Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Monas dipilih sebagai lokasi balapan Formula E oleh pemilik lisensi, bukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Pemerintah pusat sempat menolak karena status Monas sebagai kawasan cagar budaya.
Ada keterlibatan orang-orang di lingkaran Jusuf Kalla dalam kepanitiaan balap mobil listrik ini
MENEMBUS kemacetan lalu lintas Jakarta, Sadikin Aksa menemani empat orang dari tim Formula E Operations Limited (FEO), yang terbang langsung dari London, Inggris, pada Kamis sore, 6 Februari lalu. Seharian penuh, mereka melakukan survei ke sejumlah lokasi begitu tiba di Ibu Kota.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertama-tama, tim yang dipimpin Chief Operating Officer Championship Jamie Reigle itu mengecek kawasan Gelora Bung Karno di Senayan, lalu bergeser ke Sudirman Central Business District, tak jauh dari sana. Berikutnya, Sadikin mengajak tamunya melihat Pantai Indah Kapuk, lalu ke Ancol, dan berakhir di Kemayoran. Lima lokasi itu diajukan sebagai alternatif tempat pelaksanaan Formula E setelah pemerintah pusat melarang Monumen Nasional dijadikan arena balap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Mereka datang begitu diberi tahu bahwa Monas tak bisa menjadi trek Formula E,” ujar Sadikin, yang juga Ketua Ikatan Motor Indonesia (IMI), Jumat, 21 Februari lalu. IMI merupakan regulator pelaksanaan Formula E di Indonesia.
Keputusan pemerintah disampaikan Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Setya Utama pada Rabu, 5 Februari lalu. Keberadaan Monas sebagai daerah cagar budaya disebut menjadi alasan utama. Untuk menjadi daerah lintasan sirkuit, beberapa bagian di lingkar dalam tugu bersejarah itu memang harus diaspal. “Tapi diizinkan di luar kawasan Monas,” ujar Setya.
Dwi Wahyu Daryoto (kiri) didampingi Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia Pusat Sadikin Aksa, menyampaikan keterangan pers tentang penyelenggaraan balap mobil Formula E di Jakarta, 14 Februari 2020. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Keputusan itu merupakan hasil rapat Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka beberapa saat sebelumnya. Keberadaan Komisi Pengarah ini tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka di Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Keputusan yang sama mengatur keberadaan Badan Pelaksana Pembangunan Kawasan Medan Merdeka. Komisi Pengarah diketuai Menteri Sekretaris Negara Pratikno, sementara Badan Pelaksana dipimpin Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, yang merangkap Sekretaris Komisi Pengarah.
Anggota komisi ini antara lain Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, serta Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Ironisnya, rapat Komisi yang menolak penyelenggaraan Formula E di Monas justru terjadi atas permintaan Anies sendiri. Dialah yang bersurat ke Menteri Sekretaris Negara pada 16 Desember 2019 meminta Pratikno menggelar rapat koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan lomba kendaraan tenaga listrik di kawasan Medan Merdeka dan Monumen Nasional.
Entah kenapa, surat Anies yang bernomor 1056/-1.857.6 itu baru direspons Pratikno hampir dua bulan kemudian, pada Februari 2020, setelah revitalisasi kawasan Monas menjadi perbincangan di publik. Berdasarkan jawaban itulah rapat 5 Februari digelar.
Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Dwi Wahyu Daryoto, yang ikut hadir menjadi peserta rapat, mengatakan Anies mengawali pertemuan dengan menyampaikan presentasi tentang pentingnya pemanfaatan kawasan Monas dengan cara baru. Dia kemudian menyinggung pelaksanaan hajatan Formula E yang berkelas internasional di Monas sebagai bagian dari ikhtiar itu.
Anies Baswedan (tengah) didampingi Co-Founder Formula E, Alberto Longo (kanan) saat acara konvoi mobil listrik di Jakarta, September 2019. Facebook.com/Anies Baswedan
Setelah itu, para menteri bergiliran menyampaikan pandangannya. Dari lima menteri yang hadir, lebih banyak yang menentang gagasan Formula E di Monas. Pratikno, misalnya, mengatakan status Taman Medan Merdeka merupakan kawasan cagar budaya. Sedangkan Siti tak setuju karena lokasi penyelenggaraan Formula E di Monas terlalu dekat dengan Istana Negara. Pratikno dan Siti belum bisa dimintai konfirmasi soal penolakan mereka.
Menteri lain yang menentang hajatan ini adalah Wishnutama. Dia menyebutkan balap mobil listrik belum terbukti mendatangkan banyak wisatawan seperti balapan lain yang lebih dulu ada: Formula 1 dan MotoGP. Wishnutama menegaskan, pemerintah harus bisa menghitung potensi wisatawan asing yang datang. “Kami perlu mendapat masukan soal Formula E ini,” ujar Wishnutama. Nadiem dan Budi Karya tak memberikan pendapat.
Seusai rapat dua jam itu, Anies segera mengumpulkan timnya. Dia juga menghubungi bos Fédération Internationale de l'Automobile (FIA) dan Formula E via telepon untuk menyampaikan kabar genting itu. Delegasi resmi dari Formula E langsung terbang ke Jakarta keesokan harinya.
Selain mengantisipasi aspek teknis balapan, Anies berkoordinasi dengan para pemain kunci di balik penyelenggaraan Formula E. Tak banyak yang tahu bahwa balap mobil listrik itu disokong nama-nama penting di lingkaran dalam mantan wakil presiden Jusuf Kalla.
Selain Sadikin Aksa, yang merupakan putra Aksa Mahmud, kakak ipar Kalla, ada beberapa pembantu dekat Kalla di tim Anies saat ini. Dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017, keluarga Kalla dan Aksa Mahmud adalah motor pendukung utama Anies Baswedan.
Sejak awal Januari lalu, Husain Abdullah, juru bicara Jusuf Kalla semasa di kantor wakil presiden, didapuk sebagai penasihat panitia Formula E di bidang komunikasi. “Kalau tidak ada krisis, saya tidak akan laku,” kata Husain kepada Tempo di kantor PT Jakarta Propertindo di kawasan Thamrin City pada Kamis, 20 Februari lalu.
Husain mengaku dia diajak masuk tim ini oleh Francis Wanandi, yang kini berperan sebagai Managing Director Formula E di Indonesia. Francis adalah keponakan Sofjan Wanandi, konglomerat yang juga mantan anggota staf khusus Jusuf Kalla di kantor wakil presiden.
Francis punya sedikit rekam jejak dalam penyelenggaraan hajatan internasional. Dia pernah menjadi Ketua Deputi II Bidang Administrasi Pertandingan Indonesian Asian Games Organizing Committee (Inasgoc), penyelenggara Asian Games 2018 di Jakarta.
Francis tak bersedia menjelaskan ihwal keterlibatannya dalam acara Formula E. Dia meminta Tempo bertanya kepada Sadikin Aksa dan FEO. “Silakan tanya ke mereka,” ujar Francis.
Selain itu, penyelenggaraan Formula E di Monas melibatkan Wijayanto Samirin, anggota staf khusus bidang ekonomi dan keuangan Kalla saat menjabat wakil presiden. Wijayanto juga pernah menjadi deputi rektor ketika Anies Baswedan menjabat Rektor Universitas Paramadina.
Ditanyai soal ini, Wijayanto mengakui dia terlibat karena pengalamannya membantu penyelenggaraan Asian Games 2018. “Organising committee yang meminta,” ujarnya.
Anies Baswedan dan Jusuf Kalla di Jakarta, 12 Januari 2018.TEMPO/STR/Fakhri Hermansyah
Direktur Utama PT Jakpro Dwi Wahyu tak menampik info tentang banyaknya orang di lingkaran Jusuf Kalla yang terlibat di Formula E. Namun dia meminta pernyataannya tak dikutip. “Kalau potensinya diperlukan, tidak ada salahnya,” katanya ringan.
Adapun Husain Abdullah memastikan Jusuf Kalla tahu tentang keterlibatan timnya dalam penyelenggaraan Formula E. Menurut Husain, Anies juga berkonsultasi dengan Kalla. "Pesan Pak Kalla kepada Anies adalah ‘kerja yang baik, apa pun pasti ada kritik’," ujar Husain menirukan pernyataan bosnya. "Pasti ada yang setuju ada yang kontra, biasalah.”
Anies mengakui kerap berkomunikasi dengan Kalla meskipun topiknya bukan soal Formula E. “Terakhir, kami berbicara per telepon soal Museum Rasulullah,” kata Anies.
•••
Sejak awal, rencana menggelar Formula E di Jakarta sudah menuai kontroversi. Sebagian politikus Ibu Kota khawatir ajang balap mobil listrik ini hanya akan menjadi panggung politik Anies Baswedan. Salah satunya anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari Partai Solidaritas Indonesia, Anthony Winza Prabowo. Dia beralasan penyelenggaraan Formula E tidak termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Jakarta.
Anies tak ambil pusing dengan tudingan ini. Menurut dia, anggaran untuk penyelenggaraan Formula E sebesar Rp 1,6 triliun hanya sekitar 2 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Jakarta 2020, yang mencapai Rp 87,95 triliun. Soal tak masuk rencana kerja daerah, Anies membandingkannya dengan pelaksanaan Asian Games 2018, yang juga tak masuk program nasional.
Penolakan atas Formula E makin kuat pada awal Januari. Riuh-rendahnya protes publik dipicu penebangan 191 pohon di sisi selatan kawasan Monas. Sisi inilah yang bakal menjadi lintasan balap Formula E.
Direktur Utama PT Jakpro Dwi Wahyu mengatakan pemilihan Monas sebagai lokasi sirkuit Formula E sebenarnya bukan usul Gubernur DKI Jakarta atau panitia lokal di Indonesia. Dalam proses penjajakan pertengahan tahun lalu, tim FEO sempat berkunjung ke Jakarta untuk menentukan sejumlah alternatif lokasi.
Selain mendatangi Monas, mereka mensurvei kawasan Kemayoran, Tugu Tani, Jalan Diponegoro, Sudirman Central Business District, dan kawasan Gelora Bung Karno. Semua lokasi itu ditolak, kecuali Monas. "Mereka mengatakan Monas ini iconic area di Jakarta," ujar Dwi Wahyu.
Dia juga mengaku proyek revitalisasi Monas sebenarnya tak terkait dengan persiapan Formula E. Namun kontroversi kadung merebak setelah ada kabar bahwa revitalisasi Monas dilakukan tanpa izin Sekretariat Negara.
***
Menurut dua sumber Tempo, keputusan Komisi Pengarah yang melarang Formula E digelar di Monas sempat membuat hubungan Balai Kota dan Istana memanas.
Soalnya, kubu Gubernur Anies Baswedan merasa sudah berkoordinasi sejak Agustus 2019, ketika Gubernur menemui Presiden Joko Widodo di Istana Negara. Ketika itu, mantan Rektor Universitas Paramadina itu meminta dukungan Presiden untuk pelaksanaan Formula E. “Beliau memberikan apresiasi dan pemerintah pusat akan memfasilitasi,” ujar Anies ketika itu.
Juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman, membantah kabar bahwa hubungan Jokowi dan Anies sempat memanas. "Presiden selalu menjaga hubungan baik dengan siapa pun, termasuk dengan Anies, baik di jabatan kepresidenan maupun pribadinya,” ujar Fadjroel pada 2 Februari lalu.
Yang jelas, hanya selang dua hari setelah mengumumkan penolakan atas penyelenggaraan Formula E di Monas, Komisi Pengarah berbalik arah.
Lewat sepucuk surat baru bernomor B-3/KPPKMM/02/2020 yang diteken Menteri Sekretaris Negara Pratikno tertanggal 7 Februari, Komisi Pengarah menyetujui pelaksanaan Formula E di Monas dengan empat catatan. Panitia diminta memperhatikan regulasi cagar budaya, menjaga kelestarian pohon, menjaga keamanan, serta melibatkan instansi lain untuk menghindari perubahan fungsi dan kerusakan lingkungan.
Anies membalas surat tersebut pada 11 Februari lalu dan memastikan semua syarat itu akan dipenuhi. Tapi malah muncul masalah baru. Pasalnya, dalam surat itu, Anies menyebutkan telah mendapat rekomendasi dari Tim Ahli Cagar Budaya sebagai salah satu syarat pelaksanaan Formula E di Monas.
Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Mundardjito membantah telah mengeluarkan rekomendasi tersebut. “Kami tidak merekomendasikan itu,” katanya.
Keriuhan baru mereda setelah pemerintah DKI Jakarta mengaku salah tik dan berjanji meralat surat tersebut. Pada 13 Februari lalu, Kepala Dinas Kebudayaan Jakarta Iwan Henry Wardhana mengeluarkan surat baru. Isinya, rekomendasi penyelenggaraan Formula E di Monas datang dari Tim Sidang Pemugaran, bukan Tim Ahli Cagar Budaya.
Dihubungi terpisah, Ketua Tim Sidang Pemugaran Bambang Eryudhawan membenarkannya. Namun, dia menuturkan, rekomendasi timnya diberikan dengan catatan. "Pemerintah DKI harus memulihkan kawasan Monas jika ada yang rusak," ujarnya. Selain itu, “Tidak boleh ada bangunan permanen di kawasan cagar budaya.”
Dengan persetujuan ini, naga-naganya penyelenggaraan balapan Formula E di Monas bakal mulus sampai garis finis Juni mendatang.
HUSSEIN ABRI DONGORAN, RAYMUNDUS RIKANG, GANGSAR PARIKESIT, IMAM HAMDI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo