia.
Berlin Parlindungan, kuasa hukum Iwan Siswanto, membenarkan seluruh isi dokumen pemeriksaan itu. Menurut dia, kliennya memang membuka semua soal uang yang diterima dari Gayus, Susno Duadji, dan Williardi Wizar. ”Tidak ada yang ditutupi,” ujar dia.
Kuasa hukum Gayus, Pia Akbar Nasution, mengaku baru mendengar ada aliran dana dari kliennya kepada kepala tahanan itu. ”Saya tidak bisa memberikan konfirmasi,” katanya.
Setelah ketahuan berada di luar tahanan, Gayus ”disidang” tim kuasa hukumnya. Ketua tim Adnan Buyung Nasution, sambil menunjukkan tangan, dengan suara tinggi menanyakan kabar kepergiannya ke Bali. Adnan Buyung mengatakan, sebagai kuasa hukum, penting meminta konfirmasi mengenai kabar itu. Apalagi Gayus tidak pernah sekali pun meminta kuasa hukum mengajukan izin agar bisa keluar dari tahanan. ”Dia menjawab tidak ke Bali,” katanya.
Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Didi Irawadi Syamsudin, mencium adanya dugaan pihak yang mengatur perjalanan Gayus ke Bali. Sebab, sebagai tokoh yang sempat menghebohkan, terlalu berani seorang petugas berpangkat komisaris polisi membiarkan Gayus bebas berkeliaran di luar. ”Sangat mungkin ada kepentingan mafia pajak yang bermain dalam kasus ini,” katanya.
Pia Nasution mengaku sempat khawatir Gayus benar pergi ke Bali dan melakukan pertemuan dengan orang yang terkait kasus pajak yang dibongkarnya di pengadilan. Tujuannya untuk mengamankan mereka yang sebelumnya pernah disebut Gayus dalam persidangan. ”Sudah kami tegaskan soal ini,” katanya. ”Gayus menegaskan tidak berubah sikap.”
Dalam kesaksiannya di pengadilan, Gayus berulang kali mengaku menerima aliran dana US$ 7 juta (Rp 65 miliar) untuk ”penyelesaian” urusan pajak dari tiga perusahaan batu bara Grup Bakrie. Perinciannya, dari PT Bumi Resources Tbk. senilai US$ 2 juta untuk pengajuan permohonan banding di pengadilan pajak. Selanjutnya, US$ 2 juta dari PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin Indonesia untuk pembetulan surat pemberitahuan pajak terutang. Terakhir, US$ 3 juta dari Kaltim Prima untuk pengeluaran surat ketetapan pajak 2001-2005.
Kecurigaan ada misi khusus yang tengah dijalani Gayus di Bali semakin merebak seiring dengan kehadiran Aburizal Bakrie, pemilik kelompok usaha Bakrie, yang juga menonton pertandingan tenis Commonwealth Bank Tournament of Champions, di Nusa Dua, sehari sesudah orang yang mirip Gayus terbidik kamera wartawan. Aburizal menonton pertandingan Ana Ivanovic melawan Kimiko Date bersama-sama dengan mantan Menteri Perhubungan Agum Gumelar.
Ketua Umum Partai Golkar yang dikenal gemar olahraga tenis ini buru-buru membantah bertemu dengan Gayus. ”Saya tidak kenal dia,” kata mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat yang juga ditunjuk Presiden sebagai ketua harian sekretariat gabungan koalisi propemerintah ini kepada Fatkhur Rohman Taufiq dari Tempo. ”Kalaupun ingin ketemu, mengapa harus jauh-jauh ke Bali?”
Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum sejak Senin pekan lalu sudah membentuk tim investigasi. Tim ini meminta keterangan juru foto harian Kompas dan berencana memeriksa para penjaga tahanan Markas Komando Brimob. Anggota satuan tugas, Yunus Hussein, mengatakan, ”Kami juga akan menurunkan tim ke Bali.”
Setri Yasra, Oktamandjaja Wiguna, Isma Savitri, (Jakarta), Wayan Agus Purnomo (Nusa Dua)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo