Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Para Don Quixote Penghina Tuhan

Atas nama kebebasan berekspresi, para intelektual, seniman, dan politikus tak kapok membakar amarah umat.

7 April 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Geert Wilders bukan orang pertama yang memancing kemarahan umat Islam. Sebelumnya, ada sederet nama yang berhasil mengguncang dunia karena kartun, film, atau fiksi ciptaan mereka menghujat Islam.

Bagi kelompok garis keras Islam, tindakan Wilders dan kawan-kawannya ini merupakan penistaan yang harus dibalas. Tapi, bagi kelompok moderat, mereka dianggap tidak lebih dari oportunis yang mempromosikan ketakutan dan kebencian.

”Dia rada gila karena memberikan kesan pada sejumlah orang bahwa ia akan memerangi Islam. Ia semacam Don Quixote, yang berjuang melawan sesuatu dan menampilkan tujuan yang tak pernah terjadi,” kata Ketua Dewan Nasional Maroko Mohamed Rabbae.

Kurt Westergaard telah menjadi sasaran kemarahan karena 12 kartun Nabi Muhammad buatannya dipajang di koran Denmark, Jyllands-Posten, pada 30 September 2005. Umat Islam, yang melarang pelukisan Muhammad, makin berang karena Rasul digambarkan sebagai sosok teroris: memakai sorban berbentuk bom yang siap meledak dan berhiaskan dua kalimat syahadat dalam aksara Arab.

Gelombang protes di negara berpenduduk mayoritas muslim tak terbendung. Korban pun berjatuhan. Di Somalia, seorang remaja 14 tahun ditembak mati ketika massa menyerang polisi. Di Afganistan, lima orang tewas. Koran Jyllands-Posten meminta maaf, tapi ngotot menyatakan tindakan mereka tak melanggar hukum Denmark.

Ketika kemarahan mulai reda, pada 1 Februari 2006, koran Prancis, France Soir, serta Die Welt di Jerman, La Stampa di Italia, dan El Periodico di Spanyol kembali memuat kartun tadi. Di bawah tulisan, ”Ya, kami berhak menggambar Tuhan,” France Soir memasang citraan Tuhan dalam agama Buddha, Yahudi, Islam, dan Kristen melayang di awan. Penduduk muslim di Prancis meradang.

Kapok? Tidak. Koran Denmark, Jyllands-Posten, Politiken, dan Berlingske Tidende, mencetak kembali kartun sorban berhias bom karya Westergaard itu pada 13 Februari lalu. Redaktur koran itu mengatakan tak seorang pun harus merasa terancam jiwanya karena menggambar. ”Kami melakukan ini untuk mendukung kebebasan berpendapat.”

Sebelum umat Islam dibakar karikatur Westergaard, novelis warga negara Inggris kelahiran India, Salman Rushdie, 61 tahun, menerbitkan novel berjudul Satanic Verses pada 1988. Dalam novel itu, dikisahkan Nabi Muhammad lewat tokoh Mahound menambahkan beberapa ayat pada Quran. Tapi Mahound kemudian mencabutnya karena ayat itu hasil godaan setan. Ayat itulah yang kemudian disebut ayat-ayat setan. Narator dalam buku ini menyatakan kepada pembaca bahwa kekacauan ayat itu berasal dari mulut malaikat Jibril.

Jagat Islam pun gempar. Radio Teheran menyiarkan fatwa pemimpin tertinggi Iran, Ayatullah Ruhullah Khomeini, pada 14 Februari 1989. Isinya: memerintahkan umat Islam membunuh Rushdie. Menurut Khomeini, buku Rushdie menghina Tuhan dan Islam.

Sejak itu, Rushdie bersembunyi. Pada Maret 1989, Iran memutuskan hubungan diplomatik dengan Inggris. Korban tewas pun berjatuhan dalam kerusuhan aksi protes di negara muslim. Toh, Ratu Elizabeth II pada Juni 2007 memberi Rushdie gelar bangsawan kesatria. Rushdie pun bisa mencantumkan kata ”Sir” di depan namanya.

Nasib Theo van Gogh lebih tragis. Kerabat pelukis abad ke-19, Vincent van Gogh, ini membuat film berdasarkan buku karya bekas anggota parlemen Belanda asal Somalia, Ayaan Hirsi Ali. Film berjudul Submission itu bercerita tentang kekerasan seksual yang dialami perempuan dalam masyarakat muslim dengan menunjukkan adegan menorehkan ayat Quran pada tubuh perempuan setengah telanjang.

Vonis pun dijatuhkan secara sepihak oleh Muhammad Bouyeri, 26 tahun, imigran asal Maroko. Ia mencegat Theo saat bersepeda di satu jalan sepi di Amsterdam dan membunuhnya. ”Hukum mewajibkan saya memotong kepala siapa saja yang menghina Allah dan Nabi,” ujar Bouyeri dalam sidang pengadilan.

Belum surut badai protes pada Wilders, gantian Ehsan Jami, 22 tahun, menyulut api. Anggota parlemen Belanda keturunan Iran ini sedang membuat film animasi bercorak komedi berjudul Kehidupan Muhammad. Film ini terfokus pada malam pernikahan sang Nabi dengan seorang perempuan berusia sembilan tahun. Sebuah upaya mencari popularitas dengan jalan pintas.

Raihul Fadjri (BBC, AP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus