Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ini cerita soal ketidakdisiplinan mereka yang seharusnya memberi contoh kepatuhan. Rabu pagi pekan lalu, dua anggota Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres) menyelonong masuk jalur busway dengan sepeda motor bodong di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat.
Tentu saja aksi kedua penyerobot jalur itu dihentikan polisi. Saat mereka diminta menunjukkan surat-surat kendaraan untuk diperiksa, salah satu penyerobot jalur itu, Prajurit Satu Hasri, memprotes. Alasannya, ia sedang diburu waktu. Adu mulut pun terjadi, meski tak lama. Kedua personel Paspampres itu pun akhirnya diperbolehkan meneruskan perjalanan menuju tempat tujuan, Istana Merdeka.
Namun, selang beberapa waktu, kedua personel itu kembali ke lokasi. Tapi kali ini mereka membawa serta 30 orang temannya dengan menggunakan bus. Untunglah, tidak terjadi keributan. Komandan polisi di pos jaga itu bisa melerai.
Kabar atas ulah dua personel Paspampres itu menyulut rasa jengkel Gubernur DKI, Sutiyoso. "Tentara mbok tertib. Sudah tidak zamannya lagi sok-sokan seperti itu. Wong wapres lewat saja heboh, kok prajuritnya seenak udelnya. Apalagi motornya bodong lagi," kata Sutiyoso.
Menurut Direktur Lalu-Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Sulistyo, kedua personel itu tidak ditilang dan hanya dilaporkan kepada atasannya. "Karena dia anggota TNI, yang berhak menindak adalah atasannya," ujarnya. Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto mengatakan telah memerintahkan Komandan Paspampres, Mayjen Marinir Agung Wijayadi, agar menindak anak buahnya bila dianggap indisipliner.
Lampu Kuning Logistik Pemilu
Pemilu tinggal belasan hari lagi, tapi lebih dari 50 juta surat suara hingga Jumat pekan lalu disinyalir masih belum jelas kapan akan rampung dicetak, bahkan oleh siapa surat suara itu akan diselesaikan. Ini akibat tiga perusahaan yang ditunjuk mencetak oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengembalikan film surat suara. "Mereka tak sanggup mencetak surat suara untuk sebagian provinsi, kota, dan kabupaten di Jawa, Papua, dan kawasan Indonesia bagian timur," kata Ketua KPU, Nazaruddin Sjamsuddin.
Selain 50 juta surat suara yang terancam tak selesai tercetak sesuai dengan jadwal, KPU juga dihadapkan pada persoalan yang tak kalah peliknya: banyak daerah mengeluhkan surat suara yang mereka terima dalam kondisi rusak. Ada yang robek karena pengiriman, ada pula surat suara yang tampak sudah dicoblos tanda gambar dan nama calon anggota legislatifnya.
Melihat kondisi logistik pemilu yang merisaukan, agaknya kini pemerintah tak lagi tinggal diam. Dalam waktu dekat, menurut Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno, Presiden Megawati akan mengeluarkan keputusan presiden soal darurat pemilu. Keputusan itu merupakan instruksi kepada gubernur, bupati/wali kota seluruh Indonesia untuk membantu KPU dan Panitia Pengawas Pemilu Daerah menangani persiapan logistik pemilu. ''Terbitnya keppres tersebut merupakan implikasi dari langkah darurat yang diambil untuk dukungan teknis pelaksanaan pemilu di daerah," kata Sabarno saat memimpin Rapat Kerja Teknis Kepala Daerah se-Indonesia, di Jakarta, Kamis pekan lalu.
Kito Mencabut Kesaksian atas Rachman
Jaksa Kito Irkhamni merasa hidupnya tak nyaman karena tak mendapat perlindungan hukum dan keamanan seperti dijanjikan Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Karena itu, saksi kunci dalam kasus pemilikan rumah mewah Jaksa Agung M.A. Rachman ini mencabut kesaksiannya di Markas Besar Kepolisian RI. "Saya tidak mau lagi menjadi saksi dalam kasus ini," katanya dengan nada tinggi kepada pers Jumat pekan lalu.
Atas kesaksian Kito setahun lalu, KPKPN melaporkan tindak pidana korupsi Rachman ke Mabes Polri karena ia tak mencantumkan rumah mewah yang dimilikinya di Cinere ke komisi itu. Mabes Polri kemudian memproses kasus ini. Namun, hingga Kito mencabut kesaksiannya, tak ada kejelasan penyelesaiannya.
Sebaliknya, setelah bersaksi ke KPKPN, Kito tak cuma dianggap sebagai aparat kejaksaan yang mencemarkan nama baik korpsnya, tapi juga harus menghadapi persoalan hukum dengan pihak lain. Pengadilan Jakarta Selatan memvonisnya empat tahun dalam kasus pemerasan pembangunan rumah di Limo, Depok, milik Nyonya Aty Mulyati.
Ketua KPKPN Jusuf Syakir meragukan alasan yang dipakai Kito untuk mencabut kesaksiannya. Sebab, komisi yang dipimpinnya telah proaktif mengantar Kito untuk mendapatkan perlindungan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan polisi. "Jangan-jangan ada hal lain yang saya tidak tahu," katanya.
Selepas mencabut kesaksiannya, Kito rencananya akan meminta maaf kepada M.A. Rachman. Ia menganggap kasus tersebut telah selesai. "Beliau kan seorang haji. Allah juga mau mengampuni," katanya.
Satpam 'Intel' Pukul Wartawan
Seusai meliput perusahaan pencetak surat suara di PT Temprina Media Grafika, Surabaya, Jumat siang lalu, wartawan TEMPO Kukuh Wibowo diinterogasi petugas keamanan setempat. Bahkan salah satu dari mereka, Sumarno, memukul hingga mengenai rahang Kukuh. Presiden Direktur PT Temprina Media Grafika, Misbahul Huda, segera meminta maaf dan menyatakan tindakan anak buahnya itu merupakan sikap yang arogan. "Sudah saya perintahkan agar Sumarno dikenai sanksi," ujarnya.
Ceritanya berawal ketika Kukuh mau meninggalkan Temprina setelah mewawancarai Misbahul dan memotret lokasi percetakan di wilayah Karah Agung guna bahan pemberitaan persiapan pemilu majalah ini. Sebenarnya semua kegiatan Kukuh dalam peliputan, termasuk pengambilan foto, sudah atas seizin Misbahul. Tapi memang tidak jelas benar mengapa kedua petugas tak berseragam ituyang mengaku intel penjaga hasil cetak surat suaratiba-tiba menghadangnya. Dan... plok! Sumarno dari arah belakang langsung memukul Kukuh. "Mata saya sampai berkunang-kunang," ujar wartawan pendiam ini.
Puluhan wartawan di eks Karesidenan Kediri yang mengatasnamakan Insan Pres Kediri mengecam aksi kekerasan terhadap rekan seprofesi. Demikian pula Aliansi Jurnalis Independen Surabaya. "Kami mengutuk keras tindakan brutal satpam itu," kata Imam Mubarok, wartawan Radar Surabaya, koordinator Insan Pers Kediri.
Pemukulan tadi dinilai ironis lantaran terjadi ketika muncul semangat melindungi pers selama pemilu. "Saya kira, setelah peristiwa yang menimpa wartawan RCTI Ersa Siregar, tak ada lagi kebrutalan terhadap pers," ujar Yoga Pamungkas, wartawan RCTI.
Heboh Pesawat Amien
Ingin tampil gaya, malah terancam pidana. Begitulah yang dihadapi Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais. Pesawat Boeing 737-200 berlogo bendera PAN dan bertulisan "Amien Rais for President" yang ditumpanginya selama kampanye diusik Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).
Menurut anggota Panwaslu, Didik Supriyanto, jika benar penggunaan pesawat itu sumbangan dari pengusaha Harsya Yusuf, Amien menyalahi Pasal 78 ayat 2 UU No. 12/2003. "Sumbangan dari perseorang an tak boleh melebihi Rp 100 juta dan dari badan hukum swasta tidak boleh melebihi Rp 750 juta," kata Didik.
Semua sumbangan yang lebih dari Rp 5 juta wajib dilaporkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), baik mengenai bentuk dan jumlah sumbangan maupun identitas pemberi sumbangan. Setelah tiga bulan atau setelah masing-masing parpol diaudit, hasilnya akan disampaikan ke publik.
Harsya bersama Sekretaris Jenderal PAN Hatta Radjasa segera menggelar jumpa pers. Ia menegaskan pesawat yang dipakai Amien itu tidak dipinjam secara gratis, tapi disewa dari PT Republic Express (RPX) terhitung sejak 11 Maret hingga 1 April. "Biayanya Rp 560 juta," katanya. Benarkah? Untuk membuktikannya, KPU akan mengaudit dana kampanye, yang harus dilaporkan tiga bulan setelah kampanye.
Penyidik Swedia Periksa Tokoh GAM
Penyidik kejaksaan dan kepolisian Swedia mulai meneliti aduan pemerintah Indonesia atas keterlibatan Hasan Tiro dalam sejumlah aksi terorisme dan pidana di Indonesia. Di antaranya dia diduga terlibat peledakan bom di Jakarta (Bursa Efek Jakarta, Atrium Senen, dan Graha Mal Cijantung), pembunuhan Teuku Nazharuddin Daud dan Profesor Dayan Daud, serta pembakaran enam sekolah di Nagan Raya dan Kuala, Aceh.
Langkah aparat kepolisian Swedia sejak Senin pekan lalu itu bermula dari rekomendasi kejaksaan Stockholm, Swedia, pertengahan bulan silam. "Ada sejumlah orang yang sudah ditemui di Jakarta, Medan, dan Aceh," ujar Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, Rabu lalu.
Dokumen yang diperoleh Tempo News Room menyebutkan, 13 tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) bakal diinterogasi. Di antaranya Teungku Syaiful Amri bin Abdul Wahab, Sofyan Daud, Muzakir Manaf, Zakaria Zaman, Ibrahim Amd bin Abdul Wahab, Armia, Teungku Ismuhadi, Irwan bin Ilyas, Ibrahim Hasan, Ramli, Said Ali Sawang bin Said Abdullah, dan Sofyan Ibrahim Tiba. Dokumen tanggal 16 Februari 2004 itu bernomor C9-1-691-03.
Sementara itu, Markas Besar Kepolisian RI mengaku juga sudah memeriksa para saksi atas kejahatan GAM. Salah satunya Syafrida, istri perwira TNI-AU, yang disandera bersama Ersa Siregar. "Lucu kalau Swedia sudah memeriksa tapi Polri belum," ujar Direktur I Keamanan Negara dan Transnasional Brigadir Jenderal Aryanto Sutadi.
Widiarsi Agustina, Sohirin (Semarang), Deddy Sinaga (TNR) Jobpie Sugiharto, Sunudyantoro, Dwidjo Maksum (Surabaya), TNR
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo