Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Dari yang tak suka menjilat

5 juli para seniman hadir di tim. acara perpisahan dengan ali sadikin. mereka merasa mendapat perlindungan dan perhatian semasa ali sadikin. penggantinya diharapkan meneruskan sikap ini.

16 Juli 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI penyair yang paling urakan (Sutardji Calzoum Bachri) sampai dengan yang paling konservatif (Ayip Rosidi?) para seniman hadir sore S Juli itu. Acara: perpisahan dengan Pj. Gubernur Jakarta Ali Sadikin. Acara ini, menurut Ketua Dewan Kesenian Jakarta Ajip Rosidi, adalah tuntutan para seniman, di luar acara resmi DKJ. Dan ternyata ruang Teater Besar di Taman Ismail Maruki yang berkapasitas 800 lebih itu memang penuh. Ali Sadikin merasa dapat penghargaan dengan penuhnya gedung itu. Sebab, katanya, seniman itu makhluk yang egois dan hanya merasa karyanya sendiri yang paling baik. Dan, seperti dikatakannya berulang kali sejak dulu, "paling susah diatur". Maka memang agak istimewa jika para makhluk yang "egois" itu pada nongol -- dengan risiko: mereka ini bisa dibilang latah ikut-ikutan berpisah dengan Bang Ali. Bahkan ikut "latah" memberikan kenang-kenangan -- yang jika dihitung dari uang saja bisa banyak sekali. Maklum, Affandi, Sadali, Amri Yahya ikut memberikan lukisan mereka yang harganya pasti jutaan. Juga cukup istimewa bahwa dua penyair terkemuka Indonesia, Taufiq Ismail dan Rendra, membacakan sajak mereka sendiri dalam acara itu, meskipun Taufiq agak terlalu banyak bicara dan di balik puisi lucunya ia tak begitu santai. Kenapa sampai para seniman begitu getol? Mereka biasanya cukup angkuh untuk menjilat. Dan kalaupun mau, Ali Sadikin tnh tidak ada gunanya lagi buat dijilat. Maka ditebak-tebak, jawabannya mungkin karena ini: selama masa Ali Sadikin, mereka merasa dapat perlindungan. Ali Sadikin sendiri dalam sambutannya jelas jelas menyebutkan soal "perlindungan" ini. Tak heran jika Rendra secara khusus menyebutkan rasa terimakasihnya atas kesempatan yang diberikan oleh Jakarta. "Sebab di kandang saya sendiri" (maksudnya Yogya), saya kurang mendapat kesempatan itu." Rendra tak juga dapat mementaskan karyanya di Yogya. Perlindungan terhadap kebebasan itulah agaknya yang lebih penting dari segalanya. Termasuk lebih penting dari fasilitas dan "perhatian". Di daerah lain, dan juga di negara lain (misalnya RRT, bukan?) fasilitas bisa berlimpah dan mentereng. Tapi tanpa kebebasan, kegiatan kesenian bakal blingsatan. Juga perhatian dari "atas" tidak selalu baik. PKI dan LEKRA dulu 'kan sangat memperhatikan kesenian? Danpejabat yang ikut kasih perhatian pada kesenian juga mungkin sama dengan mau ikut campur tangan. Sayang sekali bahwa dalam acara sore itu grup lenong (antara lain diisi oleh bintang lenong tenar seperti Bokir, Bu Siti dan Nazir) masih menyindir-nyindir meminta itu fasilitas. Dan agak sayang pula bahwa pidato Ajip Rosidi juga terutama menekankan pasal "perhatian". Menurut Ajip, sejak 32 tahun merdeka, belum pernah ada penjabat yang mernperhatikan kesenian seperti Ali Sadikin. Ali Sadikin sendiri kemudian menyebut kata-kata itu "berlebih-lebihan". Dalam keadaan agak emosionil seorang hadirin wanita misalnya menangis, di antara teriakan "Hidup Bang Ali" di teater itu --memang bisa saja banyak hal "berlebih-lebihan". Di antara para seniman itu ada pertanyaan yang belum terjawab: apakah setelah ini Rendra bisa muncul di Jakarta? Juga Teater Kecil yang suka mengungkapkan kritik sosial, atau Teater Populer jika ia mementaskan kembali satu karya Bertolt Brecht? Jika tidak bisa, benarlah pesimisme ini: bahwa masa Ali Sadikin hanyalah suatu perkecualian dalam sejarah hubungan antara kekuasaan dan kesenian dalam zaman ini. Tapi seperti diharapkan banyak orang: mudah-mudahan tidak. Mudahmudahan Ali Sadikin bukan suatu keanehan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus