SEMANGAT berani mati arek-arek Suroboyo telah terbukti pada tahun 1945. Dan awal pekan lalu, kembali ”terbukti” ribuan pedagang Pasar Wonokromo menyatakan rela mati untuk mempertahankan kiosnya yang hendak digusur Pemerintah Kota Surabaya. Alhasil, meski Pemerintah Surabaya sudah mengerahkan buldoser dan ratusan aparat, rencana mereka merobohkan pasar itu gagal. Ribuan pedagang dan mahasiswa memblokade jalan masuk ke pasar sejak pagi. Suasana pun tegang.
”Jangankan buldoser, bawa puluhan tank pun kami tidak takut. Kami akan mempertahankan pasar ini, kalau perlu sampai mati,” kata Busairi, pengurus Komunitas Pedagang Pasar Wonokromo, kepada wartawan.
Namun berani mati bukan berarti harga mati. Buktinya, mereka membolehkan petugas membuldoser kios-kios kosong. Setelah beberapa kali berunding, tank…, eh, buldoser membongkar bagian paling utara pasar, khususnya Los D.
Kasus Pasar Wonokromo mirip Pasar Tanah Abang di Jakarta. Setelah beberapa kali terbakar, Pemerintah Surabaya berniat ”menyulap” pasar tradisional itu menjadi Darmo Trade Center (DTC). Sekitar 2,4 ribu pedagang yang menempati 3.892 stan pun gusar. Padahal mereka telah mengantongi izin hak pakai stan dari Perusahaan Daerah Pasar Surabaya (PD Pasar Surya) hingga 2005.
Adi Prasetya, Dwi Arjanto, Adi Mawardi, Rofiqi Hasan (Tempo News Room)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini