Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SALING-silang pernyataan terjadi dalam acara konferensi pers Parade Bhinneka Tunggal Ika yang digelar di sebuah kafe di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis pekan lalu. Pemilik Pondok Pesantren Sokotunggal, Nuril Arifin Husein, menyanggah pernyataan koleganya sesama panitia, Nong Darol Mahmada, yang menyebutkan parade yang akan digelar tidak terkait dengan unjuk rasa ratusan ribu orang di depan Istana Negara pada 4 November lalu. "Kalau tidak ada hubungan, buat apa saya ke sini?" kata Nuril.
Menurut dia, parade tak bisa dilepaskan dari unjuk rasa pada 4 November lalu. Unjuk rasa itu menuntut Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok diadili atas dugaan penistaan agama lantaran menyinggung penggunaan Surat Al-Maidah ayat 51. Rabu pekan lalu, Ahok ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. "Unjuk rasa itu semestinya menjadi pintu gerbang untuk membangkitkan kembali semangat kebangsaan," katanya.
Ide penyelenggaraan parade yang digelar dari Patung Arjuna Wijaya di Jalan M.H. Thamrin ke Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, 19 November, bermula dari percakapan grup WhatsApp pada Kamis dua pekan lalu. Ketika itu Nong, yang mengaku sebagai pendukung Basuki, dan sejumlah aktivis berdiskusi di sebuah grup WhatsApp setelah unjuk rasa penolakan terhadap Basuki. "Ada bully, penghinaan, dan caci-maki terhadap siapa pun yang berbeda dengan kelompok anti-Ahok," katanya.
Karena itu, mereka tergerak membuat sebuah acara untuk menyampaikan pesan kemajemukan. "Meski saya pendukung Basuki, gerakan itu tidak terkait dengan dukungan politik dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017," katanya.
Diskusi itu ditindaklanjuti dalam pertemuan di kantor Maarif Institute, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat dua pekan lalu. Menurut Nong, pertemuan itu dihadiri sekitar 20 orang. Selain para aktivis, hadir Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia Raja Juli Antoni dan bos perusahaan konsultan politik Cyrus Network, Hasan Nasbi.
Pertemuan selama empat jam sejak pukul 18.00 itu membahas konsep acara yang akan digelar. Ada empat ide yang mencuat, yakni unjuk rasa, konser musik, pawai atau parade, dan doa keprihatinan bersama. Pilihan kemudian jatuh kepada parade. Untuk menyesuaikan dengan tema yang diusung, dipilih nama Parade Bhinneka Tunggal Ika. Raja Juli Antoni membenarkan pertemuan itu "Persis seperti itu," katanya. Adapun Hasan Nasbi menolak berkomentar. "Saya malas bicara. Kamu cek ke yang lain saja," ujarnya.
Belum sempat panitia mengontak para pengisi acara, rencana itu keburu ketahuan publik. Pada Sabtu pagi dua pekan lalu, catatan pertemuan di Maarif Institute tersebar di media sosial. Catatan itu berisi detail rencana parade, dari nama acara, waktu dan lokasi, target massa, tuntutan, struktur panitia, hingga tokoh, artis, dan budayawan yang diundang.
Menyebarnya catatan pertemuan disusul berondongan bantahan dari sejumlah lembaga atas keterlibatan tokoh atau anggota mereka. Misalnya Pengurus Pusat Muhammadiyah dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Muhammadiyah membantah kabar bahwa ketua mereka, Haedar Nashir, ikut sebagai salah seorang pengisi acara. LBH Jakarta juga menyangkal kabar bahwa dua aktivis mereka, M. Isnur dan Widodo Budidarmo, ikut sebagai perwakilan lembaga untuk acara itu.
Nong membenarkan catatan yang tersebar di publik adalah hasil pertemuan yang dia pimpin di Maarif Institute. "Itu masih konsep. Belum semua nama dihubungi," katanya. Nong mengaku tak mengetahui bagaimana catatan itu bisa bocor.
Bocornya catatan itu disikapi Nong dkk dengan menggelar pertemuan keesokan harinya di Maarif Institute. Pesertanya serupa dengan pertemuan pertama. Dalam perbincangan selama tiga jam sejak pukul 13.00 itu, muncul sejumlah masukan agar parade diurungkan karena mereka mencium upaya penggembosan melalui bocornya catatan pertemuan. "Istilahnya mau dimatikan dari awal," ujar Nong. Tapi peserta diskusi sepakat pelaksanaan parade itu jalan terus.
Prihandoko
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo