Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Berita Tempo Plus

Setir Baru bagi Pebisnis

Para pengusaha memasukkan usul lama untuk menekan upah dan pesangon buruh dalam rancangan omnibus law. Dikhawatirkan justru menambah tingkat pengangguran.

25 Januari 2020 | 00.00 WIB

Aksi buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia menolak omnibus law di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, 20 Januari 2020. TEMPO/Magang/Ahmad Tri Hawaari
Perbesar
Aksi buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia menolak omnibus law di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, 20 Januari 2020. TEMPO/Magang/Ahmad Tri Hawaari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ringkasan Berita

  • Gerakan serikat buruh menolak omnibus law menggema di penjuru daerah.

  • Pembahasan omnibus law kluster ketenagakerjaan diduga berubah haluan.

  • Sejumlah poin perubahan aturan perburuhan dianggap justru akan menambah tingkat pengangguran.

DUDUK berhadapan dengan perwakilan buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia di ruang rapat KK II Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 20 Januari lalu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Sufmi Dasco Ahmad lebih banyak mendengarkan ketimbang berbicara. Aspirasi buruh yang keberatan terhadap sejumlah poin dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja tak banyak ia tanggapi.

Ditemani Wakil Ketua Komisi Ketenagakerjaan DPR Emanuel Melkiades Laka Lena; Wakil Ketua Komisi Infrastruktur Ahmad Riza Patria; dan anggota Komisi Hukum, Habiburokhman, Dasco beralasan Dewan belum menerima salinan resmi naskah akademik dan draf RUU yang menjadi bagian dari rancangan aturan sapu jagat atau omnibus law tersebut. Gol atau tidaknya rancangan regulasi itu baru bisa dipastikan kelak dalam pembahasan di Senayan.

Dasco berjanji melibatkan buruh dalam rapat dengar pendapat di DPR. Ia pun meminta Komisi Ketenagakerjaan dan Badan Legislasi membentuk tim kecil untuk berkoordinasi dalam pembahasan itu. “Beberapa hal yang menjadi ganjalan kawan-kawan buruh akan kami bantu fasilitasi supaya undang-undang ini jadi kepunyaan buruh, pengusaha, dan kita semua,” kata politikus Partai Gerindra tersebut seusai rapat.

INTENSIF digodok sejak pertengahan November 2019, detail Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja memang belum terang-terangan dibuka ke publik. Walau begitu, masalah ketenagakerjaan menjadi satu dari sebelas kluster pembahasan.

Itu sebabnya, pada 6 Desember 2019, beberapa pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri Indonesia serta perwakilan Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia berkumpul di Graha Sawala, kompleks Kementerian Koordinator Perekonomian. Tiga hari kemudian, baru terang orang-orang itulah yang ditunjuk Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai awak Satuan Tugas Bersama Pemerintah dan Kadin untuk Konsultasi Publik Omnibus Law. Pembentukan satgas itu disahkan lewat penerbitan surat keputusan Menteri Koordinator Perekonomian. Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani menjadi ketuanya.

Banyaknya pengusaha dalam daftar berisi 138 orang itu cukup untuk memancing cibiran serikat pekerja. Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Roy Jinto mempertanyakan tak adanya unsur perwakilan buruh dalam pembahasan rancangan kluster ketenagakerjaan. “Semangat omnibus law justru memberikan karpet merah kepada pengusaha atau investor,” ucap Roy.

Seorang pejabat yang juga anggota tim perumus RUU Cipta Lapangan Kerja mengungkapkan, masuknya tim pengusaha banyak mempengaruhi keputusan dalam penyusunan aturan sapu jagat ini. Dalam kluster ketenagakerjaan, misalnya, tim teknis semula lebih banyak membahas sekolah vokasi, pelatihan sertifikasi, dan jaminan bagi para pekerja. Namun, belakangan, poin draf bergeser ke rencana pengaturan ulang skema upah per jam, kompensasi pemutusan hubungan kerja, fleksibilitas waktu kerja, dan perekrutan tenaga asing. “Kepentingan pengusaha ditampung satu per satu,” tuturnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus