Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

Pekik Puputan Loji Gandrung

Jokowi keluar dari tekanan koalisi partai pendukungnya. Ia membatalkan pencalonan Budi Gunawan dan menggantinya dengan Badrodin Haiti. Aneka kompromi dilakukan, termasuk dalam penunjukan tiga pelaksana tugas pemimpin komisi antikorupsi.

23 Februari 2015 | 00.00 WIB

Pekik Puputan Loji Gandrung
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRESIDEN Joko Widodo kerasan tinggal di Istana Bogor. Sepekan terakhir, ia memboyong sebagian agenda kerjanya ke istana yang memunggungi Kebun Raya Bogor itu. Ia suka bermalam di Wisma Dyah Bayurini, di kompleks istana itu, sekalipun agenda pada siang harinya penuh di Istana Merdeka, Jakarta.

Pada Selasa pekan lalu, Presiden tetap ingin bermalam di Bogor meski baru selesai melakukan rapat di Jakarta hingga larut. Padahal, esok harinya, semua kegiatan penting dilakukan di Istana Merdeka. Di antaranya mengumumkan keputusannya tak melantik Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia meski pencalonan Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian itu sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat.

"Mengingat pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan telah menimbulkan perbedaan pendapat di masyarakat," kata Jokowi dalam pidatonya Rabu siang pekan lalu, "untuk menciptakan ketenangan dan memperhatikan kebutuhan Kepolisian segera dipimpin Kapolri definitif, kami hari ini mengusulkan Komisaris Jenderal Badrodin Haiti sebagai calon Kepala Polri."

Presiden juga mengumumkan tiga orang yang diangkat sebagai pemimpin sementara Komisi Pemberantasan Korupsi, yaitu Taufiequrachman Ruki, Johan Budi Sapto Prabowo, dan Indriyanto Seno Adji. Mereka menggantikan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, yang dinonaktifkan karena menjadi tersangka Kepolisian, serta Busyro Muqoddas, yang habis masa dinasnya pada Desember tahun lalu.

Keputusan Jokowi untuk sementara mengurangi ketegangan yang muncul setelah pencalonan Budi Gunawan, pada awal Januari lalu, yang kemudian ditetapkan menjadi tersangka oleh komisi antikorupsi. Jokowi keluar dari tekanan partai-partai pendukungnya yang terus mendesak Budi Gunawan segera dilantik, termasuk dari Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Menurut Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Ahmad Basarah, keputusan Jokowi menyulitkan partainya. "Kami kecewa dan tak tahu bagaimana membela kebijakan Presiden soal Kapolri kalau fraksi lain mengusulkan interpelasi," ujarnya.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan keputusan tak melantik Budi Gunawan telah dibicarakan Presiden Jokowi dengan petinggi partai koalisi, termasuk Megawati. Jokowi, kata dia, juga meminta pendapat Mega.

Petinggi Istana menuturkan, Presiden Jokowi dari Istana Bogor menuju rumah Mega di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa pekan lalu. Ia hendak menyampaikan keputusan tak melantik Budi Gunawan, ajudan Mega ketika menjadi presiden pada 2001-2004. Mega ternyata menolak bertemu dengan Jokowi, yang lalu menuju Istana untuk melakukan rapat dengan Jusuf Kalla. "Pada Selasa malam, Presiden ke Teuku Umar lagi, tapi juga tak bertemu," ujarnya.

Sekretaris Jenderal Partai NasDem Patrice Rio Capella mengatakan mendengar informasi Presiden Jokowi berkunjung ke Teuku Umar pada Selasa malam pekan lalu. Namun ia menyatakan tak tahu kelanjutannya. Menurut dia, pembatalan pelantikan Budi Gunawan sebenarnya sudah disampaikan Jokowi ketika bertemu dengan petinggi partai koalisi di Solo, Jawa Tengah, dua pekan lalu.

Pertemuan dilakukan di rumah dinas Wali Kota Solo, Loji Gandrung, tempat dulu Jokowi berkantor. Para petinggi partai koalisi pemerintah itu menghadiri Musyawarah Nasional Partai Hanura pimpinan Wiranto. Megawati, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, Wiranto, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Sutiyoso, serta Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy hadir di sini. Rio dan Sekretaris Jenderal PKB Abdul Kadir Karding juga mengikuti pertemuan.

Dalam pertemuan dua jam di beranda, Jokowi duduk di samping Mega. Ketika ia menyampaikan keputusannya tak akan melantik Budi Gunawan, petinggi partai koalisi memprotes. Mereka ingin Jokowi mengambil keputusan setelah sidang praperadilan Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan selesai. "Ini untuk menjaga tegaknya hukum dan konstitusi," kata Rio. "Soal dilantik atau tidak, terserah Presiden."

Politikus lain yang hadir dalam pertemuan itu menuturkan pertemuan berjalan panas dan emosional. Jokowi dicecar banyak pertanyaan menyudutkan ketika ia menyebutkan telah menyiapkan sejumlah kandidat pengganti Budi Gunawan. Jokowi diingatkan agar tidak membuat "puputan" dengan koalisi partai penyokongnya. Menarik pencalonan Budi, menurut mereka, bisa memancing DPR mengajukan hak interpelasi dan hak angket yang berujung pemakzulan.

Jokowi bahkan dituduh hendak menyeberang ke koalisi partai nonpemerintah. Pertemuan Jokowi dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Istana Bogor dijadikan bahan tuduhan. Mereka menuding manuver Jokowi dilakukan atas nasihat orang-orang di sekelilingnya. Karena itu, kata politikus tersebut, peserta pertemuan mendesak Jokowi mengganti Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno.

Rio menyangkal kabar bahwa pertemuan berlangsung tegang. Ketua Umum PPP Romahurmuziy menuturkan, petinggi partai koalisi sepakat menjaga Jokowi dan menghargai apa pun keputusan yang diambil. Sebaliknya, Jokowi juga menyatakan tak akan meninggalkan koalisi. "Tidak ada ketegangan itu," ujarnya. "Lagi pula, terlihat di foto yang beredar, kami tertawa gembira ketika bersama-sama menyantap soto."

Namun, kepada orang-orang terdekatnya, Jokowi mengatakan kesedihannya karena seorang petinggi partai koalisi memarahinya di hadapan banyak orang.

* * * *

JOKOWI memutuskan Badrodin Haiti sebagai pengganti Budi Gunawan sebelum pertemuan di Loji Gandrung. Pada Kamis dua pekan lalu, keputusan itu diambil setelah tim Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyiapkan biodata calon sesuai dengan daftar yang direkomendasikan Komisi Kepolisian Nasional. Dari sejumlah kandidat, tinggal dua orang yang menguat, yaitu Badrodin Haiti dan Dwi Priyatno, Inspektur Pengawasan Umum Markas Besar Polri.

Dalam rapat yang berlangsung Kamis dua pekan lalu, Jokowi menuturkan alasannya memilih Badrodin kepada Pratikno, Andi Widjajanto, dan Luhut Panjaitan. Di antaranya loyalitas dan keputusan-keputusannya setelah penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Badan Reserse Kriminal Polri. Badrodin juga dianggap sigap membatalkan rencana anak buahnya menggeledah KPK ketika Jokowi melawat ke tiga negara. Badrodin datang ke Istana dan menggelar jumpa pers bersama Pratikno dan Andi Widjajanto.

Karakter Badrodin yang tenang menghadapi situasi dianggap bisa membantu "mendinginkan" konflik yang terjadi antara KPK dan Polri. Istana yakin Badrodin bisa mengunci Kepala Badan Reserse Kriminal Budi Waseso, yang dinilai terlalu bermanuver dan membuat aksi kriminalisasi ke petinggi dan penyidik KPK.

Menurut petinggi partai koalisi, Badrodin dari awal disorongkan NasDem. Partai pimpinan Surya Paloh itu sejak Desember tahun lalu mengusulkan Badrodin sebagai Kapolri, dengan Budi Gunawan menjadi wakil. Usul itu ditentang PDIP, yang menginginkan Budi Gunawan sebagai kandidat utama.

Politikus NasDem menyebutkan Badrodin beberapa kali menemui Surya Paloh. Namun, kepada Tempo, Jumat dua pekan lalu, Badrodin mengatakan tidak mengetahui dia didukung partai itu.

Sokongan NasDem, menurut orang-orang dekatnya, membuat Jokowi akhirnya memilih Badrodin. Jokowi yakin pengajuan Badrodin ke DPR bakal mulus. Meski begitu, pencalonan Badrodin sebenarnya tidak akan diumumkan bersamaan dengan pembatalan pelantikan Budi Gunawan. Skenario berubah karena ketegangan antara KPK dan Polri kian meningkat.

Uji kelayakan Badrodin sebagai calon Kepala Polri akan dilakukan setelah masa reses DPR berakhir pada 23 Maret 2015. Agar pengajuan Badrodin aman, Jokowi membagi tugas kepada pembantu-pembantunya untuk menggalang lobi. Satu tim dipimpin Luhut Panjaitan bertugas melobi politikus DPR dari koalisi nonpemerintah. Adapun Surya Paloh dan Jusuf Kalla ditugasi mendekati petinggi koalisi pemerintah dan Partai Golkar. "Presiden juga berani melangkah setelah bertemu dengan Budi Gunawan di Istana Bogor dan Budi menyatakan legawa," kata seorang petinggi Istana.

* * * *

Rapat Selasa malam itu membahas nama-nama pelaksana tugas pemimpin KPK—selain nama calon Kepala Polri baru. Menteri Pratikno ditugasi menjaring nama-nama. Tak hanya dari lingkup internal KPK, tapi juga dari kelompok-kelompok masyarakat.

Malam itu, Istana mengontak Deputi Pencegahan KPK Johan Budi, yang juga memimpin tim krisis di kantornya. Beberapa nama calon komisioner diserahkan. Mereka digabung dalam daftar yang disiapkan tim Pratikno. Di antaranya mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md., mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein, mantan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, Taufiequrachman Ruki, dan Johan Budi.

Ada juga Kepala Biro Hukum KPK Catharina Girsang, Chairil Huda, Aryanto Sutadi, Mualimin Abdi, dan beberapa pejabat eselon I Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, seperti Aidir Amin Daud. Dua nama terakhir diusulkan PDIP dan Menteri Yasonna Laoly. Pilihan jatuh ke Ruki, Johan Budi, dan Indriyanto Seno Adji.

Menurut seorang pejabat, Ruki dan Indriyanto merupakan usul Jusuf Kalla. Ruki dipilih karena dianggap bisa mewakili Kepolisian sekaligus KPK. Posisi ini dinilai bisa menjembatani perselisihan kedua lembaga penegak hukum itu.

Indriyanto sebenarnya tak masuk rekomendasi yang ada dalam tim Sekretariat Negara. Independensi Indriyanto dipersoalkan lantaran posisinya sebagai pengacara kasus-kasus besar, seperti Bank Century. Dia juga dihadirkan sebagai saksi ahli dalam persidangan praperadilan Budi Gunawan. Adapun Johan Budi dipilih karena dia orang dalam KPK.

Jokowi menugasi Jusuf Kalla menelepon tiga orang yang telah dipilih menjadi pelaksana tugas pemimpin KPK. Ketiganya menyatakan bersedia dan pada Jumat pekan lalu dilantik Presiden di Istana. Setelah itu, mereka bergerak cepat dan bertemu untuk meredam konflik antarlembaga.

Sekilas, ketegangan sebulan lebih berangsur reda. Namun kriminalisasi terhadap penyidik dan petinggi KPK ternyata terus berlanjut. Pada hari yang sama dengan pengumuman Jokowi, Badan Reserse Kriminal melayangkan pemanggilan kepada penyidik KPK yang menangani perkara Budi Gunawan. Polisi menuduh mereka menyalahgunakan wewenang ketika menjalankan tugas itu.

Agustina Widiarsi, Ananda Teresia, Linda T., Ahmad Rafiq, Dewi Suci


Taufiequrachman Ruki
Diusulkan Jusuf Kalla dan Luhut Panjaitan

  • Komisaris Utama Bank Jabar dan Banten
  • Anggota Badan Pemeriksa Keuangan 2009-2013
  • Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi 2003-2007
  • Deputi IV Menteri Koordinator Politik dan Keamanan 2001-2003
  • Anggota DPR dari Fraksi TNI/Polri 1992-1997
  • Anggota MPR dari Fraksi TNI/Polri 1999-2002
  • Kepala Kepolisian Wilayah Malang 1992

    Indriyanto Seno Adji
    Diusulkan Jusuf Kalla

  • Guru Besar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana, Jakarta
  • Dosen di Magister Hukum Universitas Indonesia
  • Guru Besar Pusdiklat Kejaksaan Agung Republik Indonesia
  • Pengacara di Kantor Advokat Oemar Seno Adji milik ayahnya, Oemar Seno Adji
  • Pengacara dua pemegang saham pengendali Bank Century, Rafat dan Hesyam
  • Pengacara mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh dalam kasus pengadaan Helikopter Mi-2
  • Saksi ahli dalam sidang praperadilan yang menguntungkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan

    Johan Budi Sapto Prabowo
    Diusulkan KPK

  • Ketua Tim Krisis KPK
  • Deputi Pencegahan KPK 2014-sekarang
  • Juru bicara KPK 2006-2014
  • Dosen di Fakultas Komunikasi Massa Universitas Indonusa Esa Unggul 2004-2005
  • Bekerja di Tempo 2000-2005
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    close

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus