Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAPAT konsultasi dengan pemimpin Dewan Perwakilan Rakyat, Senin pekan lalu, menjadi ajang "pengadilan" bagi Presiden Joko Widodo. Dua politikus PDI Perjuangan, Trimedya Panjaitan dan Herman Hery, mencecarnya soal keputusan membatalkan pelantikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan menjadi Kepala Kepolisian RI, Februari lalu.
Menurut peserta pertemuan, rapat yang dipimpin Ketua DPR Setya Novanto awalnya berlangsung adem. Setya menyebutkan agenda rapat konsultasi adalah membahas pengajuan Komisaris Jenderal Badrodin Haiti sebagai Kepala Polri. "Setelah itu, tiap perwakilan fraksi diberi kesempatan menyampaikan pendapat," katanya Selasa pekan lalu.
Giliran perwakilan Fraksi PDI Perjuangan, suasana mulai berubah. Menurut politikus itu, Herman Hery mempertanyakan alasan Presiden membatalkan pelantikan Budi Gunawan. Trimedya menambahinya dengan menyebut pembatalan tersebut tak relevan. Sebab, kata Trimedya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam putusan praperadilan menyatakan penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi tidak sah.
Trimedya kemudian mengungkit-ungkit sumbangan PDI Perjuangan dalam karier politik Jokowi. Dia menyebutkan partainya berjasa sejak Jokowi menjadi Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, dan kemudian terpilih menjadi presiden. "Trimedya mengkritik Presiden yang dianggap tidak mengakomodasi kepentingan PDI Perjuangan," ujar politikus dari partai koalisi nonpemerintah itu.
Pada akhir pernyataannya, Wakil Ketua Komisi Hukum ini mengingatkan Jokowi mengenai keinginan fraksinya agar Budi menjadi Wakil Kepala Polri. "Penetapan tersangka telah membuyarkan kariernya menjadi Kapolri. Presiden wajib mengembalikan reputasi Budi," kata Trimedya seperti ditirukan politikus koleganya.
Ketika dimintai konfirmasi, Trimedya membenarkan dalam pertemuan tertutup itu mempersoalkan pembatalan pelantikan Budi Gunawan. Namun, menurut dia, bukan hanya PDIP yang mengkritik keputusan itu. "Kok, cuma PDIP yang ditanya terus, fraksi lain juga," ujarnya Selasa pekan lalu.
Trimedya berdalih desakan kepada Presiden sebagai upaya untuk "mengembalikan harkat dan martabat" mantan ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri itu. "Bukan sekadar jabatan Wakil Kapolri," ucapnya.
Di luar partai penyokong pemerintah, Trimedya menyebut Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera juga menyetujui Budi jadi Wakil Kapolri. Tapi Ade Komarudin, Ketua Fraksi Golkar versi kepemimpinan Aburizal Bakrie, menyangkalnya. "Kami hanya menanyakan keputusan Presiden yang tidak konsisten," katanya. Sedangkan Wakil Ketua DPR dari PKS, Fahri Hamzah, menilai Budi sudah selayaknya mendapat jabatan Wakil Kapolri.
Sekretaris Jenderal Partai NasDem Patrice Rio Capella mengatakan partainya berkeberatan terhadap pembatalan pelantikan Budi sebagai Kapolri. Alasannya, Dewan sudah menyetujui pencalonan itu. Meski begitu, ia tetap menerimanya dengan catatan Presiden menimbang Budi sebagai Wakapolri. "Kami cari win-win solution agar fungsi Kapolri juga berjalan tanpa persoalan," katanya. Adapun Ahmad Muzani mengatakan Fraksi Gerindra menyetujuinya karena Budi kompeten. Tapi, "Soal Wakil Kapolri ini kami serahkan ke Presiden," ujarnya.
Mendengar permintaan sebagian besar fraksi itu, Jokowi hanya menjawab singkat. Menurut Trimedya, Presiden mengatakan, "Siapa pun tidak bisa mengintervensi Kapolri, baik Presiden maupun DPR."
Meski berdalih tak akan cawe-cawe dalam penentuan Wakapolri, Presiden tetap punya wewenang. Pasal 57 Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Polri mengatur bahwa pengangkatan dan pemberhentian perwira tinggi polisi berpangkat bintang dua ke atas ditetapkan oleh Kapolri setelah dikonsultasikan ke Presiden. Wakil Kepala Polri merupakan jabatan bintang tiga.
Menurut seorang pejabat Istana, kewenangan Presiden dalam penentuan Wakil Kapolri membuat politikus PDIP tetap gencar melobi. "Mereka tidak punya pilihan selain mendekati Presiden," katanya.
Dalam jamuan makan Presiden dengan pemimpin partai koalisi di Istana Negara, Jakarta, Ahad dua pekan lalu, pencalonan Budi Gunawan juga dibicarakan. Pertemuan dihadiri Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh dan sekretaris jenderalnya, Rio Capella; Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar; Ketua Umum Hanura Wiranto; Ketua Umum PPP Romahurmuziy; dan Bendahara Umum PDI Perjuangan Olly Dondokambey. Wakil Presiden Jusuf Kalla mendampingi Jokowi.
Menurut Rio, dalam pertemuan itu partai penyokong memang menyodorkan nama Budi kepada Jokowi. Alasannya, Budi sudah lolos proses uji kelayakan dan kepatutan di DPR. Budi juga dinilainya layak menduduki posisi tersebut. "Jadi kenapa bukan Jenderal Budi yang menjadi Wakil Kapolri?" katanya.
Namun, menurut Rio, mereka hanya mengusulkan nama. "Keputusan akhir tetap di tangan Kapolri baru dan Presiden," ujarnya. Adapun jawaban Presiden, kata Rio, menyerahkan sepenuhnya penentuan Wakil Kapolri kepada Kapolri terpilih. Ia mengatakan jamuan makan malam dua setengah jam itu tak menghasilkan kesepakatan mengenai calon Wakil Kapolri.
Tidak hanya sekali ini desakan agar Budi dijadikan Wakil Kapolri muncul. Dalam pertemuan sejumlah perwakilan fraksi di Komisi Hukum DPR dengan calon Kapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti di Klub Bimasena, Jakarta, Ahad pertengahan Maret lalu, desakan yang sama juga disampaikan.
Menurut Badrodin, menjelang pelaksanaan fit and proper test di DPR, hubungan dengan Budi sempat dipertanyakan. "Termasuk apakah saya didukung," ujarnya.
Untuk membuktikan hubungan baik dengan Budi, dia mengajak adik kelasnya itu ke Bimasena. "Kalau hanya bicara, tak dipercaya," katanya. Menurut Badrodin, Budi di depan para anggota Komisi Hukum menyatakan dukungan.
Badrodin juga menjelaskan bahwa dalam pertemuan tersebut muncul usul agar Budi Gunawan dijadikan Wakil Kapolri. Menurut dia, usul itu belum menjadi sikap resmi partai politik. "Tapi itu terserah Presiden," ujar Badrodin.
Adapun Budi, melalui kuasa hukum Frederich Yunadi, mengatakan tidak mengetahui soal dukungan tersebut. Namun dia menegaskan siap menerima penugasan apa pun dari pimpinan. "Amanah apa saja yang diberikan, beliau siap," katanya.
Rusman Paraqbueq, Putri Adityowati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo