Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pantai Losari, Makin Kotor

Warga kota ujung pandang menggunakan pantai losari untuk bersantai. terdapat bekas benteng. dibangun pertokoan dan tempat belanja barang seni.di bagian laut dangkal banyak bangkai kapal.

16 Juli 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PANTAI Makassar cukup cantik, lebih-lebih bila senja hari. Tiap sore, bila udara cerah, dari sini dapat dinikmati matahari turun di perut Selat Makassar. Tak heran jika banyak juga turis asing sengaja berderet di pinggir pantai yang terkenal dengan sebutan pantai Losari itu. Dan bagi warga kota Ujung Pandang sendiri, pantai ini tetap menarik. Sebab mereka yang ingin mengendorkan saraf dapat bersantai di tembok yang sengaja dibangun di sepanjang tepi pantai. Tepat sebelah tembok yang membatasi air laut dan bumi Makassar, sejajar dengan pantai, ada jalan yang cukup ramai. Jalan yang selalu bersih ini disebut Jalan Penghibur. Pada bagian tengah jalan ini sengaja ditanami pohon nyiur. Pada bagian utara pantai Losari, sebelum pelabuhan samudera, berdirilah saksi sejarah masa lalu berupa benteng Ujung Pandang. Letak benteng ini dari laut hanya diantarai sejengkal tanah dan Jalan Penghibur. Tanah ini dulu akan dimanfaatkan dengan mendirikan Sulawesi Beach Hotel. Kabarnya karena pemilik hotel tersebut di Jakarta "terjungkir" maka tidak jadilah ia didirikan. Sampai sekarang tinggal pagar dan apan namanya. Bisa dibayangkan, betapa indah pemandangan lepas ke laut bila hotel itu jadi berdiri. Sungai Jeneberang Di bagian laut yang dangkal, beberapa puluh meter dari tempat yang akan dijadikan hotel itu, berserakan besi-besi tua. Yakni kapal-kapal rusak yang sudah tidak ingin dibetuli lagi. Ada yang sudah tidak berbentuk kapal lagi karena tuanya dan sudah dihinggapi karang. Ada yang terjungkir dan ada pula yang baru dibuang. Belum diketahui, apakah kandang kapal ini akan berlaku terus atau sementara. Yang jelas, dari sudut manapun tumpukan kapal rusak membuat jelek pemandangan. Di pantai bagian selatan rupanya terbentuk tanjung baru. Ratusan meter tanah baru menjorok ke laut. Tanah ini adalah lumpur yang dibawa aliran sungai Jeneberang. Karena masih baru, tanjung ini masih gundul belum berumput. Entah bagaimana nantinya, apakah tanjung tersebut akan digali dan dibuang tanahnya ataukah dimanfaatkan. Jika akan digali dan dibuang tanahnya, maka akan diperlukan biaya sangat besar. Dan lagi akan dibuang ke mana tanah itu? Dibuang ke laut? Sudah pasti akan menimbulkan pendangkalan baru dan bukan tidak mungkin akan mengancam pelabuhan. Jalan kedua tentu memanfaatkannya. Tanjung itu dapat untuk tempat mendirikan perumahan misalnya. Dengan demikian, pemerintah kota oleh alam diberi hadiah daerah pemukiman baru. Bila pemanfaatan ini bisa berlangsung, patut disyukuri hingga tanah yang menjorok tersebut tidak tinggal mati seperti pemandangan yang dapat dilihat sekarang. Di bagian daratan pantai Losari sendiri makin terlihat pembenahan. Sepanjang bagian tengah Jalan Penghibur, di sebelah timur, berderet toko-toko. Di sini juga ada klab malam terbesar untuk kota ini dan mempunyai bagian pijit yang tersembunyi di bagian atas. Di belakang barisan toko ini ada deretan tempat belanja cukup luas, Somba Opu, nama benteng terbesar di zaman Sultan Hasanuddin. Siapa yang hendak mencari ukiran Kendari, cukup disini saja, sebab di daerah asalnya sendiri barang itu sudah langka. Di tepi Jalan Penghibur itu dulu ada Pasar Ikan. Sekarang sudah dipindah ke bagian selatan, lengkap dengan gudang dan ruang pendingin. Di tempat bekas Pasar Ikan itu kini berdiri bangunan 2 tingkat, juga pertokoan. Salah sebuah di antaranya adalah restoran cukup terkenal di daerah ini, lengkap dengan ruang pesta dan bola sodok. Tapi karena sang restoran lama-lama merasa terlalu sempit, maka ia membuat patokpatok untuk melebarkan diri ke arah selatan. Perluasan ini ternyata menutupi pandangan ke laut dari Balai Wartawan yang selama ini selain untuk tempat berkumpul para kuli tinta juga untuk berbagai pertemuan serta pesta. Anggota-anggota PWI sedikit marah dan protes. Untung si restoran mengalah, dan mengalihkan pelebarannya ke arah laut. Begitulah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus