Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Purbalingga - Minggu pagi hari, puluhan pelajar tampak ramai mempersiapkan sebuah kegiatan di salah satu sudut Desa Karangreja, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga. Mereka sedang melakukan pengambilan gambar sebuah film pendek selama dua hari, Sabtu-Minggu, 22-23 Agustus 2015.
Para pelajar yang tergabung dalam Negeri Awan Cinemart, sebuah ekstrakulikuler sinematografi SMA Karangreja, Purbalingga, memproduksi film pendek berjudul Ora Imbang (Tidak Seimbang) setelah berhasil mendapatkan hibah dalam Bikin Film Bareng KPK, program Anti-Corruption Film Festival (ACFFest) 2015 sebesar Rp 10 juta.
"Meskipun baru pertama kali membuat film fiksi pendek, kami berusaha seoptimal mungkin. Ini kesempatan bagi kami untuk belajar setelah ide cerita kami terpilih saat roadshow ACFFest awal Juni 2015 di Purbalingga kemarin. Kami fokus mengerjakan proyek ini di sela kegiatan sekolah. Terlebih pemain dalam film kami adalah bapak dan ibu guru kami," kata Monitasari, siswi kelas XI yang bertindak selaku sutradara, Senin, 24 Agustus 2015.
Skenario Ora Imbang yang ditulis Zandy Ivanda berkisah tentang dua amil zakat yang dihadapkan pada satu masalah, yaitu kebutuhan keluarga menjelang Lebaran. Dikin, tokoh film ini, memilih jalur curang dengan jalan memperberat timbangan. Sementara Karto, tokoh lainnya, memilih jujur meski ada kesempatan bertindak curang.
Menurut Zandy, yang juga ketua ekskul sinematografi, ia cukup berat mengatur teman-teman sampai pada tahapan produksi. "Usia ekskul kami baru memasuki tahun kedua. Meskipun sekolah mendukung, pengalaman saya dan teman-teman masih sangat minim," kata siswa kelas XI yang juga editor ini.
Untuk itu, ACFFest menyiapkan mentor lokal untuk mendampingi produksi para penerima hibah program Bikin Film Bareng KPK di sepuluh kota penerimah hibah. Di Purbalingga, Cinema Lovers Community (CLC) menjadi mentor lokal untuk kelompok Negeri Awan Cinemart.
Direktur CLC Purbalingga Bowo Leksono mengatakan meskipun fasilitas dan pendampingan merupakan tugas dari CLC, program semacam ini tentu membutuhkan stamina yang ekstra. "Ada semacam tanggung jawab yang lebih besar. Tidak hanya karena mengelola biaya lebih dari produksi biasanya yang pelajar lakukan di Purbalingga, tetapi juga pesan cerita yang kuat terkait isu antikorupsi," katanya.
Terkait pasca-produksi, sutradara dan editor bersama mentor lokal dari setiap produksi film program ini akan diberangkatkan ke Jakarta untuk menyelesaikan film yang diproduksi dan lalu mempresentasikannya.
ARIS ANDRIANTO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini