Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Gaduh di TV Sepuh

Perseteruan antara Dewan Pengawas dan direksi TVRI berujung pada pemecatan Helmy Yahya. Istana ikut turun tangan.

25 Januari 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sebelum Helmy Yahya dipecat, perseteruan terjadi antara Dewan Pengawas dan direksi TVRI.

  • Salah satunya terkait dengan pembelian hak siar Liga Primer Inggris.

  • Helmy Yahya mempersoalkan berbagai kewenangan Dewan Pengawas yang berlebihan.

DIGELAR di Restoran 1945, Hotel Fairmont, Jakarta, pertemuan pada Rabu sore, 11 Desember 2019, itu mempertemukan dua pihak yang tengah bertikai: Dewan Pengawas dan direksi Televisi Republik Indonesia (TVRI). Yang bertindak sebagai penengah adalah Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate.

Johnny didampingi Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Widodo Muktiyo. Sejumlah anggota Komisi Penyiaran Dewan Perwakilan Rakyat pun hadir. “Mari kita bicara baik-baik sambil makan,” kata anggota Dewan Pengawas TVRI, Pamungkas Trishadiatmoko, menceritakan pembukaan oleh Johnny itu kepada Tempo, Rabu, 22 Januari lalu.

Sepekan sebelumnya, 4 Desember 2019, Dewan Pengawas TVRI menonaktifkan Direktur Utama Helmy Yahya. Dewan Pengawas juga menerbitkan surat pemberitahuan rencana pemberhentian sekaligus meminta Helmy membuat surat pembelaan diri. Hari itu juga Helmy menyatakan keputusan itu cacat hukum. Helmy pun berkukuh tetap menjadi direktur utama yang sah hingga masa jabatannya berakhir pada 2020.

Menurut Pamungkas dan Ketua Dewan Pengawas Arief Hidayat Thamrin, Helmy mempertanyakan keputusan Dewan Pengawas. Ia pun menyatakan telah bekerja keras untuk kemajuan TVRI. Helmy, kata mereka, menilai Dewan Pengawas menghambat kinerja direksi. Sedangkan Dewan Pengawas berkukuh bahwa keputusan tersebut merupakan hasil pelaksanaan tugas mereka untuk mengawasi direksi.

Pertemuan selama dua jam itu bubar tanpa mencapai kesepakatan. Helmy mengakui adanya pertemuan tersebut, tapi dia tak mau mengungkapkan apa yang terjadi di situ.
 

•••

DUA hari setelah Helmy dinonaktifkan pada awal Desember 2019, Johnny sebenarnya sudah menggelar pertemuan dengan direksi dan Dewan Pengawas TVRI secara terpisah. Kala itu, dia meminta kedua pihak menyelesaikan masalah tersebut secara internal lebih dulu. “Itu perkara lama,” kata Johnny.

Ketidakharmonisan Dewan Pengawas dan direksi bermula pada Desember 2018. Saat itu, terdapat tunggakan pembayaran honor karyawan sebesar Rp 7,6 miliar. Tunggakan itu sempat membuat sejumlah karyawan memprotes dan mogok kerja pada 10 Januari 2019. Dewan Pengawas TVRI mengirim surat teguran ke direksi agar segera menyelesaikan persoalan tersebut.

Ditemui Tempo pada Rabu, 22 Januari lalu, Helmy mengakui keterlambatan itu. Menurut dia, keterlambatan terjadi karena direksi berupaya menertibkan administrasi laporan keuangan. “Memang boleh honor dibayar kalau pertanggungjawabannya belum dibuat?” ujarnya.

Persoalan honor belum selesai, direksi memutuskan membeli hak siar Liga Primer Inggris pada 19 Juni 2019. Dokumen “Perjanjian Standstill” antara TVRI dan PT Global Media Visual—induk perusahaan Mola TV yang memegang hak siar—yang salinannya diperoleh Tempo, menyebutkan TVRI membeli hak siar tiga musim pertandingan sejak 2019 hingga 2022. Nilai pembelian hak siar tersebut adalah US$ 9 juta, atau US$ 3 juta per musim, dengan pembayaran dicicil enam kali, masing-masing senilai US$ 1,5 juta.

Kepada Tempo, Helmy mengatakan nilai itu tidak mahal. Apalagi Mola TV punya kewajiban membeli spot iklan di TVRI, minimal US$ 1 juta per tahun. “Jadi harganya itu cuma US$ 2 juta,” ujar Helmy. Namun TVRI tidak bisa menayangkan semua pertandingan. Hanya dua pertandingan dalam sepekan atau 76 dari 380 pertandingan semusim yang bisa ditayangkan stasiun televisi tertua di Indonesia yang berdiri sejak 1962 itu.

Berdasarkan kontrak, TVRI memiliki sejumlah kewajiban, antara lain menjamin seluruh transmisi dapat diterima oleh setidaknya 95 persen rumah di sejumlah kota besar, seperti Medan, Jakarta, Bandung, Denpasar, dan Makassar. TVRI juga harus menyediakan teknologi yang memastikan transmisi siaran Liga Primer terenkripsi. Memenuhi kewajiban tersebut, TVRI mengadakan tender pengadaan peralatan Scrambling Xcrypt pada Juli 2019 senilai Rp 1,46 miliar.

Pembelian hak siar itu membuat Dewan Pengawas mengirim surat kepada direksi pada 9 Juli 2019 untuk meminta penjelasan. Ketua Dewan Pengawas Arief Hidayat Thamrin mengatakan pembelian itu tidak masuk rencana kerja dan anggaran tahunan TVRI tahun 2019. Dari penjelasan direksi sepekan kemudian, Arief menilai pembelian hak siar tersebut tidak dilaporkan secara lengkap. “Padahal keuangan TVRI terbatas,” ujarnya. Arief mengaku baru menerima salinan kontrak dari direksi pada 5 Desember 2019.

Ketua Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik TVRI Arif Hidayat (tengah depan) rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, 21 Januari 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis

Namun Helmy mengatakan direksi sudah memberikan penjelasan tentang harga dan proses pembelian hak siar. Menurut Helmy, dalam konferensi pers peluncuran Liga Primer pada 21 Juni 2019, dua hari setelah penandatanganan kontrak, Arief Hidayat pun hadir. “Mereka tidak melarang,” ujarnya.

Kerja sama dengan Mola TV jalan terus. Liga Primer Inggris pun tayang di TVRI pada 10 Agustus 2019. Pada November, muncul tagihan dari Global Media Visual kepada TVRI senilai Rp 27 miliar. Anggota Dewan Pengawas TVRI, Pamungkas Trishadiatmoko, menilai pembelian hak siar itu tidak menguntungkan lembaganya. Apalagi, kata dia, pembayarannya menggunakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). “Menurut saya, itu tidak bisa dilakukan,” ujarnya.

Helmy Yahya mengatakan, sebelum pembelian hak siar tersebut, direksi sudah berkonsultasi dengan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Achsanul Qosasi, dan Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani. Achsanul, kata Helmy, menyatakan pembelian hak siar itu diperbolehkan dengan catatan tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. TVRI bisa menggunakan PNBP untuk membeli hak siar.
 
TVRI memiliki PNBP sekitar Rp 150 miliar per tahun, yang diperoleh dari iklan dan penyewaan aset. Achsanul membenarkan soal konsultasi tersebut. “Yang penting alokasinya ada, dilaksanakan, dan dipertanggungjawabkan,” ujarnya. Helmy pun membantah terjadi gagal bayar. “Itu hanya penundaan bayar.”

Menurut Head of Broadcast and Distribution Mola TV Ayi Farid Wajdi, pihaknya tidak mempersoalkan penundaan pembayaran dari TVRI. Apalagi direksi TVRI sudah menyampaikan akan membayarnya pada Februari 2020. “Kami percaya TVRI,” kata Ayi. 

•••

PERSETERUAN antara Dewan Pengawas dan direksi TVRI juga terjadi pada akhir Oktober 2019. Saat itu, Helmy melayangkan warkat permohonan peninjauan Surat Keputusan Dewan Pengawas TVRI Nomor 2 Tahun 2018 tentang Tata Kerja dan Hubungan antara Dewan Pengawas dan Direksi. Helmy menyatakan surat keputusan itu bertentangan dengan sejumlah aturan, seperti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Lembaga Penyiaran Publik TVRI.

Helmy mempersoalkan kewenangan Dewan Pengawas untuk menilai kinerja direksi. Ia pun menilai pasal tentang pemberhentian direksi akibat penilaian kinerja melampaui kewenangan Dewan Pengawas. Kewenangan lain yang dipersoalkan Helmy adalah izin dari Dewan Pengawas untuk perjalanan dinas direksi ke luar kota ataupun ke luar negeri. Menurut Helmy, aturan itu menghambat operasi Dewan Direksi.

Dalam surat yang sama, Helmy menyatakan wewenang Dewan Pengawas yang berlebihan menyebabkan dualisme operasional di TVRI. Surat itu ditembuskan ke sejumlah lembaga lain, yaitu Komisi Penyiaran DPR, Badan Pemeriksa Keuangan, serta Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Arief menilai permintaan Helmy itu tidak memiliki dasar. “Ia membuat kesimpulan yang menguntungkan diri sendiri supaya tidak diatur oleh Dewan Pengawas,” ujarnya. Arief mengutip Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 yang memberikan kewenangan kepada Dewan Pengawas untuk menyeleksi, mengangkat, dan memberhentikan anggota direksi. “Kok, direksi mau menghapus ketentuan itu?” katanya. Ihwal izin perjalanan dinas, Arief menilai itu bagian dari fungsi pengawasan.

Perseteruan itu berujung pada penonaktifan Helmy pada 4 Desember 2019. Istana pun cawe-cawe meredam gejolak di TVRI. Pada 2 Januari lalu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno memanggil Dewan Pengawas. Pamungkas Trishadiatmoko, yang ikut dalam pertemuan itu, mengatakan Pratikno meminta kegaduhan di TVRI dihentikan. Menurut dia, Pratikno juga berjanji menyiapkan peraturan perubahan jika dibutuhkan.

Sehari berselang, Pratikno memanggil Helmy dan para direktur TVRI ke rumahnya. Pratikno, kata Helmy, menyebutkan bahwa dia menyarankan Dewan Pengawas tidak memecat Helmy. “Pak Pratik menyatakan mendukung kami,” ujar Helmy. Pratikno belum memberikan tanggapan. Ia tak membalas pertanyaan yang diajukan Tempo melalui telepon selulernya.

Namun kegaduhan di TVRI terus berlanjut. Dewan Pengawas mencopot Helmy pada Kamis, 16 Januari lalu. Mereka beralasan Helmy melakukan sejumlah pelanggaran, yaitu keterlambatan pembayaran honor karyawan, pembelian hak siar Liga Primer, serta pengadaan kuis Siapa Berani, yang dianggap tak sesuai dengan asas pemerintahan yang baik.

Tak menerima keputusan tersebut, Helmy pun berencana mengajukan langkah hukum. Ia menunjuk Chandra M. Hamzah, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, sebagai pengacara. Chandra menyatakan sedang mempersiapkan bahan-bahan untuk menggugat keputusan Dewan Pengawas. Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Plate menyesalkan situasi internal di TVRI. “Kami sudah berusaha memediasi,” ujarnya.

AGUNG SEDAYU,  DEVY ERNIS, HUSSEIN ABRI DONGORAN, FRANCISCA CHRISTY ROSANA, WAYAN AGUS PURNOMO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Agung Sedayu

Agung Sedayu

Alumnus Universitas Jember, Jawa Timur. Menekuni isu-isu pangan, kesehatan, pendidikan di desk Investigasi Tempo.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus