Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pelabuhan Itu

Bandar laut tegal jadi lengang, gudang-gudang kosong. hal ini akibat dari sedikitnya kapal yang dapat merapat, lumpur yang mengendap dan kesulitan lain yang harus dihadapi pengangut barang. (kt)

2 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WALIKOTA Tegal berasal dari unsur Agkatan Laut. Tapi tak berarti pelabuhan Tegal yang tak jauh dari kantor Pemda itu, sebaik harapan seorang perwira AL. Kapal-kapal yang dapat meraut di kadenya hanya yang berukuran 300ton. Selebihnya harus mencemplungkan sauhnya sekurang-kurangnya 3 mil dari daratan. Barang-barang muatpun mesti diangkut dengan tongkang. Berarti mesti keluar uang lagi. "Tak hanya tinggi biayanya, resikonya pun besar. Sebab pekerja-pekerja tongkang tersebut banyak yang pencoleng", tutur seorang penguasa. Maka beralihlah mereka lewat bandar laut Semarang atau Cirebon. Rentetan akibat pun muncul. Bandar laut Tegal jadi lengang. Gudang-gudang kosong. Yang berkapasitas 40.000 ton cuma berisi 40%nya saja. Kerusakan lantaran menganggur pun tak terhindarkan. Jadinya keadaan gudang bagaikan tempat jin. Juga luas bandar pun serba tanggung. Cuma sekitar 100 kapal niaga kecil dan nelayan yang bisa berhimpit-himpitan di sana. Lumpur Meski begitu, pelabuhan Tegal tetap berpredikat pelabuhan niaga. Sebab sebagai pelabuhan nelayan sudah diserahkan kepada Pekalongan. Untuk menjaga predikat tersebut tetap melekat, pimpinan pelabuhan mesti menghadapi banyak tantangan. Belum lagi kali Gung yang bermuara di sana, dengan setia menimbunkan lumpur dan kotoran dari kota Tegal. Dan karena tak punya alat pengeruk sendiri, pelabuhan Tegal harus mengemis kapal keruk ke pelabuhan Semarang. Perkara lumpur ini bila dibiarkan, sebutan bandar laut yang beralur pelayaran berkedalaman 2 1/2 M itu akan berakhir. Sudah ditargetkan 100.000 M3 mesti dikeruk setiap tahun. Toh dalam 4 tahun belakangan ini, tak lebih dari separonya saja. Itu pun setelah menyingkirkan perbaikan-perbaikan kecil yang mestinya ada juga. Sesungguhnya memang tak banyak yang bisa dilaksanakan untuk pelabuhan Tegal. Jumlah pendapatan pelabuhan yang Rp 12 juta lebih di 1974 misalnya atau Rp 31,5 juta lebih di tahun kemarin, cuma cukup buat menutup biaya kelangsungan hidup pelabuhan. Pemda Kodya Tegal sendiri meski berwalikota seorang anggota TNI AL kemampuannya terbatas. "Sekarang sedang dilakukan perluasan pagar pelabuhan kompleks Bea Cukai. Dengan biaya sendiri", tutur Basaruddin, kepala Dinas Usaha Pelabuhan. Dengan luas 12 Km2 dan penduduk 100 ribu jiwa, sebagian besar warga kota Tegal menggantungkan hidupnya pada hasil laut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus