Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Perlu Takaran Sanksi

Keputusan KPI menghentikan tayangan Silet di RCTI memerlukan takaran jelas. Jangan memadamkan kebebasan berekspresi.

15 November 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LANGKAH Komisi Penyiaran Indonesia menyetop siaran Silet—program infotainment di RCTI—perlu didukung dengan sejumlah catatan. Pertama, setiap siaran ngawur atau berlebihan perlu ditertibkan dengan segera. Kedua, dalam menjalankan wewenangnya, Komisi Penyiaran seyogianya mengambil sikap jelas dan tegas, tanpa ikut pula berlebihan.

Hukuman kepada yang melanggar hendaklah ditakar dengan sepadan, bijaksana, dan jelas rentang waktunya. Hanya dengan cara ini, sanksi Komisi dapat berbuah positif dan efektif. RCTI akan terpacu memperbaiki isi siarannya. Semua stasiun televisi pun bisa pula memanfaatkan momentum ini sebagai pengingat, agar informasi yang hendak mereka siarkan ke publik harus benar-benar akurat. Janganlah lupa, ”akurasi merupakan mahkota profesionalisme para jurnalis”.

Insiden ini bermula pada Ahad, 7 November, tatkala RCTI menampilkan sejumlah paranormal dalam acara Silet. Mereka ”meramalkan”, gempa besar bakal melanda Yogyakarta pada 8 November, dan bala lebih dahsyat akan turun dari Merapi. Komisi Penyiaran menerima 1.128 pengaduan publik setelah acara itu usai, serta desakan perlunya sanksi. Sekitar 550 pengungsi bergegas pindah dari Muntilan ke Nanggulan, Kulonprogo, gara-gara ramalan tersebut.

Peristiwa ini menunjukkan betapa besarnya efek informasi televisi. Lebih-lebih ketika sebuah siaran seolah tak menimbang dukacita dan penderitaan yang sedang mendera korban bencana Merapi. Dari sudut pandang inilah langkah cepat-tanggap Komisi Penyiaran sepenuhnya dipahami. Acara Silet dilarang tayang, dan RCTI harus menyiarkan permintaan maaf secara nasional dan lokal.

Komisi berpegang pada ketentuan Undang-Undang Nomor 32/2002 tentang Penyiaran. Pasal 36 ayat 5 undang-undang itu mengkategorikan pelanggaran berat macam ini sebagai pidana. Komisi juga memandang tayangan Silet melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran KPI 2009 pasal 34, serta Standar Program Siaran pasal 55 dan pasal 56.

Tanpa mengurangi penghargaan kepada Komisi, catatan kritis tetap perlu kita berikan. Terutama menyangkut rentang waktu hukuman yang tak jelas: mulai 9 November hingga status siaga Merapi selesai. Permintaan maaf mutlak perlu, tapi janganlah pula ”dipaksakan secara berlebihan”. Selain meminta RCTI menyiarkan permintaan maaf tiga kali sehari selama sepekan, Komisi memerintahkan stasiun televisi itu memasang permintaan maaf di satu koran nasional dan dua koran lokal.

Bila tujuannya agar permintaan maaf itu sampai ke khalayak korban bencana Merapi—yang terluka oleh siaran Silet—rasanya tayangan tujuh hari berturut-turut selama tiga kali sehari sudah lebih dari cukup. Komisi hendaklah mempunyai argumen yang jernih dan bisa diterima akal sehat dalam memberikan sanksi—dan jangan sampai menerima tekanan tertentu dari publik.

RCTI sebagai stasiun penyiar program Silet wajib memikul konsekuensi pelanggaran berat itu. Tapi sanksi Komisi hendaknya semata-mata dilandasi semangat menyehatkan penyiaran televisi di negeri ini, yang bersendikan kebijakan informasi yang akurat dan bertanggung jawab. Hanya dengan cara ini, pemberian sanksi tak akan salah wesel: niat baik tapi memadamkan semangat penyiaran informasi dan kebebasan berekspresi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus