Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Unipal sitohang

Otak ''industri'' universitas palsu, jailani sitohang, diadili. ia dijaring uu pendidikan, yang untuk pertama kalinya diterapkan.

24 April 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASIH ingat Prof. Dr. Drs. K.H. Jailani Sitohang, SH, MBA? Tokoh ini setengah tahun lalu bikin berita karena ketahuan mendirikan Universitas fiktif Dipati Ukur dan menjual macam-macam gelar sarjana. Ia kini duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Bandung berhadapan dengan Jaksa Karman Saragih yang membacakan tuntutannya pekan ini. Jaksa Saragih mendakwa Sitohang dengan delik-delik pemalsuan yang ancaman hukumannya delapan tahun. Selain itu Sitohang dijaring pula dengan UU Sistem Pendidikan Nasional Pasal 55 (secara tidak sah memberikan gelar kesarjanaan) yang terbilang untuk pertama kalinya digunakan. ''Yang berhak memberikan gelar hanya lembaga pendidikan yang mendapat izin pemerintah,'' ujar Saragih. Pasal ini mengancam pidana 18 tahun atau denda paling tinggi Rp 15 juta. Saragih menguraikan, pada 1986 Sitohang bersama Karzani Akbar mendirikan Sekolah Tinggi Hukum Dipati Ukur (STHDU) di Bandung, di bawah bendera Lembaga Pengembangan Pendidikan Bangsa. Sitohang mengangkat dirinya sebagai dekan, sementara itu Karzani menjadi mahasiswanya. Pada wisuda pertama STHDU, Karzani dinyatakan meraih gelar sarjana hukum. Beberapa waktu kemudian Karzani diangkat Sitohang sebagai rektor STHDU. STHDU lalu berkembang menjadi Universitas Dipati Ukur (Unidu) beralamat di rumah Karzani, dan punya tiga fakultas: Fakultas Hukum, Fakultas Syariah, dan Fakultas Ekonomi. Sitohang tercatat sebagai rektor. Unidu ternyata laris meski dikabarkan lewat getok tular, antara lain melalui Achmad Sanjaya (terdakwa terpisah). Universitas ini tercatat punya sekitar 190 alumni. Mereka menggondol gelar doktorandus, sarjana hukum dan punya ijazah. Dengan membayar Rp 1,5 juta hingga Rp 3 juta, tanpa kuliah Unidu tak punya kampus pendaftar tinggal memilih gelar yang disukai. Ide awal Unidu, menurut Sitohang, pendaftarannya mensyaratkan pendaftar harus mahasiswa drop-out perguruan tinggi lain. ''Saya ingin membantu mereka mencapai cita-cita yang tak kesampaian,'' kata Sitohang. Tapi belakangan, entah bagaimana idenya, lulusan SLTP pun boleh mendaftar. Agustus tahun lalu muslihat universitas fiktif itu terbongkar setelah jaringannya meluas. Beberapa ''lulusan'' Unidu menjadi dosen di Universitas Ar-Rahmaniyah, Bogor, yang ternyata juga tidak punya izin. Rektor universitas dengan 14 fakultas dan 600 mahasiswa ini adalah Sitohang juga. Ada lagi Universitas Asia Pasifik (Unaspa), Bandung, yang dosen-dosennya juga alumnus universitas bikinan Sitohang. Hakim Sulaeman Mahadi, yang memimpin majelis, agaknya sudah menilai Sitohang bersalah. ''Jangan banyak argumen. Mending mengaku saja bersalah. Kalau tidak, nanti ibarat paku, makin dipukul makin dalam,'' ujar Hakim Sulaeman di persidangan. Namun Sitohang enggan mengaku salah. Ia menilai tuduhan Jaksa dipaksakan. ''Ijazah yang dikeluarkan STHDU dan Unidu, asli tidak palsu'' katanya. ''Dalam ijazah itu dicantumkan pula status Unidu sebagai terlapor.'' Mengenai Pasal 55 UU Sistem Pendidikan Nasional, Sitohang pun punya pendapat. Ia mengotot, status universitasnya (terlapor) terkategori sudah mendapat izin. ''Di pasal itu kan tidak disebutkan pemberian gelarnya yang harus mendapat izin Depdikbud,'' katanya. Semua gelar Sitohang ternyata palsu juga. Ada, misalnya, yang milik orang lain. Namun ''sarjana hukum'' ini sangat yakin pada keahliannya. Ia menolak didampingi pengacara. ''Saya bisa membuat pembelaan sendiri. Saya juga mengerti hukum,'' tandasnya. Ardian T. Gesuri dan Taufik Abriansyah (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus