Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pekik sayup fidel castro

Sepak terjang fidel castro di panggung politik.

24 April 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Pulau Kuba, 145 km dari pantai Florida, Amerika Serikat, Fidel Castro makin terasing. Usainya perang dingin Blok Timur-Barat membuat Castro kehilangan motor ideologi yang disebutnya Fidelisme. Ini, menurut Castro, adalah sosialisme hasil perkawinan Marxisme-Leninisme dengan kemandirian Amerika Latin. ''Sosialisme atau mati,'' pekik Castro saat Cuba memilih berdiri di Blok Timur menentang negara-negara Barat sekutu Amerika Serikat. Kini Castro memekik tanpa teman. Uni Soviet telah hancur berkeping-keping, dan komunisme kehilangan pamor di Eropa Timur. Namun itu tak membuat Castro mundur. Dengan risiko kemorosatan ekonomi Kuba sekalipun. Tatanan politik Timur-Barat telah membuat Kuba menjadi negara yang sangat tergantung pada Uni Soviet. Kuba, misalnya, menjual gulanya ke Uni Soviet dengan harga empat kali lebih tinggi dari harga pasar dan membeli minyak dari Uni Soviet dengan harga yang disubsidi. Maka, ketika Uni Soviet bubar, tak ada lagi yang menyokong perekonomian Kuba. Bagi Castro itu bukan masalah. Walau mendapat banyak kemudahan dari Uni Soviet, sejak berkuasa 34 tahun yang lalu, Castro selalu mencita-citakan kemandirian Kuba. ''Prioritas kami adalah kelangsungan kami sendiri. Yang paling penting adalah kedaulatan nasional,'' katanya kepada wartawan New York Review, Arthur Schelesinger, Maret tahun lalu. ''Amerika mengharap kami tidak akan mampu mengatasi masalah yang kami hadapi. Tapi kami akan bertahan,'' tambahnya. Castro akan mempertahankan Kuba sebagai negara sosialis dengan satu partai komunis. Bukannya Castro tak mencoba menyesuaikan diri dengan perubahan- perubahan di dunia internasional. Setidaknya, Castro tidak lagi mendukung gerakan-gerakan revolusioner di negara-negara Amerika Latin. ''Ya, kami berubah dan Amerika Latin juga berubah. Kami lebih dewasa, kami telah belajar dari pengalaman. Kami menginginkan perubahan yang revolusioner, dan kami tetap melakukannya tapi kami tidak membantu orang lain untuk melakukan itu,'' katanya. Di bawah payung Uni Soviet, salah satu tugas Castro memang menyebarkan komunisme di Dunia Ketiga. Pada awal 1980-an, misalnya, pasukan Kuba hadir di Angola dan Ethiopia. Kuba juga aktif membantu pemerintahan Marxis di Nicaragua, mendukung gerilyawan komunis di Venezuela dan negara-negara Amerika Tengah. Untuk menutupi aksi-aksi itu dan mengubah kesan Kuba sebagai sekutu Uni Soviet, Castro aktif dalam pergerakan Non-Blok. Castro juga menempuh pembaharuan di dalam negeri. Akhir Februari lalu ia melaksanakan pemilihan umum pertama di Kuba. Tentu saja ini pembaharuan sebatas kulit saja, karena Castro menang dalam pemilihan umum itu. Hanya ada satu partai di Kuba, yaitu The Partido Comunista de Cuba. Memang pemimpin berusia 66 tahun ini telah menyatakan siap mundur jika memang tidak dibutuhkan lagi. Di dalam negeri praktis tak ada perlawanan terhadap Castro, yang menjadi pusat kekuatan Kuba. Semua posisi kunci berada di tangannya (Perdana Menteri, Panglima Angkatan Bersenjata, Presiden Dewan Negara, Sekjen Partai, dan anggota Politbiro Partai). Castro juga menempatkan para pendukungnya di posisi-posisi penting. Adiknya, Raul Castro, adalah wakil presiden yang merangkap Menteri Pertahanan. Namun, terlepas dari segepok kekuasaan itu, memang belum ada yang mampu menggantikan keunggulan Castro dalam berpidato. Pemimpin berjanggut yang selalu mengenakan seragam militer ini dinilai punya karisma yang bisa mempengaruhi emosi para pendengarnya. Ia pintar memilih kalimat-kalimat patriotis yang bakal selalu diingat orang. Dalam konperensi pers ia pernah mengatakan hanya Tuhan yang tahu apakah ia akan tetap hidup atau sehat agar bisa terus memimpin Kuba. ''Tapi jika aku tidak di sini, itu karena aku mati demi mempertahankan revolusi,'' tambahnya. Castro mulai diperhitungkan orang ketika ditahan karena menentang rezim militer Fulgencio Batista. Orang masih ingat kalimat penutup pidato pembelaannya, tahun 1955. ''Sejarah akan membebaskan aku,'' katanya. Walau ia dikirim ke Pulau Pines dengan hukuman lima belas tahun penjara, banyak orang mulai bersimpati padanya. Kemampuan Castro berpidato dikembangkannya sejak aktif dalam pergerakan mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Havana. Ayahnya, seorang tuan tanah imigran Spanyol yang menguasai 23.000 are perkebunan tebu, tak mau menyekolahkan kedelapan anaknya dan memaksa mereka bekerja di perkebunan tebu. Tapi Castro ngotot dan akhirnya masuk kolese Jesuit. Di situ ia belajar bahasa Spanyol, sejarah, dan pertanian. Setahun kemudian Castro masuk Universitas Havana dan memimpin Federasi Pelajar Universitas yang militan. Pada bulan September 1947 Castro bahkan ikut dalam usaha penggulingan diktator Jenderal Rafael Trujillo di Republik Dominika. Usaha itu gagal, tapi itulah awal Castro terlibat dalam pergerakan politik. Pada masa awal pergerakan politiknya, Castro berorientasi pada politik liberal dan justru bertikai dengan orang-orang komunis. Dalam kongres pelajar di Bogota, tahun 1948, ia terlibat dalam bentrokan fisik dengan pelajar-pelajar komunis. Tamat dari Fakultas Hukum, Castro bekerja sebagai pengacara yang membela masyarakat miskin. Karena aksinya itu pemimpin Partai Ortodox Kuba mencalonkan Castro sebagai anggota parlemen dalam pemilihan umum tahun 1952. Sayang, tiga bulan sebelum pemilihan umum Jenderal Fulgencia Batista mengkudeta Presiden Carlos Prio Socarras dan membatalkan pemilihan umum. Cita-cita Castro sebagai anggota parlemen pun buyar. Maka ia ajukan petisi yang menyatakan pemerintahan Batista melanggar konstitusi. Petisi itu ditolak sehingga Castro mengorganisi para pemuda dan melancarkan serangan pada barak militer di Santiago. Hampir setengah dari 165 pemuda yang ikut bagian dalam serangan itu tewas, dan Castro serta adiknya Raul Castro masuk penjara. Lewat amnesti 1955 Castro dibebaskan dan memutuskan untuk melawan Batista tanpa kekerasan. Ia mengungsi ke Meksiko dan bertemu dengan Ernesto Che Guevara, seorang dokter penganut Marxis yang lari dari Argentina karena menghindari wajib militer. Banyak orang menganggap Guevara merupakan penasihat politik Castro yang mendorongnya ke jalan revolusi untuk menumbangkan Batista. Dengan bantuan dana dari bekas presiden Kuba Socarras, Castro dan Guevara didukung delapan puluh gerilyawan mendarat di pantai utara Kuba pada tahun 1956. Pendaratan itu mendapat perlawanan pasukan Batista dan menyisakan 12 orang saja. Dengan sisa-sisa kekuatan, Castro mundur ke pegunungan dan melancarkan serangan-serangan gerilya sambil meggalang pengikut-pengikut anti-Batista yang baru. Akhirnya pada April 1958 Castro menyatakan perang pada rezim Batista dan secara bertahap berhasil menguasai kota-kota di Kuba sampai akhirnya Batista menyerah pada hari pertama tahun 1959. Itu prestasi besar Castro. Hanya dengan kekuatan 800 gerilyawan, ia berhasil menumbangkan Batista yang punya 30.000 tentara. Herbert Matthews, penulis biografi Fidel Castro, menyebut kemenangan Castro sebagai ''kepahlawanan yang tidak bisa ditandingi belahan dunia Barat''. Dalam rezim Kuba yang baru, Castro hanya memegang posisi panglima angkatan bersenjata. Untuk jabatan presiden ia tunjuk hakim Manuel Urrutia, dan di kursi perdana menteri ia tunjuk Jose Miro Cardona, seorang profesor hukum. Sedang untuk Guevara ia beri jabatan presiden Bank Nasional Kuba. Saat itu Castro, yang baru menumbangkan rezim militer Batista, masih dibayang-bayangi gagasan suatu pemerintahan yang ideal. Dan hanya seminggu setelah berhasil menumbangkan Batista, yang didukung pemerintah Amerika Serikat, pemerintah Castro yang baru mendapat pengakuan resmi dari Amerika Serikat. Sebagai balasan atas pengakuan itu Castro, dalam suatu kunjungan ke Amerika Serikat, kemudian berjanji untuk tidak menyita kekayaan Amerika Serikat di Kuba. Saat itu Castro, yang sudah jadi perdana menteri karena Cardona mengundurkan diri, memang masih berorientasi pada ideologi liberalisme Barat. Ia buat UU yang mengatur pembagian tanah bagi para petani dan membatasi pemilikan tanah oleh pihak asing. Namun hubungan baik antara Kuba dan Amerika Serikat tak berlangsung lama. Konon karena Che Guevara terus mencekoki Castro dengan idealisme Marxisme. Salah satu jalan menerapkan Marxisme itu adalah nasionalisasi perusahaan dan hak milik asing serta peningkatan hubungan dengan Uni Soviet. Dan Castro segera mengambil alih semua hak milik Amerika Serikat. Pada tahun 1960 Kuba dan Uni Soviet menandatangani perjanjian perdagangan minyak dan gula yang membuat Amerika Serikat mengurangi secara drastis pembelian gula dari Kuba. Castro marah besar atas aksi Amerika Serikat itu. Dalam Sidang Majelis Umum PBB ke 15, di New York, bulan November 1960, Castro bertemu dengan Perdana Menteri Uni Soviet, Nikita S. Khrushchev. Dalam sidang itu juga, lewat pidatonya, Castro secara terbuka mengkritik kebijaksanaan Amerika Serikat mengurangi pembelian gula Kuba. Dua bulan kemudian Amerika Serikat memutuskan hubungan diplomatik dengan Kuba. Ini membuat Castro semakin asyik berteman dengan Uni Soviet. Sejak saat itu Castro pun jadi salah satu target pemerintah Amerika Serikat. Invasi Teluk Babi, April 1960, yang didalangi CIA, bertujuan menggulingkan Castro dan sekaligus mengamankan Amerika Latin dan Tengah dari pengaruh komunisme. Serangan ini gagal. Castro makin populer di dalam negerinya. Ia semakin erat menjalin hubungan dengan Uni Soviet dan mulai mencanangkan adaptasi ideologi Marxisme-Leninisme dengan sasaran negara- negara Amerika Latin. Walaupun ideologi itu tak jelas benar, pengamat politik menyebutnya sebagai Fidelisme. Dalam prakteknya, di Kuba ada sebuah Komite Pertahanan Revolusi yang mengawasi orang-orang yang menentang kepemimpinan Castro. Semua media massa dikuasai pemerintah, dan partai oposisi dilarang. Sumber Barat menyebut ada ribuan tahanan politik yang meringkuk di penjara akibat pengawasan Komite Pertahanan Revolusi itu. Pemerintah Uni Soviet sendiri memberi sejumlah penghargaan pada Castro, seperti Lenin Peace Prize, Order of Lenin, The Gold Star Medal dan gelar pahlawan Uni Soviet. Hubungan Kuba-Uni Soviet mencapai puncaknya ketika Castro dikabarkan bersedia membangun pangkalan rudal antarbenua milik Uni Soviet di Kuba pada tahun 1962. Adalah Che Guevera yang agaknya memperkuat kebijakan Castro untuk menyebarkan komunisme di Dunia Ketiga. Soalnya, setelah sempat menjabat Menteri Industri di Kuba, Che Guevara pindah ke Bolivia untuk memimpin gerakan gerilyawan. Setelah Che Guevara tertembak mati di Bolivia tahun 1967, Castro makin aktif mendukung kelompok gerilya di Amerika Latin. Pada tahun 1968 kelompok nasionalis kiri di Peru berhasil menumbangkan diktator Juan Peron, yang merupakan salah satu seteru Che Guevara. Castro menikah dengan Mitra Diaz-Balart, teman sekolahnya, pada tahun 1948 dan dikaruniai seorang anak, Fidelito Castro. Ia menceraikan Diaz-Balart pada tahun 1955, dan menurut sumber di Kuba, ia menikah lagi dengan Isabel Coto. Sebagai seorang penggemar cerutu, Castro termasuk orang yang berdisiplin dalam berolah raga seperti baseball, basket, volley, renang, dan menyelam. Kini, di umur senjanya, pemimpin yang masih sehat walafiat ini mengaku tinggal menekuni olah raga menyelam. Tak jelas apakan Castro masih akan bertahan lima tahun lagi. ''Aku harap aku tidak diperlukan lagi,'' katanya. Pengamat menduga sampai sekarang ia belum menemukan pengganti yang tepat. Jelas tak mudah mencari pemimpin Kuba mendatang yang mampu menjaga stabilitas politik Kuba, dan memepertahankan Fidelisme. Bantuan ekonomi Uni Soviet, yang tiap tahun diperkirakan mencapai US$ 5 miliar sampai US$ 7 miliar tak bisa diharapkan lagi. Termasuk lenyapnya pasar gula sebesar 12 juta ton per tahun. Catatan lain, sekitar 72% dari total perdagangan Kuba merupakan perdagangan langsung dengan Uni Soviet. Itu mungkin soal besar yang harus diselesaikan Castro. Atau Kuba akan mengikuti langkah negera-negara komunis yang mulai menerapkan ekonomi pasar. Jadi mungkin saja Fidel ''Ruz'' Castro akan tersingkir ke lembaran buku sejarah, seperti Lenin dan Mao Tse Tung. Pekik ''sosialisme atau mati'' di Kuba mungkin akan berganti dalam waktu dekat, menjadi ''sosialisme sudah mati''.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus