APA saja dapat laku dijual di Jakarta. Sebaliknya, di Ibukota RI
ini semua kebutuhan yang sebelumnya mungkin tak terfikirkan akan
dengan mudah didapat. Pasar-pasar pun tumbuh dengan suburnya,
hampir di semua sudut jalan. Mulai dari pasar umum yang menjual
segala rupa kebutuhan sehari-hari, sampai pasar untuk
barang-barang khusus: sepatu-sepatu bekas, kacamata atau
ruji-ruji sepeda. Tersebutlah misalnya sebuah pasar loak pakaian
jadi di Jalan Minangkabau. Pada mulanya di awal tahun 70-an,
duduk-duduklah dengan malasnya beberapa orang tua yang iseng.
Lama-lama mampir pula beberapa orang pengumpul barang-barang
bekas, seperti botol dan baju-baju singlet tua di atas keranjang
pikulan. Mereka ngobrol menghabiskan hari-hari yang panas. Tapi
ketika hari-hari berikutnya pemandangan ini masih terlihat,
terlintas di benak orang-orang yang menyaksikannya untuk
menggabungkan diri sambil menghamparkan berbagai jenis barang
dagangan. Sambil beromong-omong tak ada salahnya mengadu untung
berjualan ala kadarnya - begitu barangkali fikir mereka.
Tak disangka pemandangan itu dengan cepatnya mengundang minat
yang semakin banyak, dari hari ke hari. Maka terlihatlah seperti
keadaannya sekarang: deretan tenda darurat yang penuh dengan
gantungan pakaian jadi bekas. Dan tak lupa di sekitar itu
terhampar pula barang-barang dagangan yang terkadang aneh
dipandang: koran bekas, sepatu reot, rantang peot dan
seterusnya. Kisah munclnya sebuah pasar serupa itu juga terjadi
di pelosok-pelosok kota, terutama di daerah-daerah perkampungan
baru. Mereka yang berjualan tidak hanya yang cuma sekedar
mencoba-coba, tapi juga terdiri dari penjual-penjual yang
terlempar dari pasar-pasar yang telah dibangun oleh fihak PD
Pasar Jaya. Para penjual kapur sirih, maupun pedagang-pedagang
yang hanya mengandalkan sekilo dua kilo kemiri di paar Senen
beberapa tahun lalu, tak sedikit yang mendirikan bangku-bangku
darurat di belakang stasiun Senen sejak Pusat Perbelanjaan Senen
yang modern itu berdiri.
Pungutan
Apakah dengan sendirinya pasar-pasar di pinggir jalan itu
dianggap resmi? Menurut Suhadi, Dirut PD Pasar Jaya, tidak. Tapi
"untuk menertibkan pedagang-pedagang yang berjualan di luar
pasar milik PD Pasar Jaya, kita tak punya wewenang menindaknya",
tambah Suhadi. Dirut PD Pasar Jaya itu mengakui dari segi
Peraturan Daerah, pasar-pasar liar itu tak dibenarkan. Tapi
tambahnya, karena walikota bersangkutan beranggapan pasar
tersebut dibutuhkan masyarakat setempat, dengan setengah tutup
muka terpaksa dibiarkan. Dan barangkali karena ini pula, maka
walaupun namanya liar, para pedagang di pasar-pasar serupa itu
selalu menerima berbagai pungutan. Di Pasar Gembrong Rawasari
misalnya, menurut para pedagang di sana setiap harinya tak
kurang dari 6 orang petugas merelakan pungutan terhadap mereka.
Jumlah pungutan itu macam-macam, mulai dari yang hanya Rp 15, Rp
25 sampai Rp 50. Di balik karcis memang ada tertera tulisan:
Bukan izin tempat berdagang.
Tentang nasib para pedagang yang terlempar dari pasar-pasar yang
sekarang telah disebut tempat belanja modern, Suhadi ada
berkisah. Gambaran bahwa pembangunan pasar di Jakarta membuat
golongan ekonomi lemah tergusur, tak bisa dilihat secara
sepintas saja, kata Suhadi. Tapi harus dilihat juga bahwa DKI
membangun pasar tanpa modal, sementara tuntutan kebutuhan akan
adanya tempat belanja itu benar-benar mendesak. Dalam keadaan
serupa itu Pemerintah DKI mengusahakan pembangunan pasar dengan
modal masyarakat. "Artinya masyarakat yang membiayai", ujar
Suhadi. Akibatnya harga kios atau los jadi mahal. Tanpa disadari
keadaan serupa itu menimbulkan akibat munculnya golongan
pedagang yang mampu dan yang tak mampu. Akibat selanjutnya
terasa lebih tak menyenangkan. Maka dicoba dengan memakai
kredit. Tapi karena bunga dan jangka waktu pengembalian yang
singkat, tak bisa dielakkan menyebabkan harga kios tetap mahal
dan tak terjangkau oleh pedagang modal lemah. Lalu timbul KIK
(kredit investasi kecil). Ternyata inipun tak mencapai sasaran.
Karena prosedur terlampau panjang di samping persyaratannya
dirasakan para pedagang modal lemah cukup berat.
Inpres
Agak beruntung bahwa dari dana Pemerintah Pusat sebanyak Rp 20
milyar untuk bidang pasar, DKI memperoleh sebanyak Rp 5,670
milyar. Dibanding daerah lain - Jawa Barat mendapat Rp 1,8
milyar, Jawa Tengah 2 milyar misalnya tentu jumlah itu cukup
besar. Dana yang biasa disebut untuk Inpres Pasar itu merupakan
kredit berjangka 10 tahun dengan masa tenggang 3 tahun, tanpa
bunga. Kios-kios di pasar Inpres itu kelak hanya boleh disewakan
kepada para pedagang. Sewa itupun dipungut paling lama sebulan
sekali. Karena itu "hendaknya tempat-tempat pada pasar yang akan
dibangun dengan kredit Inpres tersebut semata-mata diberikan
kepada pedagang-pedagang ekonomi lemah /pribumi" begiti anjuran
DPRD-DKI melalui rekomendasinya kepada Pemerintah DKI ketika
mengesahkan penggunaan kredit itu akhir bulan lalu.
Dengan penduduk sebanyak 5,6 juta, Ibukota RI ini membutuhkan
areal pasar seluas 150 hektar. Hingga akhir tahun 1976 ini
jumlah pasar yang ada baru mencapai 99 buah dengan areal 90
hektar. Dengan kredit Inpres Pasar sebanyak Rp 5,670 milyar tadi
DKI merencanakan membuat 33 buah pasar yang tersebar di 5
wilayah walikota. Masing-masing: 6 pasar di Jakarta Utara, 10
buah di Jakarta Pusat, 6 pasar di Jakarta Timur, 4 di Jakarta
Barat dan 7 buah di Jakarta Selatan. Bagi masing-masing wilayah
juga disediakan anggaran cadangan untuk membangun sebuah pasar
tambahan bila dipandang mendesak. Dengan Pasar Inpres kelak,
akan terselesaikan dengan sendirinya kerepotan soal kios selama
ini? Begitulah yang di harapkan, lebih-lebih bila penentuan
siapa-siapa yang berhak menyewa kios atau los diatur secara
benar. Sebab agaknya para pedagang yang sekarang tersebar di
emper-emper rumah penduduk selama ini selalu melihat jumlah
tebusan maupun sewa yang tinggi bila mereka berada di kios-kios
yang teratur rapi. "Saya mau saja mendapat kios kalau tak harus
membayar mahal", ujar seorang penjual minan anak-anak di pasar
Gembrong Rawasari. Menurut rencana pasar ini termasuk yang akan
di-Inpres-kan Pemerintah DKI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini