Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ZULKARNAEN Djabar gusar divonis tinggi. Politikus Partai Golkar itu dihukum 15 tahun penjara plus denda Rp 300 juta atau pengganti satu bulan kurungan. Ia dinyatakan terbukti korup dalam proyek penggandaan kitab suci dan pembangunan laboratorium komputer madrasah tsanawiyah.
"Akan saya buka semuanya dalam banding, akan saya ungkap siapa saja yang terlibat," kata Zulkarnaen, politikus 59 tahun, seusai sidang Kamis malam dua pekan lalu.
Hukuman untuk Zulkarnaen lebih tinggi daripada tuntutan jaksa, yaitu 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta atau lima bulan kurungan. Pada malam yang sama, hakim menghukum anak Zulkarnaen, Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra. Dinyatakan bersalah dalam perkara yang sama, ia dihukum delapan tahun penjara, lebih ringan daripada tuntutan jaksa, sembilan tahun penjara plus denda Rp 300 juta.
Pengacara Zulkarnaen, Erman Umar, mengatakan tidak tahu sasaran ancaman kliennya. "Mungkin emosi karena tidak mengira dijatuhi vonis tinggi," ujarnya Kamis pekan lalu.
Toh, pada saat yang sama, nama Priyo Budi Santoso menjadi pusat perhatian. Dalam putusan yang dibacakan Alexander Marwata, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu disebut sebagai salah satu penerima aliran dana. Hakim antara lain menunjuk catatan Fahd El Fouz, saksi perkara ini, yang menyebutkan adanya fee untuk pengadaan laboratorium komputer 2011 senilai Rp 31,2 miliar.
Dalam catatan Fahd, Zulkarnaen disebutkan memperoleh jatah 6 persen, Vasko atau Syamsu 2 persen, kantor PT Karya Sinergy Alam Indonesia 0,5 persen, PBS—inisial Priyo Budi Santoso—menerima 1 persen, Fahd El Fouz 3,5 persen, dan Dendy 2,25 persen.
Inisial PBS juga disebutkan dalam pembacaan dakwaan untuk Zulkarnaen Djabar dan Dendy Prasetia pada 28 Januari lalu. Ketika itu, jaksa penuntut umum Fikri membacakan dua lembar kertas tulisan tangan Fahd, kolega Priyo di organisasi Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong. Kedua lembar catatan itu diserahkan Rizky Mulyoputro, Wakil Sekretaris Jenderal Generasi Muda MKGR, organisasi tempat Fahd menjadi ketua umum, kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi pada awal September 2012.
Tulisan tangan Fahd juga mencantumkan Priyo mendapat jatah 3,5 persen untuk dua proyek pengadaan alat telekomunikasi di Direktorat Jenderal Pendidikan Islam pada 2011. Dari nilai proyek sekitar Rp 66 miliar, Priyo disebutkan memperoleh Rp 2,31 miliar.
Dalam dokumen persidangan, terlihat penyidik KPK beberapa kali menanyakan catatan tersebut kepada Fahd. Ia mengakui catatan itu tulisan tangannya. Menurut dia, seluruh jatah telah diserahkan kepada semua nama dalam catatan, kecuali Priyo. Ia mengatakan hanya mencatut nama Priyo untuk memperbesar jatahnya.
Dalam pemeriksaan selanjutnya, Fahd menyatakan pembagian jatah termasuk untuk Priyo merupakan hasil kesepakatan dengan Dendy, Syamsu, Vasko, dan Rizky. Pengakuan itu berbeda dengan dakwaan jaksa yang menyebutkan pemberian fee diatur Dendy dan Fahd atas perintah Zulkarnaen.
Komisi antikorupsi terus menelisik peran Priyo dalam perkara ini. Penyidik meminta keterangan Fahd di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Selasa pekan lalu, tiga hari setelah kunjungan Priyo ke penjara di Bandung itu. Penyidik juga memeriksa Dendy Prasetia, sehari kemudian, sebagai saksi untuk tersangka Ahmad Jauhari, pejabat pembuat komitmen Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama.
Aryani Kristanti, Nur Alfiyah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo