Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Koalisi Penampik Perubahan Konstitusi

Partai NasDem dan Demokrat mulai membangun koalisi untuk menjegal rencana amendemen UUD 1945. Dikhawatirkan menjadi pintu masuk upaya memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi.

30 Maret 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh (kiri) menyambut kunjungan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono di Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai NasDem, Jakarta, 29 Maret 2022. TEMPO/Muhammad Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Partai NasDem dan Demokrat berkomitmen bersama-sama menolak agenda amendemen UUD 1945.

  • Mayoritas partai politik pendukung pemerintah menolak wacana amendemen UUD 1945.

  • Agenda perubahan konstitusi dikhawatirkan dapat disusupi pasal perpanjangan jabatan presiden hingga tiga periode.

JAKARTA – Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh membangun koalisi bersama Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Keduanya sepakat menolak penundaan Pemilu 2024, yang mereka anggap sebagai pelanggaran konstitusi.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pelanggengan kekuasaan dengan cara penundaan pemilu itu tidak bisa diterima akal sehat," kata Agus di kantor Partai NasDem di Gondangdia, Jakarta Pusat, kemarin. Menurut dia, konstitusi negara tidak bisa diutak-atik demi mewujudkan kepentingan kelompok tertentu, termasuk supaya Presiden Joko Widodo bisa mencalonkan diri untuk ketiga kalinya atau Jokowi 3 Periode.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Agus telah meminta Ketua Fraksi Demokrat di Majelis Permusyawaratan Rakyat, Benny K. Harman, menolak rencana amendemen UUD 1945. Dia khawatir rencana agenda perubahan konstitusi, yang antara lain untuk memperkuat peran Dewan Perwakilan Daerah, bakal ditunggangi pasal perpanjangan masa jabatan presiden hingga tiga periode.

Wacana amendemen UUD 1945 mengemuka di kalangan partai politik. Namun ide tersebut ditolak oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Padahal pemenang Pemilu 2019 itu sempat mengusulkan amendemen UUD 1945 untuk menghidupkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) pada tiga tahun lalu. Namun kini partai banteng menolaknya karena kekhawatiran penyusupan pasal perpanjangan masa jabatan presiden.

Setelah PDIP bersikap, partai pendukung pemerintah, seperti Gerindra dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), juga ikut menolak rencana amendemen UUD 1945. Mereka jadi sejalan dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai oposisi yang sejak awal menolak amendemen dengan dalih apa pun. Pernyataan Partai NasDem dan Demokrat kemarin memperkukuh penolakan tersebut.

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh (kanan) berbincang dengan Presiden Joko Widodo di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasional Demokrat, Menteng, Jakarta 22 Februari 2022. Dok. BPMI Setpres/Rusman

Ketua Fraksi NasDem di MPR, Taufik Basari, menyatakan rencana amendemen UUD 1945 jangan sampai berlangsung pada saat ide perpanjangan masa jabatan presiden menguat. "Karena itu, menunda usulan amendemen konstitusi dan pembahasan Pokok-Pokok Haluan Negara merupakan langkah yang tepat," kata dia.

Sementara itu, Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN), yang masing-masing ketua umumnya ikut menggulirkan isu penundaan pemilu bersama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), belum terdengar lagi suaranya. Adapun Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar malah menunggu arahan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri soal penundaan pemilu dan amendemen UUD.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Bidang Pemuda dan Olahraga PDIP, Eriko Sotarduga, menjelaskan partai banteng belum mengagendakan pertemuan antara Megawati dan Muhaimin. "Tapi kami menunggu realisasi rencana itu," ujar dia.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Jimly Asshiddiqie, sepakat agenda perubahan konstitusi sebaiknya ditunda karena rentan ditunggangi pasal susupan ihwal perpanjangan masa jabatan presiden. "Amendemen hanya boleh dilakukan jika benar-benar murni untuk tujuan penataan ketatanegaraan jangka panjang. Bukan untuk kepentingan sempit menang Pemilu 2024," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2003-2008 tersebut.

Pakar hukum tata negara Denny Indrayana mengingatkan publik agar tetap waspada meski mayoritas partai politik menolak amendemen UUD 1945. Menurut dia, gerilya politik terus berlangsung untuk mengegolkan rencana perombakan konstitusi. "Belajar dari pengalaman, biasanya panggung depan sepi, panggung belakang bergerilya," katanya.

Wakil Menteri Hukum dan HAM periode 2011-2014 itu mencontohkan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2019 saat pemerintah dan parlemen mengesahkan draf aturan dalam hitungan hari. Karena itu, Denny mendesak Presiden Jokowi memberikan pernyataan tegas menolak ide penundaan Pemilu 2024, perpanjangan masa jabatan presiden, dan Jokowi 3 periode.

AVIT HIDAYAT | DEWI NURITA | M. JULNIS FIRMANSYAH
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus