Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah personel Satgas Merah Putih diduga membantu Ferdy Sambo menutupi jejak kematian Brigadir Yosua.
Komite Etik memecat tiga personel Polri.
Satgas Merah Putih dituding kerap menggelar operasi gelap.
TAMAT sudah karier Komisaris Polisi Baiquni Wibowo pada Jumat, 2 September 2022. Sidang Komite Etik Kepolisian RI yang dipimpin Wakil Inspektur Pengawasan Umum Inspektur Jenderal Tornagogo Sihombing menjatuhkan vonis pecat secara tidak hormat kepadanya. Ia terbukti merusak barang bukti pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat pada 8 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baiquni menyusul koleganya di Satuan Tugas Khusus Merah Putih (Satgassus Merah Putih), Komisaris Chuck Putranto, yang juga dipecat secara tidak hormat sehari sebelumnya. Keduanya adalah perwira menengah yang menyusul bos mereka, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, yang dipecat di sidang kode etik pada 26 Agustus 2022. Ferdy adalah tersangka utama pembunuhan Brigadir Yosua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komite Etik menilai Baiquni dan Chuck terbukti merusak barang bukti pembunuhan Brigadir Yosua, berupa kamera pengawas (CCTV), di hari kejadian di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. “Mereka diberhentikan secara tidak hormat sebagai personel polisi,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo.
Rekaman asli CCTV tersebut hilang. Salinannya ditemukan polisi saat menggeledah rumah dinas Baiquni di samping rumah Ferdy di Duren Tiga pada Selasa, 9 Agustus lalu. Istri Baiquni menyerahkan diska eksternal yang berisi salinan rekaman tersebut. Rekaman CCTV ini menjadi salah satu bukti penting mengungkap kematian Yosua.
Tim khusus penyidikan kematian Yosua yang berisi para jenderal bintang tiga menetapkan tujuh tersangka penghalang proses hukum (obstruction of justice). Selain Ferdy Sambo, Chuck Putranto, dan Baiquni Wibowo, ada Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan, Kepala Detasemen A Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Komisaris Besar Agus Nurpatria, Wakil Kepala Detasemen B Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Ajun Komisaris Besar Arif Rahman Arifin, dan Kepala Sub-Unit I Sub-Direktorat III Direktorat Tindak Pidana Umum Ajun Komisaris Irfan Widyanto.
Mereka juga tengah menjalani sidang kode etik. Sebelumnya, Inspektorat Khusus Markas Besar Polri menahan tujuh perwira polisi itu melalui mekanisme “penempatan khusus” di Markas Komando Brigade Mobil di Depok, Jawa Barat. Ferdy, Chuck, dan Baiquni mengajukan permohonan banding atas vonis pemecatan. “Itu hak yang bersangkutan,” ujar Dedi Prasetyo.
Polisi menuduh mereka bahu-membahu membangun skenario kematian Yosua. Seperti pengakuan Ferdy Sambo kepada Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo lima jam setelah penembakan Yosua, kematian itu dilaporkan sebagai baku-tembak dengan Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu, ajudan Ferdy yang lain.
Skenario rekayasa ini terbongkar setelah keluarga Yosua mengungkap luka-luka janggal di tubuh jenazah. Kejanggalan diperkuat oleh pengakuan Bharada Richard, yang menyebutkan menembak Yosua sebanyak tiga kali dan menepis adanya baku-tembak. Ia juga mengatakan Ferdy Sambo menembak Yosua sebanyak dua kali.
Kecuali Ajun Komisaris Irfan, lima tersangka penghalang penyidikan kematian Brigadir Yosua itu pernah menjadi anak buah Ferdy Sambo di Divisi Propam. Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, menduga Ferdy menggunakan pengaruhnya untuk menutupi kematian Yosua karena memegang dua jabatan strategis.
Selain menjabat Kepala Divisi Propam, Ferdy adalah Kepala Satuan Tugas Khusus Merah Putih, yang ia pimpin sejak pertengahan 2020. Satgassus Merah Putih berisi lebih dari 400 polisi terpilih yang punya kekuasaan luas menangani banyak kasus. “Ada relasi kuasa yang membuat mereka patuh secara buta kepada Sambo,” ucap Arsul.
Dalam sebuah dokumen peran Ferdy Sambo dalam kematian Yosua yang disusun polisi terungkap bahwa polisi 49 tahun itu melibatkan 28 polisi untuk menutupi jejak pembunuhan Yosua. Selain personel Divisi Propam, 14 orang adalah anggota Satgas Merah Putih yang sehari-hari bertugas di Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya dan Badan Reserse Kriminal Polri.
Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo tercatat sebagai anggota Tim Intelijen II Satgasus Merah Putih. Keterlibatan personel Satgas lain terlihat pula dari pengakuan Kepala Biro Pengamanan Internal Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan.
Dalam pemeriksaan Komite Etik, Hendra mengaku menelepon penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum, Ajun Komisaris Besar Ari Cahya alias Acay, pada Sabtu, 9 Juli 2022, atau sehari setelah penembakan Yosua. Ia meminta Ari menyisir semua kamera pengawas di kompleks rumah dinas Ferdy Sambo.
Karena sedang berada di Bali, Ari memerintahkan anak buahnya, Ajun Komisaris Irfan Widyanto, menjalankan perintah Hendra. Peraih Adhi Makayasa Akademi Kepolisian angkatan 2010 itu lalu melaporkan temuannya kepada Ajun Komisaris Besar Ridwan Soplanit, Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Selatan, dan Chuck Putranto.
Irfan berhasil mengumpulkan 20 rekaman digital kamera pengawas di Duren Tiga. Ia menyita dua di antaranya. Ari Cahya dan Irfan juga anggota Tim Intelijen II Satgas Merah Putih.
Inspektur Jenderal Pengawasan Umum Komisaris Jenderal Agung Budi Maryoto mengatakan tujuh tersangka perusakan barang bukti pembunuhan Yosua itu telah menyulitkan penyidik mengungkap fakta di Duren Tiga. “Akibatnya, selama hampir satu pekan setelah dibentuk Kapolri, Tim Khusus nyaris tak menemukan bukti apa pun,” katanya.
Tim khusus baru mulai menemukan titik terang saat Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membubarkan Satgas Merah Putih pada Kamis, 11 Agustus lalu. Salah satunya CCTV pos satuan pengamanan yang disimpan di rumah Baiquni.
Setelah dibubarkan, cerita miring soal Satgas ikut bermunculan. Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Desmond Mahesa mendesak pimpinan polisi mengaudit anggaran dan aktivitas Satgas Merah Putih. Ia menuding Satgas kerap menjalankan operasi gelap. “Satgas ini ibarat geng mafia,” tuturnya.
Baca: Skenario Sambo
Penyimpangan diduga sudah lama terjadi. Desmond menyinggung keterlibatan Satgas dalam sejumlah kejadian besar, seperti operasi meredam demonstrasi 212 jilid I dan II pada 2016 dan 2017, demonstrasi berdarah menolak hasil Pemilihan Umum 2019, serta penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam di pengujung 2020. Sebagian personel Satgas ini, kata Desmond, bahkan terlibat politik praktis di berbagai pemilihan kepala daerah. “Organ ini bekerja demi kepentingan penguasa,” ucap politikus Partai Gerindra itu.
Kewenangan Satgas yang luas membuat anggotanya kerap mengambil alih perkara yang tengah ditangani satuan lain. Misalnya temuan sabu seberat 1 ton di Pangandaran, Jawa Barat, pada 2017. Seseorang yang terlibat dalam pengungkapan kasus sabu 1 ton mengatakan kasus itu sebenarnya sedang ditangani Direktorat Narkoba Polri. Mereka mundur begitu anggota Satgas ikut campur.
Anggota Komisi Hukum DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Trimedya Panjaitan, mengatakan kewenangan Satgas makin menggurita di masa kepemimpinan Ferdy Sambo—sebelumnya dipegang Jenderal Idham Azis. Saat menjadi Kepala Satgas pada 2020, Ferdy menguatkan peran intelijen. Itu sebabnya Satgas nyaris tak membutuhkan satuan lain saat menjalankan operasi. “Lembaga ini makin full power di masa dia,” ucap Trimedya.
Pengacara Ferdy Sambo, Arman Hanis, tak kunjung merespons wawancara Tempo untuk mengkonfirmasi segala tuduhan kepada kliennya.
EKA YUDHA SAPUTRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo