Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI depan Pasar Induk Kabupaten Wonogiri di Jalan Raya Wonogiri, Jawa Tengah, yang kini sesak oleh toko, pernah berdiri toko Djamu Djago.
Toko ini bukan toko yang luas. Mudjimin, 74 tahun, warga Kampung Gerdu, Kelurahan Giripurwo, Wonogiri, ingat bangunan sempit memanjang yang kerap dipenuhi pembeli dari kabupaten tetangga. ”Babah Tukang Uang”, begitu Suprana biasa disapa. Ia disegani sebagai warga kelas mapan, mempunyai kereta kuda di antara segelintir orang di Wonogiri yang memilikinya.
Sebagian besar penduduk Wonogiri kaum pendatang. Mungkin hanya warga asli yang sempat melihat ”kompleks” milik Suprana itu, dan Mudjimin salah satu saksi kebesaran Suprana di Wonogiri. Saat itu, ayah Mudjimin—Pawiro—bekerja sebagai penumbuk jamu di pabrik, bersama puluhan warga lain. Saat itu, cara pembuatan jamu masih tradisional. Bahan-bahan ditumbuk menggunakan lesung kayu.
Pawiro berhenti bekerja karena pabrik diboyong ke Semarang, ketika manajemen dipegang anak-anak Suprana. ”Seingat saya setelah clash kedua,” kata Mudjimin. ”Waktu itu saya masih di sekolah rakyat.” Agresi militer Belanda kedua terjadi pada Desember 1949. Teman Pawiro banyak yang ikut hijrah. Mereka pulang ke Wonogiri setahun sekali, pas Lebaran.
Konon, kata Mudjimin, pemilik Jamu Jago gemar melakukan kegiatan spiritual. Misalnya di Gua Siganggo, di bawah Gunung Gandul, Giriwono, Kecamatan Wonogiri. Ia juga kerap nyepi di Mojoroto, satu setengah kilometer dari Kota Wonogiri ke arah timur. Mojoroto terletak di tepian Bengawan Solo. Di sana Suprana juga memelihara satwa. ”Seperti kebun binatang,” Mudjimin menambahkan, ”orang bebas melihat.” Di lokasi itu sekarang berdiri panti asuhan yang dikelola pemerintah daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo