Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Pemerintah DKI Jakarta mencoba mengatasi limbah detergen Kali Sentiong, Jakarta Pusat, dengan membangun pengolahan limbah mini di sekitar kawasan itu. Proyek tersebut digagas setelah sungai itu dipenuhi busa detergen pada pekan lalu hingga viral di media sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Detailed engineering design sedang dibuat," kata Direktur Utama Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah Jakarta (PD PAL Jaya), Subekti, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menuturkan bahwa pembangunan akan dilakukan pada tahun ini. Namun Subekti tak bisa memastikan kapan tepatnya pembangunan pengolahan limbah mini itu bakal dikerjakan. Dia juga berjanji proyek percontohan itu akan diterapkan di sejumlah wilayah lain di Ibu Kota.
Subekti menjelaskan, enam instalasi pengolahan limbah mini dan dua pengolahan limbah skala menengah akan dibangun. Untuk skala mini bisa dimanfaatkan bagi pengolahan limbah dari 510 rumah. Sedangkan skala menengah bisa mengolah hingga 200 meter kubik per hari. Hasil pengolahannya harus memenuhi ambang batas yang ditetapkan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.
Instalasi pengolahan limbah skala mini, menurut Subeti, bakal dibangun di bawah jalan untuk menyiasati keterbatasan lahan. Pengolahan limbah itu sedianya menggunakan sistem perpipaan layaknya air bersih. Dia menuturkan bahwa limbah yang dihasilkan rumah tangga atau industri tak dibuang ke drainase, melainkan dialirkan melalui pipa ke instalasi pengolahan. Di Ibu Kota, baru kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, yang sudah dipasangi pipa air limbah.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meninjau langsung ke Kali Sentiong pada Rabu pekan Lalu. Ia menduga warga sekitar sungai tersebut menggunakan detergen yang kandungannya keras.
Anies lantas menyatakan rencananya membatasi penggunaan detergen keras di Jakarta sambil membahas pelaksanaan kebijakan itu dengan Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan. "Agar ada regulasi yang lebih baik untuk mengatur penggunaan detergen," ujar Gubernur Anies.
Adapun Kepala Satuan Pelaksana UPK Badan Air Jakarta Utara, Lambas Sigalingging, punya pendapat lain. Menurut dia, busa di Kali Sentiong bukan disebabkan limbah detergen, melainkan akibat air dari Waduk Sunter Selatan 1 yang dialirkan ke sana menggunakan pompa. Nah, pompa itulah yang membuat air teraduk dan akhirnya menghasilkan busa.
Penjelasan Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup DKI, Andono Warih, membantah pendapat Lambas. Menurut Andono, takaran limbah detergen di Kali Sentiong atau Kali Item telah melewati batas aman. Di sana, kadar detergennya sudah 2.500 miligram per liter, padahal batas maksimalnya 200 miligram per liter.
Kondisi yang sama juga terjadi di hampir semua sungai di seantero DKI Jakarta. Ratarata unsur limbah detergen melebihi batas aman, yakni 200 miligram per liter.
Dia menyatakan, berdasarkan hasil pemantauan Dinas Lingkungan Hidup di 90 titik, hanya dua sungai yang kadar detergennya di bawah 200 miligram per liter. "Salah satu yang masih bagus atau tidak melebihi batas adalah Kalimalang," ujar Andono.
Andono menjelaskan, tingginya tingkat pencemaran limbah detergen di kalikali tidak terlepas dari perilaku warga. Mayoritas warga Jakarta membuang limbah detergen ke got yang kemudian mengalir ke saluran air yang lebih besar sehingga sampai ke sungai. Detergen mengandung senyawa kimia fosfat yang biasa terkandung di dalam pupuk.
Dia juga mengungkapkan bahwa membuang limbah ke sungai berarti membebani waduk atau setara dengan menimbun pupuk. Limbah dengan kandungan pupuk tersebut membuat tanaman eceng gondok tumbuh subur di sungai. Jika dibiarkan, eceng gondok bakal menutup seluruh permukaan sungai dan waduk.
Menurut Andono, efek jangka panjang dari limbah detergen sangat hebat, yakni limbah akan berlabuh ke laut sehingga mengganggu ekosistem di sana. Senyawa fosfat yang tinggi di laut akan menumbuhkan ganggang atau alga. Akibatnya, suatu saat bisa muncul ledakan pertumbuhan ganggang.
"Kalau itu terjadi, bisa mengakibatkan kematian massal ikan," tutur Andono. M. YUSUF MANURUNG | LINDA HAIRANI
Dari Bakteri sampai Proyek Perpipaan
Direktur Utama Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah Jakarta (PD PAL Jaya), Subekti, mengatakan pengolahan limbah komunal di Kali Sentiong akan menelan biaya dari kantong perusahaan Rp 10 miliar. Di sana, perusahaan pelat merah itu akan menggunakan bakteri untuk pengolahan skala mini.
"Untuk skala sedang, kami masih pelajari teknologi yang paling pas," kata dia, kemarin.
Mengenai pengelolaan limbah di seantero Ibu Kota, dia mengatakan, hanya bisa dilakukan menggunakan perpipaan. Sistem pengolahan limbah dengan pipa membuat air tak dibuang ke drainase. "Proyeknya dimulai tahun depan."
Subekti menjelaskan, penanaman dan pemasangan pipa air limbah membutuhkan biaya yang lebih besar dibanding investasi pemasangan pipa air besar. Sebab, air limbah mengandung aneka gas dan tak bisa dipasang menggunakan tekanan seperti pipa air bersih. Pipa air limbah ditanam di kedalaman yang berbeda dan mengandalkan gravitasi untuk membuat airnya mengalir.
Selain tingkat kesulitannya yang lebih tinggi, menurut Subekti, Jakarta belum memiliki jaringan perpipaan limbah. Pipa untuk limbah baru tersedia di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat. Dalam rencana induk pengolahan limbah, jaringan perpipaan limbah di Ibu Kota baru rampung seluruhnya pada 2050.
Subekti mengatakan pemasangan pipa tahap pertama tahun depan menggunakan pinjaman dari Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA). Kerja sama tersebut diprakarsai oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Menurut dia, proyek ini bakal rampung pada 20242025. LINDA HAIRANI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo