Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tiga kepala polda turut terseret skenario Ferdy Sambo.
Bertugas mendukung cerita baku tembak dan pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi.
Ferdy Sambo turut disokong anak buahnya di Satgas Merah Putih.
SATU per satu peran para pendukung Ferdy Sambo dalam rekayasa kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat pada 8 Juli 2022 sore mulai terkuak. Inspektorat Khusus Kepolisian RI sudah memeriksa 97 polisi yang diduga terlibat rekayasa hingga merusak barang bukti pembunuhan di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebanyak 35 di antaranya sudah divonis bersalah melanggar kode etik Polri. Mereka berpangkat bintara hingga brigadir jenderal. Penyidik belum menyentuh pejabat yang lebih tinggi. Informasi teranyar menyebutkan Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya Inspektur Jenderal Muhammad Fadil Imran juga ikut dalam barisan Ferdy Sambo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Inspektur Pengawasan Umum Inspektur Jenderal Agung Budi Maryoto mengkonfirmasi kabar ini. Menurut dia, para penyidik sedang mencari konfirmasi ke berbagai pihak tentang keterlibatan Fadil Imran dalam rekayasa pembunuhan Yosua. “Sedang terus kami dalami,” katanya pada Kamis, 1 September lalu.
Dua petinggi Polri yang mengetahui informasi itu mengatakan Ferdy Sambo menghubungi Fadil Imran satu-dua jam setelah kematian Yosua. Kepada Fadil, Ferdy mengabarkan bahwa Yosua dan Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu, ajudannya yang lain, terlibat baku tembak. Yosua tewas di tempat.
Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran (kanan) saat temui Irjen Ferdy Sambo/Dok. Istimewa
Ferdy juga menceritakan bahwa Yosua telah melecehkan istrinya, Putri Candrawathi. Menurut dua petinggi polisi itu, Fadil percaya terhadap informasi Ferdy. Itulah kenapa ia menemui Ferdy lalu memeluk dan menghiburnya pada Rabu, 13 Juli lalu. “Saya memberikan support kepada adik saya, Sambo, agar tegar menghadapi cobaan ini,” ujar Fadil ketika itu.
Ia lalu meminta sejumlah anak buahnya meluncur ke Duren Tiga malam itu juga. Salah satunya Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Selatan Komisaris Besar Budhi Herdi Susanto. Tiga hari berselang, Fadil meminta Budhi menggelar konferensi pers untuk menegaskan peristiwa baku tembak dan pelecehan seksual yang menimpa Putri. “Brigadir J (Yosua) sempat menodong Ibu PC (Putri Candrawathi),” kata Budhi kepada wartawan pada Senin, 11 Juli lalu.
Fadil juga meneruskan informasi Ferdy Sambo itu kepada Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Inspektur Jenderal Nico Afinta dan Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Inspektur Jenderal R.Z. Panca Putra Simanjuntak. Mereka bertemu di kantor Polda Metro Jaya beberapa hari kemudian. Seorang penyidik mengatakan pertemuan itu atas inisiatif pensiunan pimpinan Polri.
Mereka adalah penasihat di Satuan Tugas Khusus Merah Putih. Ferdy Sambo menjadi Kepala Satgas Merah Putih sejak pertengahan 2020. Mereka kerap bekerja sama menjalankan operasi, khususnya pengungkapan kasus-kasus narkotik.
Fadil, Nico, dan Panca berbagi tugas menyebarkan informasi tembak-menembak dan pelecehan seksual oleh Brigadir Yosua itu ke banyak orang. Nico dan Panca bertugas melobi para pejabat utama Polri, seperti Komisaris Jenderal Agung Budi Maryoto dan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto. Menurut seorang perwira, mereka meminta para seniornya itu tak terlalu “kencang” mengusut kematian Yosua.
Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta/Dok. Humas Polres Batu
Agung Budi Maryoto dan Agus Andrianto tak merespons saat dimintai konfirmasi soal permintaan dari para juniornya tersebut. Namun Agung tak membantah jika disebut telah mendengar pertemuan tiga kepala polda itu untuk menyokong Ferdy Sambo. “Peristiwa itu juga turut kami dalami,” ujarnya.
Sementara itu, Fadil Imran menolak menjelaskan pertemuan dan caranya membantu Ferdy Sambo menyebarkan skenario tembak-menembak di rumah dinas Ferdy. “Nanti saja,” katanya pada Sabtu, 3 September lalu. “Kalau mau tanya itu, tanya ke Mabes saja.”
Fadil diduga memerintahkan Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Jerry Raymond Siagian menggalang opini publik lewat beberapa lembaga swadaya masyarakat perempuan. Atas saran Nico Afinta, Jerry meminta lembaga-lembaga advokasi itu memberikan perlindungan kepada Putri Candrawathi sebagai korban kekerasan seksual.
Jerry lalu menghubungi pengurus Yayasan Sekretariat Untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (Sukma). Ia mengundang lembaga swadaya yang bergerak dalam isu perempuan itu ke Polda Metro Jaya pada Jumat, 29 Juli lalu. Pertemuan itu turut dihadiri berbagai lembaga negara lain dan perwakilan kementerian.
Ketua Yayasan Sukma, Sri Nurherwati, membenarkan kabar pertemuan di Polda Metro Jaya itu. “Saya hadir atas undangan Polda Metro untuk memberikan masukan dalam rapat koordinasi perlindungan anak dari risiko pelaporan tindak pidana kekerasan seksual,” ujar Sri.
Nico Afinta tak mau mengomentari kabar pertemuan di Polda Metro Jaya. “Mohon maaf untuk pertanyaan mohon berkenan menghubungi Kepala Divisi Humas Polri,” katanya kepada Tempo melalui akun WhatsApp.
Adapun Panca Simanjuntak mengatakan Inspektorat Khusus yang dibentuk Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengusut kematian Yosua masih bekerja membuktikan hipotesis kasus ini. Ia tak menjawab soal pertemuan di Polda Metro Jaya dan operasinya membantu Ferdy Sambo. “Tolong kita hormati semua,” tuturnya.
Di waktu lain, Ferdy Sambo juga bergerak mendekati lembaga lain. Terpisah dari para kapolda itu, ia menemui sendiri Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Poengky Indarti dan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Choirul Anam.
Poengky mengaku kaget saat bertemu dengan Ferdy Sambo pada pertengahan Juli lalu. Ia mengira Ferdy hendak berdiskusi soal pengawasan Polri. “Sambil menangis dia menceritakan istrinya dilecehkan Brigadir J,” ucapnya. Ferdy juga menangis saat menemui Choirul Anam. “Dia hanya nangis saja. Saya tidak tahu apa yang terjadi,” kata Anam dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat pada Senin, 22 Agustus lalu.
Sejak gerilya itu, satu per satu para pejabat kepolisian dan lembaga-lembaga yang terkait dengan polisi memberikan keterangan soal kematian Yosua akibat baku tembak dengan Bharada Richard. Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional Benny Mamoto bahkan menambahkan informasi soal pelecehan terhadap Putri Candrawathi. Setelah sebulan, dan informasi baku tembak itu palsu, Komisi Kepolisian Nasional mengoreksi pernyataan Benny Mamoto. Para pejabatnya mengaku menjadi korban kebohongan Ferdy Sambo.
Opini publik kian terbentuk dalam satu-dua hari di sekitar 8 Juli 2022 setelah polisi menyatakan hal yang sama dalam keterangan resmi. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahkan menggelar jumpa pers dengan menjelaskan kronologi sesuai dengan yang disiapkan Ferdy Sambo dan para mantan anak buahnya itu. Listyo Sigit memanggil para perwira yang sejak awal mengetahui informasi kematian Yosua, lalu mengkonfirmasikannya kepada Ferdy.
Listyo Sigit dan Ferdy Sambo bertemu pada 8 Juli 2022 malam. “Dia bilang tidak terlibat,” ujar Listyo Sigit. Beberapa jam sebelumnya datang Kepala Biro Provos Divisi Profesi dan Pengamanan Brigadir Jenderal Benny Ali. Benny datang menghadap Jenderal Listyo Sigit ditemani Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan. Keduanya melaporkan kronologi kejadian sesuai dengan apa yang dituturkan Ferdy Sambo.
Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, 7 Desember 2020/TEMPO/M Taufan Rengganis
Rupanya, sebelum menghadap Kapolri Jenderal Listyo Sigit, para perwira yang datang itu sudah “mengkondisikan” kesaksian para pelaku. Menurut dua dokumen internal Polri, Ferdy Sambo diduga memerintahkan penyidik di Biro Pengamanan Internal Divisi Propam memeriksa Bharada Richard, Brigadir Kepala Ricky Rizal Wibowo, dan Kuat Ma’ruf. Mereka adalah para ajudan dan sopir keluarga Ferdy Sambo.
Para penyidik Biro Pengamanan Internal itu menuangkan kesaksian mereka dalam berita acara investigasi. Keterangan-keterangan itu kemudian disalin menjadi berita acara pemeriksaan di Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Selatan.
Belakangan, kesamaan isi dua dokumen itu membuat Inspektorat Khusus Polri malah curiga. Para perwira Inspektorat menduga penyelidikan kematian Yosua berjalan serampangan. Kecurigaan itu terbukti setelah penyidik memeriksa Ferdy Sambo. Kepada polisi, Ferdy mengaku meminta Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan memeriksa para saksi. Padahal penyidikan tindakan kejahatan seharusnya ditangani penyidik Polres Metro Jakarta Selatan.
Tak cuma memeriksa, Brigjen Hendra Kurniawan juga diduga merancang prarekonstruksi kematian Yosua dengan aktor Richard, Ricky, dan Kuat pada Sabtu dinihari, 9 Juli 2022. Prarekonstruksi dipimpin anak buah Hendra, Kepala Detasemen A Biro Pengamanan Internal Komisaris Besar Agus Nurpatria.
Hasil-hasil pemeriksaan anak buah Ferdy Sambo ini berantakan ketika Bharada Richard mengubah pengakuan. Sama seperti Ferdy, Richard mengklaim ia menembak Yosua untuk membela diri. Belakangan, ia meralat kesaksian itu dan menyatakan menembak Yosua tanpa adegan baku tembak. Atas kesaksian ini, dia ditetapkan polisi sebagai tersangka bersama Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal, dan belakangan Putri Candrawathi. Polisi menuding mereka terlibat dalam perencanaan hingga eksekusi mati Yosua.
Agar kesaksian para pelaku selaras satu sama lain, Brigjen Hendra Kurniawan menyiapkan daftar pertanyaan dan jawaban untuk Putri Candrawathi. Menurut catatan penyidik, Hendra datang ke rumah pribadi Ferdy Sambo di Pancoran, Jakarta, untuk briefing kesaksian Putri.
Kepala Polres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Budhi Herdi Susanto turut hadir dalam pertemuan pada 10 Juli 2022. Bersama Ferdy Sambo, Hendra dan Budhi membahas persiapan pemeriksaan Putri. Mereka juga mengatur pembuatan laporan dugaan pelecehan oleh Yosua terhadap Putri. “Saya membenarkan informasi tersebut,” kata Hendra kepada penyidik.
Seorang petinggi Polri mengatakan apa yang dilakukan para perwira mengikuti skenario Ferdy Sambo adalah pelanggaran berat menghalang-halangi penyidikan sebuah kejahatan. Sebab, cerita yang dibangun para penyokong Ferdy ini membuat penyidik kesulitan memverifikasi laporan itu dan menyusun kronologi pembunuhan Yosua sesuai dengan fakta.
Karena simpang siur, Kapolri Jenderal Listyo Sigit lalu membentuk Tim Khusus dan Inspektorat Khusus pada 12 Juli 2022. Tim Khusus dipimpin Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono. Tim ini menggandeng Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) dan Indonesian Automatic Fingerprints Identification System (Inafis) meneliti tempat pembunuhan Yosua.
Dari sini, kejanggalan-kejanggalan kematian Yosua yang diungkap pengacara keluarganya mulai terlihat. Polisi, misalnya, menemukan jumlah selongsong peluru lebih banyak dibanding jumlah peluru yang disampaikan Richard. Kepada polisi, Richard mengaku menembakkan lima peluru. Analis Puslabfor menemukan 10 selongsong peluru Glock 17, bukan pistol HS-9 yang dipakai Yosua.
Akibat keterangan berbeda itu, Hendra Kurniawan menelepon Kepala Puslabfor Brigadir Jenderal Agus Budhiarto. Kepada Hendra, Agus mengatakan anak buahnya yang membocorkan keterangan tersebut kepada penyidik Tim Khusus.
Dua perwira tinggi Polri menyebutkan jejak selongsong peluru di tempat kejadian perkara sudah direkayasa oleh anak buah Ferdy Sambo pada malam kematian Yosua. Salah satu perwira yang berperan adalah Kepala Sub-Direktorat Reserse Mobil Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Handik Zusen.
Handik diduga mengatur jumlah selongsong peluru supaya memberi kesan ada baku tembak di rumah dinas Ferdy Sambo. Handik pernah menjadi anak buah Ferdy di Polda Metro Jaya. Ia juga anggota Satgas Merah Putih, yang dipimpin Ferdy. Ia kini tengah menjalani “penempatan khusus” di Markas Besar Polri akibat rekayasa selongsong peluru ini.
Menurut keterangan penyidik, Handik berada di rumah dinas Ferdy Sambo pada malam kematian Yosua. Ia ditengarai menyusun muslihat peluru itu bersama Ajun Komisaris Besar Ridwan Soplanit dan Komisaris Chuck Putranto, personel Divisi Propam. Mereka bahkan menyebarkan selongsong peluru di sekitar jenazah Yosua dan tangga menuju lantai dua rumah dinas Ferdy.
Temuan jumlah selongsong tersebut membuat Tim Khusus kembali menggelar olah TKP pada Rabu, 13 Juli lalu. Saat itu Tim Khusus menemukan lagi tiga butir selongsong jenis HS-9. Seorang personel Inafis juga menemukan satu butir selongsong jenis HS-9. Awalnya pistol jenis ini yang disebut digunakan Yosua untuk menembaki Bharada Richard.
Rekonstruksi tersebut turut dihadiri Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi. Seseorang yang mengikuti olah TKP itu mengatakan Andi sempat nyeletuk, “Ada siluman yang meletakkan selongsong di TKP.” Maksudnya, jumlah peluru yang dilaporkan pelaku kepada penyidik lebih sedikit dibanding temuan mereka saat olah tempat kejadian perkara.
Kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candawathi, Arman Hanis, tak merespons permintaan wawancara Tempo. Sebelumnya, Arman mengatakan pertanyaan ini sudah masuk materi pertanyaan penyidik dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan.
Kapolda Sumatera Utara Irjen Panca Putra/dok. Istimewa
Ia berharap semua fakta yang ada akan muncul di persidangan. “Kami ingin kasus ini segera masuk ke tahap persidangan dan memberikan kejelasan di tengah banyak asumsi dan spekulasi sangat kompleks di tengah masyarakat,” ujar Arman.
Artikel Lain:
Dalam sebuah surat tulisan tangan yang beredar pada Kamis, 25 Agustus lalu, Ferdy Sambo meminta maaf telah membohongi para koleganya di kepolisian. “Saya siap menjalankan proses hukum ini dengan baik, sehingga membawa rasa keadilan bagi semua pihak,” tulisnya.
Dari 97 polisi yang diduga terlibat merusak barang bukti kematian Yosua, tiga di antaranya sudah dipecat secara tidak hormat, termasuk Ferdy Sambo. Sisanya mendekam di Markas Komando Brigade Mobil di Depok, Jawa Barat, menunggu giliran sidang komite etik Mabes Polri dan menerima sanksinya.
RAYMUNDUS RIKANG, SETRI YASRA, M. FAIZ ZAKI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo