SISTIM ijon yang selama puluhan tahun merajalela di antara para
petani karet di Jambi, kini berakhir sudah. Ini tak lain berkat
adanya Pool Lelang Karet yang dibangun Pemda Tingkat I Jambi,
Nopember 1975 lalu. Hingga kemungkinan manipulasi anak
timbangan, harga, mutu karet, yang selama ini bebas dan asyik
dilakukan para pengijon alias kaw puik, mudah-mudahan berakhir
juga. Sebelumnya para kaw puik yang menyebarkan kebiasaan
ijonnya mendapat dukunan Para penusaha remiling (crumb rubber)
berupa modal dan sekaligus menguasai harga.
Dengan begitu Bursa Karet rakyat Jambi yang terletak di tanah
limbun itu, bisa diharapkan membawa perbaikan di banyak sektor
bagi petani karet di daerah ini Semua transaksi jual beli karet,
cuma boleh berlangsung di pool lelang tersebut. Para petani
bebas membawa hasil sadapannya, langsung ke pool atau melalui
BUUD/KUD. Dan setiap transaksi jual beli karet, diatasi
langsung petugas pool lelang. Dengan harga berdasarkan penawaran
tertinggi dari perusahaan crumb rubber di Jambi Harga patokan
berdasarkan FOB dari Singapura. Para produsen kalet pun merasa
lega. Dengan mudah mereka memperoleh bahan baku yang diperlukan.
Jarak dengan pabrik pun menjadi dekat, hingga menghemat ongkos
angkut.
Tapi tak demikian halnya bagi para kaw puik. Mereka tentu masih
penasaran dan pada saatnya agaknya masih ingin berperanan
sebagai pengijon. Misalnya dengan mencoba membubarkan atau
mengacaukan bursa karet rakyat itu. Tentu tak mungkin secara
terang-terangan. Caranya: para kaw puik itu menawarkan
karet-karet mereka sendiri langsung ke crumb rubber, yang selama
ini sesunggunnya menjadi induk semangnya. Lalu sang induk semang
ini, menawar dengan harga tinggi, agar tak jatuh ke crumb rubber
lain, yang bukan induk semangnya. Atau: para pengijon itu
membujuk-bujuk induk semangnya, agar membeli karet rakyat dengan
harga di bawah harga dasar. Bisa juga dengan cara melakukan
kesepakatan, antara para pengusaha crumb rubber (induk
semangnya) untuk bergilir jadi pembeli hari ini dan seterusnya
berikut dengan harga berapa.
Cek Putih
Sebelum para kaw puik tersingkir oleh sistim pool lelang
transaksi jual beli karet di pedesaan dilakukan dengan sistim
"cek putih" bertuliskan aksara Cina, melalui semacam bank gelap.
Begitu pula antara eksportir di Jambi dan importir di Singapura
agaknya terjadi hubungan yang bukan semata atas dasar dagang
tapi juga hubungan keluarga atau pertalian darah. Hingga berapa
produksi para petani karet sesungguhnya, jumlah bahan baku yang
mereka perlukan, tenaga kerja serla kaitannya dengan pajak yang
harus dibayar dan Kredit Modal Lancar yang diberikan bank
Pemerintah kepada mereka, tak mudah diketahui. Juga apakah itu
betul-betul telah sesuai dengan yang dibutuhkan. Semuanya tak
diketahui.
Berbeda dengan keadaan setelah ada pool lelang. "Walaupun
belum berjalan sebagaimana dikehendaki, namun sudah mendapat
perhatian semua pihak yang terlibat dalam masalah perkaretan",
komentar Gubernur Jamaluddin Tamhunan SH di depan raker Kepala
daerah Tingkat II baru-baru ini. Namun tidak berarti
perkembangannya tak cerah. Apalagi kabarnya, Ditjen Perhubungan
Laut sudah setuju angkutan ekspor karet Jambi dilakukan dengan
menggunakan lash yang bertambat di Pulau Batam untuk
selanjutnya langsung ke negara tujuan. Jadi tak lagi menggunakan
kapal konvensionil. Ini berarti akan mengurangi peranan
Singapura sebagai pelabuhan transit. Hingga dengan begitu
menurut Gubernur Tambunan, "hasil ekspor karet Jambi yang
dikembalikan kepada petani akan meningkat dari 30% jadi 55%'
Ada kabar lain dari Jambi. Kare Jambi dari Bungo, Tebo dan
Sarolangun mulai mengalir pula ke daerah Sumatera Barat dan
Sumatera Selatan. Ini dimunkinkan oleh ongkos angkut yang
rendah Atau pembayaran tunai dan variasi harga yang
menguntungkan petani. Atau juga karena harga bahan kebutuhan
yang menarik. Yang pasti petani punya banyak pilihan memasarkan
karetnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini