Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TRAKTOR kuning itu menderu-deru. Lengan dan rodanya menerjang gundukan tanah yang menyembul di sepanjang jalan Kampung Serapuh, Distrik Semangga, Merauke, Papua. Kamis siang pertengahan September lalu, kendaraan alat berat itu sudah membuat ratusan meter jalan desa menjadi mulus. Sebagian malah sudah dicor atau diaspal. Tujuan akhirnya adalah area pertanian milik pemerintah kabupaten dan PT Medco, satu kilometer dari Serapuh.
Akhir tahun lalu, jalanan kampung suku Marind itu masih berupa tanah merah atau bebatuan tak tertata. Bila hujan, air menggenang di sana-sini, dan di musim kemarau debu beterbangan menyesakkan paru-paru. Sebenarnya, satu-dua lintasan sempat mencicipi kerasnya aspal. Itu saat PT Texmaco masih beroperasi mengelola hutan di wilayah tersebut. Namun, selepas mereka hengkang beberapa tahun lalu, jalan menjadi tidak terawat hingga rumput liar berlomba menutupi badan jalan.
Nah, pembangunan kembali infrastruktur ini tak hanya di Serapuh. Kampung-kampung lain di Distrik Semangga juga tengah bersolek, terutama yang terhubung ke proyek percontohan. Sejak PT Medco mengembangkan pertanian padi di wilayah itu, infrastruktur terus dibangun. Setidaknya 20 kilometer jalan sudah dibeton. Bahan bakunya adalah sisa proses pertambangan yang didatangkan dari PT Freeport di Timika.
Selain akses menjadi mudah, yang lebih menyenangkan penduduk Serapuh adalah sebagian warga diajak menggarap lahan pertanian. Tentu ini pengalaman baru dan kesempatan emas untuk menegakkan ekonomi desa. "Selain bertani, ada yang sudah pegang traktor untuk membajak sawah," kata Urbinus Kaize, penduduk setempat.
Sektor pertanian memang menjadi andalan Merauke. Sebagai langkah awal, tahun lalu pemerintah mendeklarasikan Merauke Integrated Rice Estate. Ambisinya, kabupaten di kaki Papua itu menjadi pusat lumbung beras nasional. Tahun ini, program itu diperluas menjadi Merauke Integrated Food and Energy Estate. Yang tergolong makanan antara lain jagung, singkong, dan beberapa jenis palawija. Kelapa sawit adalah tawaran utama untuk eksploitasi energi alternatif. Lainnya tebu dan jarak.
Untuk menjaring investor, Merauke meyakinkan bahwa luas lahan yang dimiliki sangat komersial dari sisi bisnis. Untuk pangan, misalnya, potensi lahan yang bisa dimanfaatkan mencapai 2,5 juta hektare, dan 1,4 juta hektare untuk perkebunan. Dengan tanah yang menghampar begitu luas, produksi pun bisa menguntungkan. Nah, iklan semacam ini, menurut Kepala Badan Promosi dan Investasi Kabupaten Merauke Freddy Putuhuru, cukup efektif menggaet pemilik modal. "Sudah ada enam perusahaan perkebunan yang akan masuk," kata Freddy.
Merauke tak melangkah sendiri. Pemerintah Provinsi Papua juga mendengungkan betapa manisnya bila menanam duit di wilayahnya. Mutiara Hitam, julukan Papua, menawarkan properti yang tidak dimiliki kawasan lain, yaitu sumber daya alam yang melimpah. Di sudut-sudut Pulau Cenderawasih itu bisa ditemukan ladang-ladang minyak, mineral, batu bara, dan sumber tambang lain. Selain itu, kata Gubernur Papua Barnabas Suebu, potensi tanah yang dimiliki provinsinya tak ada yang menandingi.
Asyiknya, suara di pusat kekuasaan kompak: kawasan Indonesia timur adalah ladang investasi paling menggiurkan di masa mendatang. Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengatakan keputusan itu mendapat suara bulat dalam Kabinet Indonesia Bersatu. Soal pemerataan pertumbuhan ekonomi, jelas itu satu faktor. Namun, lebih dari itu, Papua dan beberapa kawasan di Indonesia timur benar-benar akan menjadi pusat ekonomi baru. "Karena tidak mungkin lagi mengembangkan pertanian di Jawa dan Sumatera," kata Anton.
Menurut guru besar Institut Pertanian Bogor itu, total lahan di Merauke yang benar-benar siap dieksploitasi untuk pertanian mencapai 1,2 juta hektare. Dari jumlah itu, 585 ribu hektare sudah berstatus izin buka lahan. Jika semua kabupaten di Papua dihitung, setidaknya ada 4,5 juta hektare yang siap tanam. Maka Anton mengaku, setiap kali bertemu dengan investor, ia selalu mengajak mengembangkan usaha di ujung timur Indonesia itu. "Intinya, menjual setiap jengkal tanah Papualah," kata Anton berkelakar.
Gayung pun bersahut. Dengan iming-iming di sana-sini, sejumlah pengusaha siap menggelontorkan duit. Salah satunya PT Medco Group. Menurut Sofyan Panigoro, Direktur Utama PT Medco Agro, lahan pertanian di Serapuh hanyalah proyek kecil. Ini merupakan bagian corporate social responsibility kelompok usaha Arifin Panigoro itu. Proyek sesungguhnya adalah mengelola hutan tanaman industri eucalyptus. Untuk yang ini, izin lokasi dari Bupati Merauke telah dikantongi buat membuka lahan 304 ribu hektare.
Surat itu kini sudah membuahkan hasil. Pabrik pengolahan kayu mulai dibangun. "Kapasitas terpasang pabrik chipwood 500 ribu ton per tahun," kata Sofyan. Dan lima tahun mendatang, produksi bubur kayunya (pulp) diprediksi mencapai 400 ribu ton.
Investasi fenomenal lainnya adalah rencana membuka area kelapa sawit. Kabupaten Manokwarilah yang dijadikan tempat tujuan. Menurut Sofyan, surat izin sudah dilayangkan ke Badan Koordinasi Penanaman Modal dan pemerintah kabupaten. Untuk jenis komoditas ini, ia yakin sangat prospektif. Kesuksesan mengelola 15 ribu hektare kebun sawit di Kalimantan diperkirakan akan terulang di Papua.
Pemain lokal lain yang tertarik adalah Sinar Mas. Sebetulnya, konglomerasi usaha milik Eka Tjipta Widjaja itu sudah cukup makan asam garam di Papua. Sejak 13 tahun lalu, Sinar Mas telah mengembangkan 12 ribu hektare kebun sawit. Kini mereka hendak melebarkan sayap bisnisnya. Di tanah Merauke, 340 ribu hektare tanah masuk rencana pengembangan kelapa sawit. Lebih jauh, hutan industri pun masuk bidikan. "Tapi belum terwujud," kata Managing Director & Head of President Office Sinar Mas Gandi Sulistiyanto.
Sinar si Mutiara Hitam terbang hingga Timur Tengah. Agustus lalu, kelompok usaha Bin Ladin mengungkapkan keinginannya untuk andil membangun Papua. Minat itu disampaikan dalam pertemuan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Hasan bin Ladin, eksekutif Bin Ladin Group, menjanjikan puluhan triliun rupiah bila diizinkan mengembangkan padi unggulan di Papua.
Menteri Anton pun bertindak cepat. Dalam lawatan ke Timur Tengah, 12 September lalu, secara khusus ia menemui Hasan di markasnya di Jeddah, Arab Saudi. Hasilnya, pertengahan Oktober ini nota kesepakatan akan ditandatangani. "Mereka begitu berminat karena makanan merupakan faktor sangat penting bagi mereka," kata Anton. Maklum, selama ini mereka bergantung pada India, yang makin lama makin kurang bisa mengimbangi kebutuhan logistik negeri padang pasir itu.
Walau demikian, Anton menyadari harapan baru itu bukannya tak punya rintangan. Bagi investor asing, terutama Timur Tengah, ada ganjalan dalam pembiayaan. Walaupun sudah ada sukuk, praktek keuangan di Indonesia masih ada yang memberatkan, seperti pengenaan pajak ganda dalam perbankan syariah. "Ini sedang diselesaikan," Anton berjanji.
Selain itu, infrastruktur masih menjadi kendala utama. Menurut Gandi, sarana transportasi, komunikasi, pelabuhan, dan listrik masih sangat minim. Lantaran itulah, ia mengaku, usaha sawitnya belum membuahkan hasil memuaskan. Toh, ia tak patah arang. Buktinya adalah rencana investasi tadi.
Untuk itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia Mohamad S. Hidayat menyarankan pembentukan konsorsium pengusaha untuk membangun infrastruktur. Skema pembiayaan yang ia tawarkan adalah pemerintah yang membiayainya melalui proyek multiyear. Tawaran lain, swasta yang mengerjakannya dengan kompensasi sejumlah insentif, misalnya pengurangan pajak. "Harus dimulai, ini potensi sangat besar," kata Hidayat, yang juga kepincut masuk Papua. Ia tengah mengajukan izin 8.000 hektare tanah untuk kebun sawit. Papua memang mutiara yang tengah bersinar.
Muchamad Nafi, Cunding Levi (Merauke)
Pendapatan Asli Daerah Papua
(Miliar Rupiah)
Jenis | 2002 | 2003 | 2004 | 2005 | 2006 |
Pajak Daerah | 61.4 | 97.6 | 132.4 | 136.3 | 163.2 |
Retribusi Daerah | 5,6 | 8,8 | 10,9 | 13,5 | 14,8 |
Usaha Daerah | 8,2 | 12,2 | 11,1 | 16,4 | 12,2 |
Lain-lain | 29,4 | 16,5 | 17,9 | 33,2 | 41,6 |
Total | 104,6 | 135,1 | 187,6 | 199,4 | 231,8 |
SUMBER: DISPENDA PAPUA
Para Penggarap Papua*
Usaha | Tebu | Jarak | Kelapa Sawit |   |   | Hutan Tanaman Industri |   |
Perusahaan | Mitsui Petrobras | BP | Genting Group | Sinar Mas | 9 Badan Usaha | Muting Group | Medco Group |
Luas (hektare) | 100.000 | 30.000 | 400.000 | 340.000 | 340.000 | 250.000 | 304.400 |